Aristoteles Masoka, supir pribadi tokoh Papua, Alm.
Theys Hiyo Elluay yang diculik Kopassus Indonesia (Foto:
Ist)
|
PAPUAN, Jenewa — Sebuah delegasi pembela HAM
Papua, Selasa (25/9) lalu telah bertemu dengan pihak UN Working Group on
Enforced or Involuntary Disappearances (UNWGEID) di Geneva, Swiss, guna
mengangkat kasus Aristoteles Masoka, yang hilang pada tanggal 10
November 2001.
Hilangnya Aristotles Masoka telah dilaporkan ke Working Group
di tahun 2004, dan badan PBB ini telah meminta penjelasan/klarifikasi
dari pemerintah Indonesia pada tahun 2005, namun tidak ada tanggapan
sama sekali dari pihak pemerintah Indonesia.
Sebagai supir pribadi Theys Hiyo Eluay, Aristoteles pada malam nahas
itu sedang mengemudikan kendaraan mengantarkan pulang Theys setelah
menghadiri suatu acara yang diadakan di markas Kopassus di Jayapura,
Papua.
Dalam perjalanan pulang ini keduanya disergap. Theys ditemukan
keesokan harinya sudah dalam keadaan meninggal dunia. Sedangkan
Aristoteles Masoka, yang terakhir kali terlihat diseret masuk ke dalam
Markas Kopassus di Jayapura, tak pernah terlihat lagi.
Bila investigasi pembunuhan Theys Eluay berakhir dengan dihukumnya
tujuh orang anggota Kopassus di pengadilan militer, hilangnya
Aristoteles Masoka – yang mestinya bisa menjadi saksi kunci dalam
pengadilan pembunuhan Theys tersebut – belum pernah diselidiki.
Kala itu sebagai seorang pemuda belia Aristoteles baru memulai
kuliahnya di Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Dalam usia 21
tahun, kuliahnya baru memasuki semester kedua saat ia hilang,
meninggalkan tiga adik laki-laki dan perempuan.
Sepuluh tahun telah berlalu namun keluarga dan teman-teman
Aristoteles Masoka masih terus bertanya “Dimana Aristoteles? Dan kenapa
kasusnya tak pernah diselidiki?”
Ferry Marisan dari Elsham Papua, yang saat itu melakukan investigasi
awal atas kasus tersebut di tahun 2001, mengatakan bahwa minimnya
penyelidikan atau upaya untuk mendakwa Kopassus atas hilangnya
Aristoteles, merupakan hal yang sulit dipahami.
“Pihak polisi amat sadar tentang hilangnya Aristoteles, dan ada
cukup saksi, “ kata Marisan. “Sejumlah orang menyaksikan dia diseret ke
dalam markas Kopassus. Kenapa susah sekali kasus ini dibawa ke
pengadilan?”
Kasus ini telah dilaporkan ke KOMNAS HAM tahun 2003, namun
upaya-upaya selanjutnya untuk mendapatkan keadilan yang dilakukan oleh
keluarga Aristoteles maupun sejumlah LSM yang memperjuangkan kasus ini,
seperti Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), segera menemui
jalan buntu.
“Keluarga Aristoteles berhak mengetahui kebenaran nasib dan
keberadaan Aristoteles. Masa penantian lebih dari 11 tahun tanpa
kepastian merupakan siksaan batin. Pemerintah mestinya tahu bahwa
kematian ibu Aristoteles, Dorsila Ayomi tahun 2011, ada kaitannya dengan
ketidakpastian ini serta sikap masa bodoh dan penyangkalan pemerintah
,” kata Mugiyanto dari IKOHI.
“Aristoteles Masoka tidak pernah terlupakan,” kata Paul Barber dari TAPOL, sebuah LSM dari London yang peduli HAM di Indonesia.
“Indonesia semestinya memenuhi kewaijiban Negara untuk koordinasi
dengan UN Working Group ini dan menjelaskan tindak lanjutan apa yang
akan dilakukan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM ini.”
Anggota-anggota Kopassus yang disidang atas pembunuhan Theys Eluay
(dan didakwa atas hilangnya Aristoteles Masoka) adalah: Letkol Inf
Hartomo; Kapten Inf Rionardo; Sertu Asrial; Praka Achmad Zulfahmi; Mayor
Inf Donni Hutabarat; Lettu Inf Agus Soeprianto; Sertu Lorensius LI.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar