Pages

Pages

Selasa, 20 Agustus 2013

PERSOALAN POKOK RAKYAT PAPUA DAN JALAN KELUARNYA

 Oleh: Rinto Kogoya 

AMP (Realistis), Timipotu News --- “Tulisan ini saya persembahkan kepada Rakyat Papua dalam perayaan 50 Tahun Aneksasi atau Pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Dan refleksi bagi rakyat dan organisasi-organisasi Perlawanan di Papua yang mencita-citakan Pembebasan Nasional Rakyat dan Bangsa Papua dari Penidasan oleh Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme”.
Situasi Papua dewasa ini yang diperhadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi politik maupun sosial dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kehidupan Rakyat Papua. Jika kita menyimak bagaiman awal gagasan pembentukan Bangsa Papua oleh kaum intelektual Papua pada dekade 1960an tentunya mereka memiliki cita-cita agar Rakyat Papua dapat membangun Bangsa dan Tanah Airnya dengan lebih baik, lebih demokratis, lebih adil dan lebih manusiawi dan lebih sejahtera di negerinya.
Walaupun tidak dapat kita temukan catatan sejarah tentang rumusan negara yang dikehendaki para pengagas Bangsa Papua, tapi keinginan mereka untuk memerdekakan Rakyat dan membentuk suatu negara adalah wujud cita-cita yang mulia karena menghendaki agar Rakyatnya terbebas dari sebuah penjajahan. Salah satu gagasan dari Resolusi Kongres Nederland Nieuw Guinea Raad (Dewan Niuew Guinea) pada tanggal 19 Oktober 1961, yang memiliki arti penting bagi Rakyat Papua saat ini adalah semboyan “One People One Soul” yang artinya Satu Rakyat Satu Jiwa. Semboyan ini mengartikan persatuan dari seluruh rakyat Papua yang beraneka ragam suka, bahasa, tradisi adat dan kehidupan ekonominya.
Namun, kita tau bersama dimana Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno yang egois dan angkuh telah melancarkan sebuah usaha untuk mengagalkan lahirnya negara Papua Barat. Yang mana setelah deklarasi kemerdekaan Bangsa Papua Barat 1 Desember 1961, kemudian pada tanggal 19 Desember 1961 Indonesia melalui Soekarno mengumandangkan TRIKORA. Yang diikuti oleh mobilisasi militer dan para militer untuk menguasai Papua dari tangan Belanda. Dengan alasan membebaskan Papua dari penjajahan Belanda.
Tentu hal yang tidak disadari Soekarno adalah gagasan membentuk sebuah negara Papua Barat adalah murni kehendak Rakyat Papua yang dipelopori oleh kaum intelektual Papua pada waktu itu, diantaranya ; N. Jouwe, M.W. Kaiseppo, P. Torei, M.B. Ramendey, A.S. Onim, N. Tanggakma, F.Poana dan Andullah Arfan.
Sejak TRIKORA 19 Desember 1961 dan penyerahan administrasi dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Indonesia selalu mengunakan militer (TNI-Polri) sebagai tameng untuk menghadapi perlawanan Rakyat Papua yang tidak menghendaki kehadiran Indonesia.
Hingga saat ini, dapat kita saksikan sendiri bagaimana marginalisasi terhadap Rakyat Papua dari segi ekonomi terjadi di depan mata kita, bagaimana prilaku aparat militer Indonesia terhadap Rakyat Papua, bagaimana tanah-tanah adat dijadikan lahan investasi perusahaan milik negara-negara Imperialis, bagaimana tingginya kematian di Papua khususnya kematian Ibu dan Anak, bagaimana lapangan pekerjaan yang ada cuma PNS dan buruh perusahaan milik negara-negara Imperialis, bagaimana minimnya tenaga guru dan prasarana pendidikan didaerah-daerah pelosok dan masih banyak lagi persoalan lain yang sedang membelenggu Rakyat Papua saat ini. Hal yang demikian terjadi diseluruh Papua dan tetap akan dipertahankan, guna kepentingan penguasaan terhadap Tanah Papua. Sehingga kesejahteraan menjadi alasan rasional Indonesia terhadap gejolak konflik di Papua yang sebenarnya berkaitan dengan Identitas suatu bangsa yang hendak memerdekakan diri.
Terbelenggunya Rakyat Papua dalam sebuah penjajahan, penindasan dan diskriminasi dikarenakan kita diperhadapkan pada musuh bersama seluruh Rakyat Papua yang menghambat laju kemajuan dan perkembangan hidup Rakyat Papua. Berikut, kita akan menyimak secara umum bagaimana ketiga musuh Rakyat Papua tetap berusaha menancapkan cakarnya di atas Tanah Papua. Dan bagaimana agar rakyat Papua dapat terbebas dari cengkraman maut yang mematikan dari yang namanya Kolonialisme Indonesia, Imperialisme, dan Militerisme. 
Kolonialisme Indonesia
Pengertian Kolonialisme adalah “kebijakan dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah”. Kolonialisme selalu memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakan.
Kolonialisme Indonesia di Papua Barat dimulai ketika adanya infasi militer ke Papua sejak TRIKORA 1961 dengan pembentukan Komando Mandala untuk melancarkan operasi “Mandala” yang dipimpin oleh Letjend. Soeharto. Ini bertujuan untuk melakukan ekspansi (peluasan wilayah kekuasaan) negara Indonesia. Ini dilakukan berdasarkan klaim yang tidak logis dan sepihak dari Soekarno, bahawa jauh sebelum Indonesia lahir, papua adalah bagian dari kerajaan majapahit dan beberapa klaim lainnya.
Nyatanya dalam Konfrensi Meja Bundara hanya meliputi Hindia Belanda (meliputi Sabang sampai Amboina) tidak termaksud Nederland Niue Guinea (Papua Barat). Namun karena Indonesia yang keras kepala hendak menguasai Papua, dan Belanda yang mengalami resesi ekonomi akibat perang, maka pada 1 Mei 1963 terjadi penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB, UNTEA kepada Indonesia. Indonesia yang hadir di Papua dengan alasan mempersiapkan pelaksanaan Hak Menentukan Nasib Sendiri sesuai Perjanjian New York, nyatanya merekayasanya menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Tentunya dapat kita pastikan bagaimana proses dan hasilnya.
Hingga kini, untuk menjalankan kolonisasi dan mempertahankan kekuasaannya atas Tanah Papua, mesin birokrasi, sistem politik seperti pemilu dan militer (TNI-Polri) digunakan untuk melegitimasi keberadaan Indonesia di Papua. Birokrasi merupakan mesin legal Indonesia untuk menjadikan Papua bagian dari NKRI dan militer merupakan alat reaksioner yang digunakan untuk mempertahankan Papua apapun caranya. Dan sistem politik seperti pemilu untuk menunjukan kalau Rakyat Papua patuh terhadap sistem politik yang berlangsung di Indonesia. Hal sama seperti yang pernah dilakukan Belanda terhadap Indonesia dan Papua, kembali dilakukan oleh Indonesia terhadap bangsa Papua.
Selain birokrasi, sistem politik dan militer, kebiakan politik seperti UU N0 21 Tahun 2001 tentang Otsus, UU Pemekaran Wilayah, UP4B dan kebijakan lain hanya merupakan upaya untuk mempertahankan Papua tetap dalam kekuasaan Indonesia. Sama halnya dengan Belanda yang mengelurkan kebijakan Politik Etis (Transmigrasi, Irigasi dan Edukasi) terhadap rakyat Indonesia. Namun Belanda memperoleh keuntungan yang sangat besar dari kebijakan politik etis yang dikeluarkan. Sedangkan Indonesia, tidak hadir di Papua sebagai penjajah tunggal, Indonesia melayani tuanya yaitu Imperialis. Indonesia hanya mendapatkan balas budi dari tuanya berupa pajak dan royalti. Balas budi ini terkait jasa Indonesia yang dengan setianya menjaga agar operasi perusahaan-perusahaan milik Inperialis seperti Freeport, BP, LNG Tangguh dan lain-lain tetap melakukan aktivitas ekploitasinya dengan aman dan lancar. Sehingga, apa layak rakyat Papua hidup bersama-sama dengan “NEGARA BABU” seperti Indonesia? Sehingga jangan kaget jika kita bertemu dengan istilah seperti “Rezim Boneka”, “Rezim Antek” dll.
Sehingga jelas, bahwa setiap kebijakan yang diterapkan di Papua oleh Indonesia tujuannya bukan untuk membangun rakyat Papua tapi membuka akses bagi kaum Imperialis untuk mengeruk kekayaan alam di Papua. Dan Papua menjadi sapi perahan yang setiap menghasilkan susu yang banyak untuk mengemukan Indonesia dan tuannya Imperislisme.
Imperialisme
Imperialisme adalah tahapan tertinggi dari kapitalisme atau kapitalisme monopoli. Sedang kapitalisme adalah paham yang meyakini bahwa pemilik modal dapat melakukan usahanya untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Imperialisme atau kapitalisme monopoli tidak hanya menghisap kaum buruh tapi juga menguasai wilayah-wilayah penghasil bahan mentah bagi Industrinya secara tidak langsung.
Kehadiran Imperialisme di Papua diawali dengan penandatanganan Kontrak Karya PT Freeport milik Imperialis Amerika dengan pemerintahan Soeharto pada tahun 1967. Kehadiran Freeport telah mengabaikan hak-hak demokratis Rakyat Papua untuk merdeka sebagai sebuah negara. Kepentingan Imperialisme atas Papua sesuai dengan ciri-cirinya yaitu:
  1. Konsentrasi produksi dan kapital sehinga menciptakan monopoli yang berperan penting dalam kehidupan monopoli. Artinya, konsentrasi produksi hanya berpusat di Negara kapitalis. Mereka juga menguasai pasar dengan menentukan harga.
  1. Perbaduan antar kapital bank dan kapital industry menciptakn basis yang menamakan kapital finace. Contoh: Bank Dunia, Bank IMF. Bank tidak akan hanya sekedar memberikan pinjaman kepada suatu negara. Ia mengharapkan ada imbal balik dari sebuah negara, dan mengharapakan adanya jaminan. Dari permutran modal dan uang, itu akan kembali kepada kapitalis itu sendiri.
  1. Ekspor kapital berbeda dengan ekspor komoditi. Artinya: Mereka hanya akan mengeskpor kapital kepada negara-negara lain agar mereka menyediakan bahan komoditi bagi mereka.
  1. Pembentukan kapitalisme monopoli internasional dan pembagian dunia di antara mereka.
  1. Pembagian teritori di seluruh dunia di antara kekuatan kapitalis besar telah selesai. Contoh : Amerika menguasai pengunungan tengah Papua melalui Freeport, Inggris dengan Cina berbagi kepala burung Papua melalui BP dan LNJ Tangguh, Korea di selatan Papua melalui Corindo dan Medco dan kawan-kawannya.
Dari penjelasan ciri-ciri Imperialisme, menunjukan bahwa Papua saat ini sedang berada dalam cengkraman negara-negara Imperialis. Hal ini ditunjukan dengan masuknya berbagai perusahaan-perusahaan berskala Multy National Coorporation (MNC) seperti BP di Bintuni dan LNG Tangguh di Sorong Selatan serta pembukaan perkebunan skala luas seperti MIFEE di Maroke dan Corindo dan Medco yang sudah ada jauh sebelumnya. Untuk mengamankan keberlangsungan aktifitas eksploitasi perusahaan-perusahaan milik Imperialis ini, militer (TNI-Polri) selalu digunakan untuk menghalau perlawanan Rakyat pemilik hak ulayat.
Nyatanya, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat mensejahterakan seluruh Rakyat Papua yang berjumlah kurang lebih tiga juta jiwa. 
Militerisme
Militerisme adalah suatu pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militernya dan mengklaim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kepentingan masyarakat. Militerisme memiliki sifat dasar yaitu represif dan reaksioner.
Keberadaan militerisme di Papua sudah dimulai dengan masuknya penjajah Belanda, baru kemudian sifat reaksionernya muncul ketika Indonesia hadir di Papua. Militerisme Indonesia memulai aksinya di Papua paska TRIKORA 19 Desember 1961 dengan adanya seruan untuk memobilisasi umum rakyat Indonesia untuk membebaskan Papua Barat dari Belanda oleh Soekarno. Katanya membebaskan namun faktanya hari ini sedang menjajah.
Indonesia melalui kekuatan militer lewat penerapan kebijakan operasi militer yang pertama yaitu Operasi Mandala tahun 1961 dan berbagai operasi lain untuk melakukan teror, intimidari, pengejaran, pemenjarahan, pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran fasilitas umum dan kampung, dan aksi kejahatan militer yang lainnya. Selain itu, Daerah Operasi Militer (DOM) melalui Operasi Koteka pada tahun 1970-an, Rakyat Papua dipaksa untuk mengenakan pakaian ala orang Indonesia yang terbuat dari kain.
Akibat Operasi Militer banyak rakyat Papua Barat yang telah menjadi korban. Hal dapat dilihat dari laporan Amnesty International yang mengemukakan bahwa telah terjadi pemusnahan terhadap lebih dari 100 ribu rakyat Papua Barat akibat kekejaman militer Indonesia.
Aksi militerisme ini terus terjadi di Papua hingga saat ini dalam era reformasi di Indonesia dan dilakukan untuk mempertahankan kepentingan pendudukan Indonesia di Papua dan melindungi kepentingan industri kapitalis milik negara-negara Imperialis untuk mengekploitasi kekayaan alam Papua. 
Jalan Keluar 
Tentu tidak mudah melawan sistem yang sudah sekian lama menghisap, menindas dan menjajah rakyat Papua untuk segera angkat kaki dari Tanah Papua. Butuh persatuan diantara rakyat melalui organisasi atau faksi perlawanan rakyat Papua yang ada dengan satu program perjuangan yang tegas dan kesadaran bersama tentang siapa sejatinya musuh rakyat Papua. Bagaimana segala daya upaya difokuskan pada kesatuan program perjuangan yang telah disepakati dan dijalankan bersama. Menghilangkan sikap ego dan klaimisme mutlak diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Memperjuangkan Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua merupakan satu-satunya tawaran solusi demokratis dalam penyelesaian persoalan Papua sebagai tahapan rakyat Papua untuk menentukan sikap hidup, apa tetap bersama Indonesia atau merdeka sendiri. Melalui mekanisme internasional yang dikenal dengan nama “REFERENDUM”. Dan harus diperjuangkan terus menerus oleh seluruh organisasi perlawanan rakyat Papua secara sinergis baik di Tanah Air Tercinta Papua, Indonesia dan dunia Internasional hingga cita-cita Pembebasan Sejati Rakyat Papua terwujud. Dan hari depan yang lebih baik dapat dinikmati oleh generasi Papua yang akan datang.
Apa yang saya uraikan secara umum diatas merupakan pandangan Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] yang memiliki platform perlawanan Anti Kolonialisme Indonesia, Anti Imperialisme dan Anti Militerisme. Sehingga turunannya dalam program perjuangan adalah memperjuangkan Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua sebagai syarat adanya demokratisasi bagi rakyat Papua, Tutup semua aktivitas perusahaan milik Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dll karena faktanya cuma menghisap , serta Tarik Militer [TNI-Polri] Organik-Nonorganik dari seluruh Tanah Papua sebagai biang terjadinya pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua.
Akhirnya, selamat menyonsong 50 Tahun Aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semoga tulisan ini dapat membantu langkah kita kedepan.
Jayalah Rakyat Papua! Jayalah Perempuan Papua! Jayalah Mahasiswa Papua! Jayalah seluruh Rakyat Papua!
Keep spirit… Salam!
Penulis adalah Ketua Komite Pimpinan Pusat AMP [Ketum KPP AMP]
  Sumber: http://komitepusatamp.blogspot.com/2013/04/persoalan-pokok-rakyat-papua-dan-jalan.html