Markus Haluk (Ist) |
Jayapura - Sekertaris
Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua se-Indonesia
(Sekjen AMPTPI), Markus Haluk mengatakan, Kapolda Papua dan Wakapolda
Papua kini, sangat membungkam ruang demokrasi rakyat Papua.
Menurut
Markus, pembungkaman ruang demokrasi saat ini lebih para dari
sebelumnya. “Sebelumnya ada ruang demokrasi. Pembungkapan ruang
demokrasi hari ini semakin ketat dan sama sekali tak ada diberi
kelonggaran,” tuturnya ke wartawan di Sekretariat AMPTPI, di Perumnas 1
Waena, Kota Jayapura, Papua, Kamis (23/5).
Pembungkaman
ruang demokrasi itu, kata Markus, sangat terlihat dari pengamanan saat
para mahasiswa melakukan demonstrasi yang harus dikawal dengan Mobil
Baracuda Polisi, Mobil Panser Polisi, penghadangan, pembubaran, dan
bahkan penolakan surat ijin demonstrasi. “Situasi ini memperlihatkan
wajah kepolisian yang menakutkan. Wajah polisi jauh dari slogan
melindungi dan mengayomi rakyat. Kapolda Papua dan Wakapolda Papua kini
adalah polisi otoriter, bukan polisi yang mengayomi masyarakat,”
tuturnya.
Pembukaman
ruang demokrasi ini sangat tak benar dalam negara demokrasi. “Rakyat
mesti demo saja, entah dengan tutuntan merdeka atau tidak, sejauh aksi
itu tidak melukai rakyat, tidak perlu di larang. Ini demokrasi spontan
atas korban sesama, keluarga, teman dan manusia. Tapi kepolisian jauh
dari harapan kebebasan berekspresi,” tegas Markus.
Sehingga
menurut Markus, pemerintah Provinsi Papua, melalui Gubenur Papua,
Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih, harus membuka ruang
demokrasi. “Guna rakyat Papua menyampaikan aspirasi mereka secara damai
dan bermartabat sesuai amanat UU No 8 Tahun 999 tetang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum dan sesuai dengan kovenan
internasional mengenai hak-hak sipil dan politik,” jelasnya. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com