Illstrasi |
Saat ini, dengan semakin terbukanya Papua menerima arus transmigrasi,
imigran gelap dari luar Papua yang tidak terkendali, ada fenomena yang
patut kita cermati. Fenomena itu menyangkut anak-anak jalanan asli
Papua: berambut keriting, berkulit hitam.
Banyak anak jalanan di beberapa Kabupaten/kota di Papua, yang tidak terurus kehidupannya. Mereka berpindah-pindah bahkan hingga keluar kota untuk memperoleh nafkah, demi hidup. Banyak kerja mereka: mengais sampah, mengambil dan memungut barang bekas yang dapat dijual kembali, seprti kaleng, botol, dll. Bila kita bicara soal keadaan mereka, jelas memprihatinkan. Baju mereka tidak layak pakai. Tempat tidur mereka di jalanan, emperan toko. Karton jadi kasur mereka. Karung jadi tas mereka. Hanya satu d yang ada di pikiran mereka: makan untuk terus hidup.
Hidup sebagai anak jalanan, bila diteliti, sebenarnya tidak diingini siapapun, termasuk oleh para anak jalanan ini. Mereka terpaksa menjadi anak-anak jalanan karena berbagai faktor.
Misalnya saja, anak menjadi korban kekerasan orang tuanya atau keluarganya mengalami kekurangan ekonomi, sehingga menjadikan anak ingin mencari nafkah sendiri dan bebas dari orang tuanya. Jadilah anak itu menjadi anak jalanan. Tidak ada yang melindungi kehidupan anak jalanan, sehingga anak jalanan biasanya dijadikan sebagai sasaran dan korban kekerasan oleh orang yang tidak berperasaan dan tidak bertanggungjawab.
Kekerasan tidak hanya berasal dari orang dewasa, namun juga bisa terjadi kekerasan antar anak jalanan. Berbagai kekerasan yang dilakukan sangat beragam mulai dari mereka dimintai uang, dipukuli, diperkosa bahkan dijebloskan di penjara. Sungguh miris kehidupan anak jalanan di pelosok Papua.
Banyak suka dan duka yang dialami oleh anak jalanan. Sukanya, sebagai anak jalanan dapat mencari uang sendiri, misalnya dengan bekerja menjadi pengamen dan pekerjaan tersebut kehidupan ekonomi mereka tercukupi. Selain itu dapat menambah teman sesama anak jalanan.
Dukanya, saat ada razia polisi terhadap anak- anak jalanan. Mereka tidak mengetahui kapan razia tersebut akan ada. Ketika polisi datang untuk menangkap anak jalanan, mereka berlari dan bersembunyi. Namun, diantara mereka ada yang tertangkap oleh polisi kemudian dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi anak jalanan yang tertangkap dipukuli oleh polisi.
Mestinya, Bentuk perhatian dari kita kepada mereka adalah dengan cara membina mereka agar memahami norma dan nilai, dibekali dengan ketrampilan, misalnya adalah ketrampilan untuk berwiraswasta agar dapat bekerja dengan masyarakat sekitar. Sehingga mereka tidak perlu lagi mencari uang di jalanan. Dan bila turun jalan, ya dengan cara halal.
Bila ingin jujur, ada beberapa pihak yang menanggung dosa dari derita anak-anak jalanan ini. Merekalah penyebab dari munculnya kelompok jalanan ini. Dan beberapa pihak berikut adalah yang mengganggu keseimbangan pikiran, perasaan, dan pemberian hukuman yang berlebihan membuat keseimbangan pikir, rasa, cipta mereka terganggu, dan mencari kebebasan dengan menjadi anak jalanan.
Pertama, keluarga. Karena keluarga disharmonis, atau kurang memberi perhatian cukup kepada mereka. Bisa jadi hal ini membuat mereka menjadi liar di jalanan. Bahkan, bisa juga mereka (anak jalanan) dipaksa bekerja dijalanan untuk membantu perekonomian keluarga sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bermain.
Kedua, Kekerasan fisik dari orang tua, sesama anak jalanan, aparat pemerintah, dll. Ketiga, Kekerasan psikologis oleh orang tua, sesama anak jalanan, masyarakat atau aparat pemerintah.
Keempat, Tidak ada jaminan atas pemenuhan dan perlindungan hak-hak dasar anak, terutama pada aspek kesehatan, pendidikan dan kelangsungan hidup.
Kelima, Anak jalanan selalu diibaratkan dengan premanisme, anak nakal, bahkan dijadikan alat untuk melakukan kejahatan. Sehingga, polisi, keamanan, hukum, selalu dihadapkan kepada anak jalanan ini.
Di sisi lain, akses anak-anak jalanan terhadap jaminan kesehatan, perlindungan terhadap kekerasan, pendidikan, kelangsungan hidup yang lebih baik, belum mendapat perhatian yang benar-benar oleh berbagai pihak.
Motivasi dari pihak-pihak tertentu sangat mereka butuhkan juga agar menumbuhkan rasa ingin maju dalam menjalani kehidupan.
Saya melihat, justru Kasih sayang, pengerimaan kelompok anak ajalanan ini, dan keterbukaan kita, penghargaan kita kepada mereka sebagaimanusia, juga kepedulian kitalah yang mereka butuhkan.
Kan ini zaman Otsus. Mengapa uang triliunan itu tidak bisa menyentuh mereka, dengan menyediakan asrama buat mereka, dimana mereka dibina mental dan moral, sehingga menjadi manusia Papua yang berkualitas?
Jangan remehkan masalah ini. Anak jalanan di Papua, hampir semua anak asli Papua, generasi muda Papua. Bagaimana nasib Papua ke depan bila generasi mudanya demikian? Harus ada perubahan. Pemda mesti buka mata. Ini tidak benar. Fenomena ini tidak bisa dibiarkan berlarut.
KETUA UMUM FROM KOMUNIKASIH PELAJAR MAHASISWA PAPUA TENGAH-PAPUA, YANCE GOBAY.ST.MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar