Pages

Pages

Rabu, 02 Oktober 2013

KEBANGSAAN PAPUA, Menyelaraskan Agama dan Kebudayaan

Jauh sebelum masuknya Islam dan Kristen ke Tanah Papua, suku-suku asli Papua (bangsa Papua) telah memiliki pemahaman (pengetahuan) yang utuh tentang siapa diri dan kehidupannya, alamnya, dan kekuatan yang lebih besar darinya. Pengetahuan ini berasal dari hasil berinteraksi dengan sesama dan alam (kemampuan adaptasi aktif).

Kehadiran Islam dan Kristen sebagai pengetahuan dan kepercayaan ke dalam kehidupan bangsa Papua, secara perlahan menggerus dan mematikan pengetahuan dan kepercayaan lama. Dan pada kenyataannya, mayoritas bangsa Papua tidak memeluk agama sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang terkandung di dalam kitab suci sebagai inti dan akar agama. Tetapi beragama dengan cara menggabungkan antara nilai-nilai agama dangan nilai-nilai kultural yang dianut oleh para penyebar agama (dai dan misionaris).

Hendaknya bangsa Papua tidak ber-Islam dan tidak ber-Kristen mengikuti gaya Arab Saudi dan Israel. Atau menjadikan agama sebagai alat politik seperti pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda. Juga tidak menempatkan agama sebagai issu penyeimbang kekuatan politik internasional seperti halnya USA dan sekutu terdekatnya.

Bangsa Papua harus meyadari dan mengakui, bahwa sebelum ia menganut salah satu agama samawi, karakter dan mentalitasnya sudah lebih dulu terbangun dengan kepercayaan aslinya. Islam dan Kristen harus ditempatkan sebagai cara berpikir yang mengakomodir nilai-nilai luhur kepercayaan asli Papua. Agama adalah Identitas Keimanan (Individu dengan Tuhan) dan kebudayaan adalah Identitas Sosial (Individu dengan masyarakatnya). Sebab jauh sebelum Islam dan Kristen masuk ke Papua, dan mengajak orang Papua menghargai kehidupan, menghormati hak milik orang lain, dan saling berbagi kasih sayang, kepercayaan asli Papua telah melakukan itu.
Agama bukan tujuan keselamatan. Tapi Tuhan (Allah Swt) adalah tujuan keselamatan yang sesungguhnya. Agama dan kebudayaan (adat dan tradisi) hanyalah bentuk dan cara berinteraksi dan jalan menuju Tuhan. Pemahaman ini harus ditempatkan secara benar.

Bicara IDIOLOGI dalam konteks perjuangan Papua, adalah bicara tentang cara pandang memahami diri sendiri, memahami lingkungan sekitar dan perubahannya, dan memahami cita-cita yang menjadi tujuan perubahan.

Agama dan kebudayaan dalam tataran praktis adalah idiologi. Karena keduanya membentuk nilai dan prinsip, sikap dan perilaku, tata aturan, dan mengandung tujuan cita-cita perubahan. Sama dengan ini, Kemerdekaan Papua adalah jalan menuju... atau untuk memperoleh/mewujudkan cita-cita kebangsaan.

Bila tujuan kemerdekaan bangsa Papua sebagai negara berdaulat (bukan merdeka) adalah untuk menciptakan tata kehidupan manusia yang damai, adil dan sejahtera..., maka tujuan mulia ini tidak bertentangan dengan agama. Malahan nilai-nilai agama harus dijadikan sebagai starting point untuk mempersatukan dan menyelaraskan elemen-elemen pembentuk bangsa Papua... menuju pencapaian cita-cita bersama.

Bila kita mengaku beragama dan yakin akan adanya Tuhan, kita pasti jujur melihat, bahwa dikebanyakan negara di dunia, agama belum bisa dijadikan sebagai kekuatan perubahan pada era kekinian. Meskipun tujuan utama agama adalah melakukan perubahan mental dan perilaku manusia. Kenapa demikian, karena nilai-nilai agama juga terdapat di dalam kebudayaan. Dan yang lebih dominan terjadi, nilai-nilai kebudayaan yang sifatnya dinamis, mencair, dan elastis, bisa menerima perubahan.

Kondisi ini menegaskan, bahwa agama dan kebudayaan dalam banyak hal memiliki kesamaan. Yaitu sama-sama sebagai pedoman pemikiran dan perilaku. Soal dalam beberapa hal mendasar ada pertentangan nilai di antara keduanya, tugas manusia yang berakalah untuk memilah, mana yang baik dan buruk - dan mana yang mau dianutnya. Karena kita tak bisa membantah, bahwa nilai-nilai luhur kebudayaan dijadikan oleh Tuhan sebagai perintah dan aturan agama. Ini kalau kita percaya, bahwa tidak ada satupun kejadian dan perubahan di dunia (manusia) bisa terjadi tanpa kehendak Tuhan sebagai Maha Memiliki dan Maha Menciptakan.

Bagi anda yang beragama Islam dan Kristen, bila anda membaca dan memahami baik isi Al Qur’an dan Injil, anda akan sadar, bahwa Tuhan mengisi kedua kitab suci-Nya lebih banyak dengan sejarah kehidupan umat-umat terdahulu. Tuhan tidak mengakatakan, “jangan mengikuti atau menjadikan kebudayaan sebagai pedoman hidup”. Tapi Tuhan berkata, “Jangan berzina, Jangan membunuh, Jangan mencuri, Berbuatlah jujur, Tolong menolonglah di dalam kebaikan, Percayalah kepada sumber kebenaran (Tuhan – Allah), dll.” Apakah perintah-perintah ini (prinsip hidup) tidak ada dalam kebudayaan asli suku-suku Papua? Jawabannya, Ada!

Penjelasan di atas menegaskan, bahwa Tuhan berfirman di dalam Al Qur’an dan Injil tidak berdasarkan bahasa imajinatif dan hiperbolis. Tapi Tuhan berfirman dengan menyajikan fakta kehidupan manusia (cerminan dan potret dari kebudayaan). Karena memang kebudayaan adalah hasil cipta dan kreasi manusia, dan manusia pun adalah makluk ciptaan Tuhan.

Selanjutnya, saya telah singgung di awal, bahwa bangsa Papua tidak boleh ber-Islam gaya Arab Saudi dan ber-Kristen gaya Israel. Kita harus beragama mengikuti identitas kebangsaan kita. Yaitu identitas yang mengkrital dari nilai-nilai luhur kebudayaan asli bangsa Papua. Sudah tentu yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah (bukan nilai agama). Contoh, orang Papua menyatakan kebenaran secara tegas dengan tidak menggunakan bahasa membujuk dan bergelombang; orang Papua memiliki sifat kasih sayang terhadap kemanusiaan dan kehidupan; orang Papua menghargai perbedaan dan melindungi kehidupan orang/pihak yang berbeda; orang Papua suka membagi berkat dan karunia dari Tuhan kepada sesama; orang Papua memiliki adab dan sopan santun terhadap orang luar; dll.

Bangsa Papua harus berani menunjukkan kepada bangsa dan negara lain, bahwa kita mampu merumuskan Identitas Politik dan Idiologi Bangsa yang mengakar pada nilai-nilai Ilahiyah (bukan Agama) dan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan (Kebudayaan – adat dan tradisi) asli Papua.

Akhirnya, penjajahan selalu datang dari Barat dan terang kedamaian selalu datang dari Timur. Hai, Tanahku PAPUA.

(KAETARO. Mnukwar, Tengah September 2013)
Sumber: Catatan Facebook/http://phaul-heger.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar