Helikopter Iroquois yang disebut-sebut disediakan oleh Australia dan terlibat dalam aksi pembunuhan masal di Pegunungan Tengah Papua, tahun 1977-1978 (http://www.museumofflight.org) |
Jayapura, 23/10 – Asia Human Right Commission (AHRC) akan
meluncurkan laporan berjudul Genosida yang terabaikan : Pelanggaran HAM
terhadap Rakyat Papua di Pegunungan Tengah, 1977 -1978.
Laporan yang merupakan hasil riset selama lebih dari tiga tahun ini
akan diluncurkan besok (Kamis, 24 Oktober 2013). Laporan ini merinci
pembunuhan massal dengan berondongan tembakan udara dan pemboman di
sekitar Lembah Baliem pada tahun 1977. Laporan ini sendiri, sebelumnya
sudah diperkenalkan dalam pertemuan konslutasi Papua di kantor Dewan
Gereja Dunia di Geneva dan juga dalam satu side event di Room XXII,
Sekretariat PBB, Palais des Nations, Geneva pada bulan September lalu.
Answer Styannes dari AHRC, kepada Jubi (23/10) mengatakan ribuan
orang di Papua Barat mengingat kejadian yang telah diuraikan dalam
laporan itu. Dalam satu insiden yang dikisahkan oleh para saksi mata,
selain pemboman udara dan penembakan membabi buta yang melibatkan
pesawat tempur Amerika, saksi korban menceritakan “kekejaman yang tak
terkatakan” yang dilakukan tentara Indonesia dalam operasi di pegunungan
tengah itu. Di antara kekejaman tersebut antara lain warga yang di
sayat dengan pisau cukur, dipaksa makan kotoran tentara, dilemparkan ke
dalam sumur, ditenggelamkan, dikubur, dibakar dan direbus hidup-hidup.
Tak hanya itu, banyak perempuan yang diperkosa, payudara mereka
dipotong dan organ internal mereka ditarik keluar. Bahkan penis dari
korban yang tewas dipotong dan dijejalkan ke dalam mulut mereka. Saksi
mata lainnya juga menyebutkan banyak bayi dan anak-anak yang ditembak,
dipenggal dan dibakar sampai mati.
Penelitian yang akan dirilis ini, lanjut Answer menjadi salah satu
episode paling kejam dalam sejarah Papua Barat. Laporan ini juga
mengklaim bahwa dua helikopter disediakan oleh pemerintah Australia
dalam operasi militer di tahun 1970 dan terlibat dalam pengeboman yang
terjadi di Pegunungan Tengah tahun 1977.
“Dua helikopter Iroquois dipasok oleh Australia berada di antara
pesawat yang digunakan oleh komando militer daerah di Papua Barat dalam
operasi di Pegunungan Tengah pada tahun 1977 dan 1978 yang menewaskan
ribuan warga sipil.” kata Answer.
Laporan ini dikumpulkan dari wawancara saksi korban yang selamat dari
operasi militer di 15 kelompok masyarakat yang terkena dampak dan
informasi dari catatan sejarah, untuk mengkompilasi sebuah daftar dari
nama-nama 4146 korban yang diidentifikasikan sebagai korban pembunuhan.
“Laporan ini konsisten dengan perkiraan korban yang tewas dalam
operasi 1977-1978 yang berjumlah antara 5000 dan hingga puluhan ribu.”
ujar Answer.
Direktur Kebijakan dan Program AHRC, Basil Fernando menyebutkan “pola
kekerasan massal” yang terjadi ini merupakan kejahatan genosida, dimana
korban tewas mencapai 5000 hingga puluhan ribu.
“Yang paling mengejutkan adalah bahwa selama bertahun-tahun hampir
tidak pernah ada penyelidikan terkait kasus pembunuhan massal ini, dan
isu-isu politik tetap tidak terselesaikan,” lanjut Fernando.
AHRC, menurut Fernando menyerukan permintaan maaf, ganti rugi dan
proses dialog dari pemerintah Indonesia sebagai “langkah penting” menuju
keadilan dan mencapai rekonsiliasi.
Pemerintah Indonesia hingga hari ini tidak pernah mengakui bahwa
pembunuhan massal dan kejahatan terjadi dalam operasi militer di
Pegunungan Tengah dan juga membantah pernah menggunakan napalm atau bom
cluster di Papua. (Jubi/Victor Mambor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar