Pages

Pages

Kamis, 21 Maret 2013

Wali Kota Minta Jangan Samakan Papua dengan Jawa

Walikota Jayapura, Drs. Benhur Tommy Mano,MM (jubi/sindung)
MERAUKE – (Sabtu, 16/03/13) Wali Kota Jayapura, Drs. Benhur Tommy Mano, MM meminta kepada pemerintah pusat agar sistem pemeriksaan atau audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jangan menyamakan antara Pulau Jawa dengan Papua, karena kesulitan di Papua jauh lebih tinggi tingkatannya dibanding Pulau Jawa.

“Audit keuangan pun, jangan disamakan Papua dengan Pulau Jawa karena ada perbedaan. Bupati pedalaman misalnya, pagi-pagi tokoh masyarakat sudah antri di rumah. Mereka butuh uang. Demikian juga kalau berangkat, bupati di pedalaman bukan beli tiket tetapi timbang berat badan. Ini kan mempersulit mereka,” ujar Tommy Mano dalam penyampaiannya di Raker Bupati se-Papua, Kamis (14/3) kemarin.
Ia sangat menyayangkan aturan dan prinsip pemeriksaan BPK, yang harus diberlakukan juga di Papua seperti bukti lengkap, ada kuitansi dan foto saat memberikan dana. “Apakah mau kasih Rp100-200 ribu harus foto dan tandatangan kuitansi? Ini kan namanya pelecehan. Tetapi kita berusaha perbaiki dalam segi pengawasan kepada masyarakat,” ujar BTM, sapaan akrab Wali Kota.

Dengan perbaiki sistem pengawasan ini, ia berharap Papua dari yang biasa dikenall Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Dari Kota Jayapura sendiri, yang diusulkan dalam Raker, kalau boleh, katanya yang pertama Jembatan Hamadi Holtekamp rampung karena ini berada pada kawasan strategis nasional juga etalasenya kawasan pasifik. Ini yang perlu diperjuangkan.

“Wajah Papua ada di sini karena ini ibu kota provinsi Papua. Dari mana saja tamu datang, wajah harus baik sebagai ibu kota. Tetapi ini sering dilupakan oleh para gubernur. Sehingga ketika banjir, tidak ada yang dilakukan. Hanya kota sendiri yang berusaha. Ada dana khusus untuk wilayah kota, itu yang kita harapkan,” lanjutnya.

Pada wartawan usai Raker Kamis malam, ia juga mengemukakan keprihatinannya melihat ada Bupati-bupati yang terlambat dalam pembahasan APBD karena hambatan dari pihak legislatif sendiri. Maka dari itu, ia mengajak para pimpinan daerah harus satu kata dengan anggota DPRD, karena kalau dewan kurang mendukung Bupati maka APBD terlambat.

“Ini kan mempengaruhi kita untuk ke provinsi dan ke pusat sehingga dana dipotong. Dengan demikian kita harus seirama karena DPRD dipilih oleh rakyat, kepala daerah juga dipilih oleh rakyat sehingga harus sama-sama mendukung proses pembahasan RAPBD menjadi APBD,” tukasnya.

Ia berharap harus ada sinergi. Karena yang terjadi ketika ada yang menahan mempengaruhi sampai pelaksanaan pembangunan kepada rakyat. “Yang seharusnya program berjalan, jadi tertahan 3 bulan. Ini kan menyalahi aturan dalam anggaran,” tandasnya. [ida/Papuapos]