Pages

Pages

Selasa, 20 Agustus 2013

Perang Saraf Antara Gubernur Papua dan Tapol

  
GUBERNUR SAAT MENJUMPAI FILEP KARMA (JUBI/APRILA)
By. Selpius Bobii

Baru kali ini, Gubernur Papua bersama Sekretaris Daerah Propinsi, ketua MRP, Pelaksana tugas Ketua DPRP, Pangdam XVII Cenderwasih dan Petinggi Polda Papua mengujungi Penjara Abepura Jayapura, Papua pada HUT RI ke 68, tanggal 17 Agustus 2013. 
 
Tujuan kunjungan mereka adalah mewakili Pemerintah Pusat untuk membacakan pemberian remisi bagi para narapidana dan membacakan sambutan dari Menteri hukum dan HAM RI. Dan tentu ada pula maksud terselubung lainnya dari kunjungan itu.

Maksud terselubung kunjungan rombongan Gubernur Papua ke Penjara Abebura itu nampak dalam sambutannya. 


Lukas Enembe katakan: "Di sini Makar ada berapa orang?" Seorang petugas Penjara katakan: "Ada sekitar 10 orang". Lalu Lukas Enembe katakan: "Apa yang kalian orang - orang makar cari? Hentikan perjuanganmu. Kita merdeka dalam kesejahteraan. Dalam waktu dekat ini Pemerintah akan menetapkan Undang-Undang Pemerintahan Papua. Jika itu sudah ditetapkan, maka kita sudah merdeka dalam NKRI dan sayalah PRESIDENNYA. Karena itu jangan berteriak Papua merdeka lagi". Demikian kata Lukas Enembe. 

Dalam acara pemberian remisi itu hanya seorang Tapol yang ikut hadir, sedangkan para Tapol Papua Merdeka yang lain tidak ikut acara itu. Para tahanan Politik lebih memilih tinggal di kamar-kamar untuk menghindari maksud terselubung dari kunjungan Lukas Enembe dan kawan kawan nya itu. 


Ia juga mengatakan: "Keluarga saya banyak yang meninggal karena bicara Papua merdeka. Ada yang lari ke PNG, Manokwari dan ke mana mana. Dari sejak saya kecil, orang bilang besok akan merdeka, tetapi mana buktinya, sekarang saya sudah jadi gubernur," kata Enembe. 

Sambutan Lukas Enembe didengar oleh para Tapol yang berada di blok kamar kamar karena ia bicara menggunakan pembesar suara (sound sistem). Beberapa Tapol, seperti Victor Yeimo dan beberapa teman dari blok kamar mengajukan protes tegas atas pernyataan Enembe itu. 


Saat itu, pihak Polisi/TNI berpakaian preman dan petugas Penjara Abe yang bersiaga mau bergerak untuk mengamankan beberapa Tapol itu, tetapi salah satu petugas senior di Penjara Abepura, bernama Nyasoko Asso katakan: "Tidak usah. Nanti saya amankan!"


Akhirnya mereka mengurungkan niatnya untuk mengamankan beberapa Tapol itu. Gubernur yang sedang sampaikan kata sambutan di depan para hadirin, mendengar teriakan protes dari beberapa Tapol itu. Saat itu Gubernur mengatakan: "Biarkan mereka berteriak di belakang sana". 

Seusai acara pemberian remisi, rombongan Lukas Enembe bergerak menuju ke blok yang sering disebut Gedung Putih berlantai dua. Di blok itu dihuni juga oleh beberapa Tapol Papua Merdeka. Ketika Filep J. S Karma mau masuk ke kamarnya untuk ganti pakaian, tiba tiba rombongan Lukas Enembe naik ke Lantai II. Terpaksa Filep Karma menerima kedatangan mereka, walaupun tidak punya niat untuk bertemu mereka.

Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Filep saat itu. "Orang Papua tidak mungkin bersatu dengan Indonesia karena selama ini kebanyakan orang Indonesia menganggap orang Papua sama seperti manusia setengah binatang. Saya sendiri mengalami hal itu sewaktu saya kuliah di Jawa. Beberapa waktu lalu saya pergi berobat ke Jakarta. Saya tanya teman-teman di sana, ternyata sikap orang Indonesia pada kami orang Papua tidak berubah, mereka masih menganggap kami orang Papua seperti manusia monyet" demikian ungkapan Filep J. S Karma saat bertemu Rombongan Gubernur Lukas Enembe di Penjara Abepura. 


Filep menambahkan: "Banyak orang Papua korban karena perjuangan Papua Merdeka. Kami dipenjara karena berjuang Papua merdeka. Maka itu kami menolak tawaran grasi dari presiden Republik Indonesia. Terima kasih atas upaya Gubernur, tetapi kami Tapol tidak bisa terima grasi itu," demikian kata Filep. Saat itu Gubernur hanya mengatakan: "Iya baik".

Dalam kesempatan itu, Victor Yeimo yang berada di satu blok dengan Filep Karma mengatakan: "Saya Victor Yeimo, ketua KNPB. Saya katakan Papua akan merdeka suatu saat. Jadi tolong jangan menyakiti hati kami dengan membuat pernyataan bahwa Papua tidak akan merdeka. Itu saja pak". 


Victor juga menambahkan: "Silahkan jaga bapak punya posisi, tetapi komitmen kami adalah bahwa orang tua kami sedang menderita di belakang. Bukan karena soal kejahteraan, bukan juga karena soal lain lain, tetapi Papua harus merdeka. Itu saja. Jadi tolong jangan pernah katakan lagi bahwa Papua tidak akan merdeka," demikian peringatan Victor kepada Gubernur Papua.

Gubernur menyikapi dengan mengatakan: "Saya pernah berjuang selama 10 tahun. Tetapi tugas saya saat ini adalah membangun dan mensejahterakan rakyat. Saya pernah ditembak, dimaki, dan saya hidup dengan itu, baru saya ke luar jadi gubernur sekarang," demikian kata Gubernur.

Di saat rombongan Gubernur itu mau meninggalkan Lantai II, saya keluar dari kamar. Mendekati rombongan Gubernur itu sambil memperkenalkan diri, saya katakan: "Saya Selpius Bobii, Ketua Panitia Kongres Bangsa Papua ketiga. Di dalam Kongres itu kami deklarasi Negara. Karena deklarasi itu kami ada di sini, di Penjara.Kalian beritahu presiden SBY bahwa bangsa Papua sudah siap berunding. Bangsa Papua juga menolak tegas UU Otsus Plus atau Undang Undang Pemerintahan Papua. Kami Tapol juga menolak grasi atau apa pun bentuknya. Kami dipenjara bukan karena berjuang untuk makan dan minum atau kejar jabatan. Banyak orang Papua dari tahun 1960-an sampai saat ini berkorban bukan untuk kejar makan minum atau jabatan, tetapi karena mau merdeka penuh". 


Demikian pernyataan saya dengan tekanan nada keras dan tegas di depan rombongan Gubernur Lukas Enembe yang dikawal oleh Pangdam XVII Cendrawasi dan Petinggi Polda Papua serta ketua MRP, Plt Ketua DPRP, dan sekretaris daerah Propinsi Papua.

Gubernur menanggapi pernyataan saya. Ia katakan: "Saya juga pernah hidup dengan perjuangan itu dulu, tetapi tidak lagi karena tugas saya mensejahterakan orang Papua. Kalian sudah lama di kota, saya ini baru datang dari gunung". 


Saya menanggapi dengan mengatakan: "Pak datang dari gunung bukan untuk menyelamatkan orang Papua, tetapi datang untuk menghancurkan dengan cara kamu mengatakan bahwa kita merdeka dalam NKRI, atau kita merdeka dalam kesejahteraan. Stop bicara itu. Orang Papua berjuang untuk berdaulat penuh". Demikian tanggapan saya dengan tekanan nada keras dan tegas.

Saat itu rombongan Gubernur ada yang mau jabat tangan dengan saya, tetapi saya menolak jabat tangan dengan mereka. Saya menuju ke kamar. Namun, Pangdam XVII Cenderawasih dan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Papua (Demianus Rumbiak), serta seorang pengawal mengikuti saya dari belakang. Mereka mau jabat tangan dengan saya. Tetapi kepada Pangdam, saya katakan:  "Maaf, saya tidak bisa jabat tangan dengan anda. Kita sesama manusia, tetapi dalam hal ideologi politik, saat ini anda dan saya adalah musuh." 


Saya hanya jabat tangan dengan Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Papua. Selanjutnya rombongan itu meninggalkan ruangan Lantai II di Penjara Abepura.

Ironisnya adalah bahwa keluarga memberitahu kepada kami bahwa ada orang tertentu menyebarkan berita bahwa para Tapol mengejar Gubernur Papua dengan kayu balok, sampai gubernur lari meninggalkan Penjara Abepura. Itu adalah berita rekayasa oleh pihak aparat Indonesia atau oleh BIN. Berita yang benar adalah terjadi perang saraf antara Gubernur Papua dan beberapa Tapol Papua Merdeka di Penjara Abepura.

***

Saya menilai bahwa Lukas Enembe sungguh berbeda dengan sosok para gubernur sebelumnya yang pernah bertugas di Papua. Gubernur Lukas Enembe paling arogan dan sangat melecehkan perjuangan Papua merdeka. 


