Ilustrasi Mahasiswa Papua (pelitaonline.com) |
Denpasar, 27/10 (Jubi) – Mahasiswa Papua yang
mengikuti Kursus Bahasa Inggris dalam Program Kerjasama Dinas P dan P
Provinsi Papua dengan Indonesian Australian Language Foundation mengeluh
transportasi yang disediakan Pemerintah karena tidak sesuai dengan
kesepakatan awal dan juga menandatangani empat kuitansi kosong.
“Kami lagi bingung urus bagasi di Bandara Ngurah Rai, Bali karena
Dinas P dan P hanya memberikan tiket pulang tetapi tidak pusing dengan
urusan di bandara ini,” keluh Ester Haluk, salah satu mahasiswi Papua
yang mengikuti program ini kepada tabloidjubi.com via seluler, Minggu (27/10).
Ester menyayangkan sikap pemerintah yang seperti ini karena
menurutnya biaya pendidikan diisap sebanyak mungkin dan hanya mensisakan
setetes bagi pihak yang sebenarnya berhak mendapatkan dana tersebut.
Dalam kesepakatan awal, pihaknya seharusnya mendapat tiket pulang pergi
Papua dengan Penerbangan Garuda Airlines tetapi dipindahkan ke
Penerbangan Lion Air.
“Enam bulan di sini, kami punya banyak barang termasuk buku-buku. Over
bagasi kami harus tanggung sendiri. Ini program resmi Pemerintah
Provinsi Papua dengan menggunakan Dana Otonomi Khusus pendidikan tetapi
ada hal-hal tertentu yang mereka pres dengan menggunakan kuitansi kosong
sebanyak empat lembar yang kami tandatangani sebelum berangkat ke
Bali,” ungkap Ester lagi.
Senada dengan Ester Haluk, Ricky Waromi yang juga mengikuti program
ini juga mengeluhkan proses kepulangan rombongan ini kembali ke Papua.
Ricky juga membenarkan penandatanganan empat lembar kuitansi kosong
sebelum keberangkatan ke Bali.
“Soal empat kuitansi itu memang benar. Kami menandatanganinya tanggal
4 Mei 2013 lalu di Jayapura karena pada 5 Mei kami berangkat ke Bali
dengan menggunakan pesawat Garuda,” tutur Ricky kepada tabloidjubi.com via seluler, Minggu (27/10). (Jubi/Aprila Wayar)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar