[CANBERRA] Belasan
aktivis yang ikut dalam misi Freedom Flotilla telah kembali ke Gove di Negara
Bagian Northern Territory (NT), Australia, dan mengklaim perjalanan mereka
suskes mendapat perhatian dari pemimpin Papua dan media.
Freedom Flotilla dipimpin sekelompok tokoh senior pribumi Australia.
Mereka memulai perjalanan dari Danau Eyre di Central Australia ke Cairns, lalu menggunakan perahu layar ke Papua, Indonesia.
Tujuan perjalanan itu adalah untuk membangun kesadaran yang mereka klaim sebagai ketidakadilan di provinsi paling timur Indonesia itu.
Sebelumnya mereka sudah mendapat peringatan dari Pemerintah Australia yang tidak bersedia memberikan bantuan jika mereka ditangkap karena melanggar hukum Indonesia.
Juru bicara Freedom Flotilla yang sekaligus ikut dalam perjalanan itu, Izzy Brown mengungkapkan, mereka telah berupaya berkomunikasi dengan pihak militer di Merauke dan Jakarta lewat radio tapi tidak berhasil.
“Setelah kami melewati perbatasan, kami menggunakan perahu layar kecil dan pelacak dan pesan kepada Pemerintah Indonesia serta pesan untuk orang-orang di Merauke," ujar Brown.
Mereka juga tidak dapat bertemu dengan perwakilan dari Papua Barat . "Beberapa dari kami pergi dengan misi rahasia ke daerah lain dekat perbatasan PNG dan Papua Barat dan bertemu dengan pemimpin dari Gerakan Papua Barat ," kata Brown.
"(Kami ] bertukar abu dari tenda Kedutaan Aborigin di Australia dan air suci yang kita bawa sepanjang perjalanan dari Danau Eyre," tambah dia.
Menurut situs Flotilla, pertukaran dimaksudkan untuk menyatukan kembali budaya dari dua masyarakat adat yang dulu pernah menyatu sebelum terpisah saat akhir zaman es dan sebagai simbol dukungan untuk 50 tahun perjuangan panjang untuk kemerdekaan Papua.
Pertukaran budaya antar dua tokoh komunitas ini digelar secara rahasia, karena pernyataan yang dibuat oleh militer Indonesia yang akan mengambil tindakan tegas terhadap para aktivis Flotilla.
“Kami sangat senang mendapat perhatian media,” jelas Brown.
Menurutnya, rencana selanjutnya termasuk melanjutkan dukungan buat tahanan politik di Papua.
“Kami akan berkampanye untuk mendukung mereka yang ditangkap, doa dan menyambut upacara di Sorong dan kita akan melakukan penggalangan dana serta kampanye untuk mendapatkan jalan keluar terkait situasi di sana," ujar Brown lagi.
Sayang, misi ini tidak terpantau oleh militer dan polisi Indonesia. [BBC/L-8]
Sumber : Suara Pembaruan
Freedom Flotilla dipimpin sekelompok tokoh senior pribumi Australia.
Mereka memulai perjalanan dari Danau Eyre di Central Australia ke Cairns, lalu menggunakan perahu layar ke Papua, Indonesia.
Tujuan perjalanan itu adalah untuk membangun kesadaran yang mereka klaim sebagai ketidakadilan di provinsi paling timur Indonesia itu.
Sebelumnya mereka sudah mendapat peringatan dari Pemerintah Australia yang tidak bersedia memberikan bantuan jika mereka ditangkap karena melanggar hukum Indonesia.
Juru bicara Freedom Flotilla yang sekaligus ikut dalam perjalanan itu, Izzy Brown mengungkapkan, mereka telah berupaya berkomunikasi dengan pihak militer di Merauke dan Jakarta lewat radio tapi tidak berhasil.
“Setelah kami melewati perbatasan, kami menggunakan perahu layar kecil dan pelacak dan pesan kepada Pemerintah Indonesia serta pesan untuk orang-orang di Merauke," ujar Brown.
Mereka juga tidak dapat bertemu dengan perwakilan dari Papua Barat . "Beberapa dari kami pergi dengan misi rahasia ke daerah lain dekat perbatasan PNG dan Papua Barat dan bertemu dengan pemimpin dari Gerakan Papua Barat ," kata Brown.
"(Kami ] bertukar abu dari tenda Kedutaan Aborigin di Australia dan air suci yang kita bawa sepanjang perjalanan dari Danau Eyre," tambah dia.
Menurut situs Flotilla, pertukaran dimaksudkan untuk menyatukan kembali budaya dari dua masyarakat adat yang dulu pernah menyatu sebelum terpisah saat akhir zaman es dan sebagai simbol dukungan untuk 50 tahun perjuangan panjang untuk kemerdekaan Papua.
Pertukaran budaya antar dua tokoh komunitas ini digelar secara rahasia, karena pernyataan yang dibuat oleh militer Indonesia yang akan mengambil tindakan tegas terhadap para aktivis Flotilla.
“Kami sangat senang mendapat perhatian media,” jelas Brown.
Menurutnya, rencana selanjutnya termasuk melanjutkan dukungan buat tahanan politik di Papua.
“Kami akan berkampanye untuk mendukung mereka yang ditangkap, doa dan menyambut upacara di Sorong dan kita akan melakukan penggalangan dana serta kampanye untuk mendapatkan jalan keluar terkait situasi di sana," ujar Brown lagi.
Sayang, misi ini tidak terpantau oleh militer dan polisi Indonesia. [BBC/L-8]
Sumber : Suara Pembaruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar