Putri-Putri Melanesia West Papua (AMP) |
Oleh : Ipou Gobai
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang
bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan
orang-orang yang Kaukasihi!"
Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Coba renungkan baik-baik perkataan ini. Kita memang tidak bisa menghindari berbagai rasa sakit untuk mendera kita pada saat-saat tertentu, apakah itu rasa sakit secara fisik atau psikis seperti sakit hati, kecewa, patah hati, sedih dan sebagainya. Tapi apakah kita menderita karenanya, itu dikatakan sebagai sebuah pilihan alias optional. Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit dan itu tidak bisa kita anggap tidak ada, tetapi kita bisa memilih apakah kita harus dikuasai rasa menderita atau tetap bersukacita, karena itu semua tergantung keputusan kita dalam menyikapinya.
Saya ingat seorang hamba Tuhan di gereja saya dan sekarang sudah kembali ke rumah Bapa. Di saat-saat terakhir masa hidupnya ia ternyata masih setia melayani di gereja. Meski kondisinya terlihat semakin menurun, wajahnya tetap menyiratkan sukacita dan tetap tersenyum dan memuji Tuhan kepada setiap orang yang menyalamnya. Apa yang ia hadapi pada waktu itu bukanlah penyakit ringan, melainkan penyakit serius yang akan membuat siapapun yang mengalami akan merasa kehilangan harapan, yaitu kanker. Penyakit yang ia derita membuatnya harus bolak balik ke Singapura pada waktu itu untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah meluas dan menyebar ke beberapa bagian tubuh. Itu sangat berat. Tapi lihat bagaimana beliau masih terus setia melayani dengan penuh sukacita. Wow, itu luar biasa! Dia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia berkata bahwa ia tetap percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya dan keluarga, dan Tuhan pun akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki hasrat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat sikap beliau. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Mengingat masa-masa akhir beliau membawa saya kembali kepada ayat-ayat dalam kitab Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi separah apapun.
Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Daud bukanlah orang yang hidup tanpa masalah. Justru sebaliknya ia berkali-kali mengalami situasi sulit bahkan yang mengancam nyawanya selama masa hidupnya sejak kecil hingga tua. Tentu tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu akan kita alami sewaktu-waktu. Tetapi jangan biarkan kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging.
Bagaimana caranya? Paulus memberikan tips penting yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan teman-teman sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kehidupan selanjutnya yang kekal. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak bersama Kristus dimana tidak ada lagi yang namanya penderitaan dan tangisan, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup. Dan itulah yang diamini pula oleh bapak penderita kanker di atas semasa hidupnya.
Kembali kepada kutipan di awal renungan ini, "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan", ingatlah bahwa meski rasa sakit itu pasti dan nyata, tetapi menderita atau tetap bersukacita tergantung dari keputusan kita. Apa yang dikatakan Paulus pun menjadi begitu relevan dan baik untuk kita cermati, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan ratap tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap mengarahkan pandangan kita kepada apa yang kekal itu. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, apapun yang menjadi rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. No matter what it may be. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan jelas lebih penting. Itulah yang menjadi pegangan iman dari sang bapak di atas untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik meski ia waktu itu tengah berada dalam masa-masa tersulit dalam hidupnya. Ia terus mengatakan itu hingga akhir hayatnya. Mampukah kita berdiri tegar seperti dirinya dan keluar sebagai pemenang pada akhir perjalanan hidup kita? Mari kita teladani sikap beliau. Teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.
Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal
Ada sebuah kalimat yang pernah saya baca bunyinya begini. "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan". Coba renungkan baik-baik perkataan ini. Kita memang tidak bisa menghindari berbagai rasa sakit untuk mendera kita pada saat-saat tertentu, apakah itu rasa sakit secara fisik atau psikis seperti sakit hati, kecewa, patah hati, sedih dan sebagainya. Tapi apakah kita menderita karenanya, itu dikatakan sebagai sebuah pilihan alias optional. Kedagingan kita memang membuat kita harus merasakan rasa sakit dan itu tidak bisa kita anggap tidak ada, tetapi kita bisa memilih apakah kita harus dikuasai rasa menderita atau tetap bersukacita, karena itu semua tergantung keputusan kita dalam menyikapinya.
Saya ingat seorang hamba Tuhan di gereja saya dan sekarang sudah kembali ke rumah Bapa. Di saat-saat terakhir masa hidupnya ia ternyata masih setia melayani di gereja. Meski kondisinya terlihat semakin menurun, wajahnya tetap menyiratkan sukacita dan tetap tersenyum dan memuji Tuhan kepada setiap orang yang menyalamnya. Apa yang ia hadapi pada waktu itu bukanlah penyakit ringan, melainkan penyakit serius yang akan membuat siapapun yang mengalami akan merasa kehilangan harapan, yaitu kanker. Penyakit yang ia derita membuatnya harus bolak balik ke Singapura pada waktu itu untuk menjalani kemoterapi. Dari hasil pemeriksaan terakhir, diketahui bahwa kankernya sudah meluas dan menyebar ke beberapa bagian tubuh. Itu sangat berat. Tapi lihat bagaimana beliau masih terus setia melayani dengan penuh sukacita. Wow, itu luar biasa! Dia terus bersaksi bahwa Tuhan itu baik. Ia berkata bahwa ia tetap percaya Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik kepadanya dan keluarga, dan Tuhan pun akan selalu menguatkan dirinya untuk tetap teguh dalam pelayanan. Ketika sebagian orang sudah menyerah, putus asa dan tidak lagi memiliki hasrat untuk melakukan apapun, ia tetap setia tampil di depan melakukan pekerjaan Tuhan. Ini sebuah sikap yang sungguh mengagumkan. Saya terharu dan merasa sangat diberkati lewat sikap beliau. Sakit atau tidak, ia tetap tampil seperti tanpa beban. Ia tetap bersukacita, ia tetap tersenyum, meski apa yang sedang ia derita sangatlah serius. Mengingat masa-masa akhir beliau membawa saya kembali kepada ayat-ayat dalam kitab Mazmur yang berasal dari keteguhan iman Daud. Daud tidak pernah berhenti untuk bersyukur dalam kondisi separah apapun.
Daud pada suatu kali mengatakan "Aku hendak bersyukur kepada-Mu selama-lamanya, sebab Engkaulah yang bertindak; karena nama-Mu baik, aku hendak memasyhurkannya di depan orang-orang yang Kaukasihi!" (Mazmur 52:11). Dalam banyak kesempatan lain pun Daud berulang kali menyatakan ucapan syukurnya. Daud bukanlah orang yang hidup tanpa masalah. Justru sebaliknya ia berkali-kali mengalami situasi sulit bahkan yang mengancam nyawanya selama masa hidupnya sejak kecil hingga tua. Tentu tidak gampang untuk bisa mencapai tingkat seperti Daud, karena seringkali rasa sakit itu menyiksa, penderitaan terasa berat, beban masalah melemahkan diri maupun rohani kita. Itu akan kita alami sewaktu-waktu. Tetapi jangan biarkan kita menyerah dan menuruti segala kelemahan daging.
Bagaimana caranya? Paulus memberikan tips penting yaitu dengan mengarahkan fokus pandangan ke arah yang tepat. "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18) Inilah kunci bagaimana Paulus dan rekan-rekannya tidak tawar hati meski mereka kerap mengalami penyiksaan dan penderitaan dalam menjalankan pelayanan mereka. Paulus dan teman-teman sepelayanannya tidak memfokuskan diri mereka kepada sesuatu yang kelihatan, hal-hal duniawi, namun mereka terus fokus mengarahkan pandangan kepada yang tidak kelihatan, kepada perkara-perkara Surgawi, segala sesuatu yang mengarah kepada kehidupan selanjutnya yang kekal. Paulus dan kawan-kawan tahu bahwa mengarahkan pandangan hanya kepada yang kelihatan hanyalah akan membuat mereka lemah dan kemudian menyerah. Namun mengarahkan pandangan kepada kehidupan yang kekal kelak bersama Kristus dimana tidak ada lagi yang namanya penderitaan dan tangisan, itu akan membuat mereka terus bersemangat dan tidak kehilangan harapan. Dalam suratnya untuk jemaat Kolose, ia mengulangi hal ini. "Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah." (Kolose 3:1). Dan dengan tegas ia berkata "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (ay 2). Ini sebuah kunci penting yang patut kita teladani dalam menjalani hidup. Dan itulah yang diamini pula oleh bapak penderita kanker di atas semasa hidupnya.
Kembali kepada kutipan di awal renungan ini, "Rasa sakit itu sifatnya pasti, namun menderita itu adalah pilihan", ingatlah bahwa meski rasa sakit itu pasti dan nyata, tetapi menderita atau tetap bersukacita tergantung dari keputusan kita. Apa yang dikatakan Paulus pun menjadi begitu relevan dan baik untuk kita cermati, bahwa tidaklah tepat untuk mengarahkan fokus kepada hal-hal di dunia yang hanya sementara sifatnya. Mengarahkan kepada kekekalan, dimana tidak lagi ada penderitaan dan ratap tangis, dimana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah, itu jauh lebih penting. Dan untuk menuju kesana, kita harus tetap mengarahkan pandangan kita kepada apa yang kekal itu. Untuk itu, hendaklah kita senantiasa mengucap syukur dalam segala hal, baik suka maupun duka, senang maupun susah, sehat maupun sakit. "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18). Tidak ada yang mustahil bagi Allah, namun di atas itu semua, apapun yang menjadi rencanaNya tetap yang terbaik bagi kita. No matter what it may be. Allah itu setia, dan telah menyediakan segalanya sesuai janjiNya. Sementara hidup ini hanya sementara, kekekalan jelas lebih penting. Itulah yang menjadi pegangan iman dari sang bapak di atas untuk tetap terus bersukacita dan tidak henti-hentinya bersyukur mengatakan bahwa Tuhan itu baik meski ia waktu itu tengah berada dalam masa-masa tersulit dalam hidupnya. Ia terus mengatakan itu hingga akhir hayatnya. Mampukah kita berdiri tegar seperti dirinya dan keluar sebagai pemenang pada akhir perjalanan hidup kita? Mari kita teladani sikap beliau. Teruslah berjuang dengan pengharapan penuh dipenuhi ucapan syukur hingga akhir agar segala yang dijanjikan Tuhan tidak menguap sia-sia.
Dunia ini hanya sementara, tapi Surga itu kekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar