Pages

Pages

Kamis, 23 Mei 2013

Markus Haluk : Kapolda Papua Bungkam Ruang Demokrasi Di Papua

Markus Haluk (Ist)
Jayapura - Sekertaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua se-Indonesia (Sekjen AMPTPI), Markus Haluk mengatakan, Kapolda Papua dan Wakapolda Papua kini, sangat membungkam ruang demokrasi rakyat Papua. 

Menurut Markus, pembungkaman ruang demokrasi saat ini lebih para dari sebelumnya. “Sebelumnya ada ruang demokrasi. Pembungkapan ruang demokrasi hari ini semakin ketat dan sama sekali tak ada diberi kelonggaran,” tuturnya ke wartawan di Sekretariat AMPTPI, di Perumnas 1 Waena, Kota Jayapura, Papua, Kamis (23/5). 

Pembungkaman ruang demokrasi itu, kata Markus, sangat terlihat dari pengamanan saat para mahasiswa melakukan demonstrasi yang harus dikawal dengan Mobil Baracuda Polisi, Mobil Panser Polisi, penghadangan, pembubaran, dan bahkan penolakan surat ijin demonstrasi. “Situasi ini memperlihatkan wajah kepolisian yang menakutkan. Wajah polisi jauh dari slogan melindungi dan mengayomi rakyat. Kapolda Papua dan Wakapolda Papua kini adalah polisi otoriter, bukan polisi yang mengayomi masyarakat,” tuturnya.

Pembukaman ruang demokrasi ini sangat tak benar dalam negara demokrasi. “Rakyat mesti demo saja, entah dengan tutuntan merdeka atau tidak, sejauh aksi  itu tidak melukai rakyat, tidak perlu di larang. Ini demokrasi spontan atas korban sesama, keluarga, teman dan manusia. Tapi kepolisian jauh dari harapan kebebasan berekspresi,” tegas Markus. 

Sehingga menurut Markus, pemerintah Provinsi Papua, melalui Gubenur Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih, harus membuka ruang demokrasi. “Guna rakyat Papua menyampaikan aspirasi mereka secara damai dan bermartabat sesuai amanat UU No 8 Tahun 999 tetang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan sesuai dengan kovenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik,” jelasnya. (Jubi/Mawel)