Pages

Pages

Jumat, 02 Agustus 2013

Paska UPR, Inilah Rekomendasi Komite HAM PBB Terkait Papua

Kantor Dewan HAM PBB di Genewa (un.org)
Jayapura – Komite HAM PBB prihatin terhadap laporan peningkatan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan pembunuhan ekstra-yudisial oleh polisi dan militer saat massa menggelar aksi protes khususnya di Papua Barat, Bima dan Nusa Tenggara Barat.

Melalui rilis pers yang diterima Jubi, Rabu (31/07) malam, Komite HAM PBB menyampaikan bahwa paska Universal Periodic Review (UPR) yang diselenggarakan pada tanggal 8 – 26 Juli 2013, badan independen yang terdiri dari para ahli yang bertugas melakukan evaluasi atas implementasi dari Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (Kovenan), telah mempublikasikan hasil Pengamatan Akhirnya (Concluding Observations) setelah meneliti kepatuhan Indonesia terhadap ketentuan-ketentuan dari Kovenan ini baik dalam kebijakan atau peraturan maupun secara praktik dalam sesi ke-108. Dalam Pengamatan Akhirnya, Komite menunjukan keperihatinannya akan sejumlah masalah di mana Indonesia gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya di bawah Kovenan tersebut. 

Terkait Papua, pengamatan akhir Komite HAM PBB ini menegaskan keprihatinan terhadap laporan-laporan yang menunjukan bahwa Indonesia menggunakan aparat keamanan untuk menghukum para aktivis politik dan pembela hak asasi manusia. Komite juga prihatin bahwa Komisi Kepolisian Nasional, yang diberi mandat untuk menerima pengaduan masyarakat terhadap aparat penegak hukum, lemah karena tdak memiliki kewenangan untuk memanggil aparat penegak hukum maupun mandat untuk melakukan investigasi yang independen. 

Komite HAM PBB dalam hal ini meminta Indonesia harus mengambil langkah konkret untuk mencegah penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat penegak hukum dengan memastikan bahwa mereka mematuhi Prinsip Dasar PBB tahun 1990 tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh aparat Penegak Hukum. Termasuk dalam hal ini juga harus mengambil tindakan yang tepat untuk memperkuat Komisi Kepolisian Nasional agar dapat secara efektif menangani laporan kasus pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.


Selain itu, Indonesia harus mengambil langkah-langkah praktis untuk mengakhiri impunitas oleh aparat keamanan sehubungan pembunuhan sewenang-wenang dan di luar hukum, dan harus mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hak-hak para aktivis politik dan pembela hak asasi manusia. Indonesia harus menyelidiki, dan menuntut kasus pembunuhan ekstra-yudisial secara sistematis dan efektif dan jika terbukti bersalah, menghukum mereka yang bertanggung jawab, dan memberikan kompensasi yang memadai untuk keluarga korban. 

Komisi ini juga mengingatkan bahwa, sama seperti di provinsi lainnya di Indonesia, demonstrasi di Papua tidak perlu mendapatkan izin dari polisi sebelum mengadakan demonstrasi. Komite tetap prihatin dengan pembatasan yang berlebihan terhadap kebebasan berkumpul dan berekspresi oleh demonstran di Papua dan Papua Barat 

Sejalan dengan komentar umum Komite no. 34 (2011) tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi, Indonesia harus mengambil langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap pembatasan untuk kebebasan berekspresi sepenuhnya mematuhi persyaratan dari pasal 19, ayat 3, Kovenan Sipil dan Politik PBB, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam umum komentar no. 34. Indonesia harus menjamin kebebasan berkumpul secara damai dan melindungi pengunjuk rasa dari pelecehan, intimidasi dan kekerasan. Indonesia harus secara konsisten menyelidiki kasus pembatasan kebebasan berekspresitersebut dan mengadili mereka yang bertanggung jawab. (Jubi/Victor Mambor)