Secara terang terangan dalam berbagai kesempatan, Lukas selalu mengajak orang Papua yang berjuang Papua merdeka menyerah untuk membangun Papua dalam NKRI atau merdeka dalam kesejahteraan. Ia selalu katakan Papua sudah merdeka dalam NKRI dan untuk apa berjuang lagi. Ia mengajak OPM TPN yang sudah bertahun tahun bertahan dan berjuang di hutan untuk menyerah. 


Pada tanggal 17 Agustus 2013 di Penjara Abepura di saat memberikan sambutan, Lukas pun mengajak para Tapol Papua Merdeka untuk berhenti berjuang dan melarang tidak bicara Papua merdeka lagi. Ini sungguh mengusik luka lama dan melukai perasaan bangsa Papua yang sudah 50 tahun lebih berjuang dan berkorban, bahkan jutaan jiwa mati terbunuh secara langsung maupun terselubung karena perjuangan Papua merdeka.

Kami memahami bahwa Lukas Enembe memainkan peran sebagai wakil Pemerintah Pusat di Propinsi Papua. Tetapi ia sangat berbeda dengan gubernur gubernur sebelumnya. Dalam menghadapi gerakan pembebasan Papua, Lukas paling frontal. Nampak sekali bahwa salah satu proyek titipan Jakarta kepada Lukas Enembe adalah pertahankan Papua dalam NKRI. Memang Lukas Enembe adalah kader Partai Demokrat, di mana ketua Umum Partai Demokrat adalah SBY. Tentu Lukas Enembe melaksanakan perintah SBY sebagai petinggi Partai Demokrat dan juga SBY sebagai kepala Negara sekaligus kepala Pemerintahan RI.

Lukas Enembe dimajukan atau didorong oleh Jakarta untuk menghadapi perjuangan Papua merdeka secara frontal. Untuk itu, dalam berbagai kesempatan ia gunakan untuk menghadapi pejuang Papua merdeka dengan pernyataan pernyataan yang menyakitkan hati orang Papua dan menyedihkan.

Dalam berbagai kunjungan, Lukas Enembe selalu dikawal oleh petinggi Polisi atau TNI. Memang itu sesuai permintaan Lukas Enembe kepada presiden SBY pada beberapa bulan lalu ketika bertemu SBY di Jakarta. Lukas minta pengamanan dari TNI dan Polisi selama ia melaksanakan tugas untuk mendekati para pejuang Papua merdeka, baik pejuang sipil dalam kota maupun TNP OPM di hutan.

Terbukti bahwa kunjungan ke Penjara Abepura didampingi oleh Pangdam XVII Cenderwasih dan Petinggi Polda Papua. Misi terselubung adalah mengajak para Tapol berhenti bicara Papua Merdeka. Untuk itu, Gubernur minta pengamanan dari petinggi TNI dan Polri di Papua. Gubernur menggandeng Petinggi TNI dan Polri untuk berusaha sukseskan proyek Jakarta. Juga untuk meneror atau intimidasi secara tidak langsung kepada pejuang Papua merdeka. Tetapi misi tersebung kunjungan Gubernur beserta rombongannya ke Penjara Abepura itu telah gagal.

Dalam kunjungan itu, Gubernur dan rombongannya mendapat protes/peringatan keras dan tegas dari beberapa Tapol Papua Merdeka. Saat itu, kami tidak takut sedikit pun untuk menyampaikan kehendak rakyat bangsa Papua di depan Gubernur yang didampingi Pangdam Papua dan petinggi Polda Papua. Mereka berpikir bahwa kami akan takut bicara karena ada Pangdam dan Petinggi Polda mengawal gubernur saat itu. 


Kami hanya takut kepada Tuhan dan kepada rakyat bangsa Papua yang merindukan kedaulatan bangsa Papua. Akhirnya rombongan gubernur pulang dengan hati dan kepala panas, serta dengan tangan hampa.

RI sedang mendorong orang Papua tertentu, baik pejabat maupun masyarakat tertentu untuk berkonfrontasi dengan para pejuang Papua merdeka. RI juga sedang mengutus orang Papua tertentu ke berbagai negara dan benua untuk meredam dukungan Papua merdeka dari masyarakat Internasional.

Karena itu, saya mengingatkan kepada rakyat semesta bangsa Papua dan masyarakat solidaritas Internasional di mana saja Anda berada bahwa hati hati dan menghindari berbagai pendekatan manufer politik RI itu; yang bertujuan untuk mau melemahkan semangat perjuangan dan membendung dukungan masyarakat solidaritas Internasional untuk pembebasan bangsa Papua dari penjajahan RI dan para sekutunya. 

Kita terus berjuang! "Salam solidaritas tanpa batas".
 
Selpius Bobii adalah Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, juga Tahanan Politik Papua Merdeka di Penjara Abepura.