Walikota Jayapura, Drs. Benhur Tommy Mano,MM (jubi/sindung) |
MERAUKE – (Sabtu,
16/03/13) Wali Kota Jayapura, Drs. Benhur Tommy Mano, MM meminta
kepada pemerintah pusat agar sistem pemeriksaan atau audit dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) jangan menyamakan antara Pulau Jawa dengan Papua, karena
kesulitan di Papua jauh lebih tinggi tingkatannya dibanding Pulau Jawa.
“Audit
keuangan pun, jangan disamakan Papua dengan Pulau Jawa karena ada perbedaan.
Bupati pedalaman misalnya, pagi-pagi tokoh masyarakat sudah antri di rumah.
Mereka butuh uang. Demikian juga kalau berangkat, bupati di pedalaman bukan
beli tiket tetapi timbang berat badan. Ini kan mempersulit mereka,” ujar Tommy
Mano dalam penyampaiannya di Raker Bupati se-Papua, Kamis (14/3) kemarin.
Ia
sangat menyayangkan aturan dan prinsip pemeriksaan BPK, yang harus diberlakukan
juga di Papua seperti bukti lengkap, ada kuitansi dan foto saat memberikan
dana. “Apakah mau kasih Rp100-200 ribu harus foto dan tandatangan kuitansi? Ini
kan namanya pelecehan. Tetapi kita berusaha perbaiki dalam segi pengawasan
kepada masyarakat,” ujar BTM, sapaan akrab Wali Kota.
Dengan
perbaiki sistem pengawasan ini, ia berharap Papua dari yang biasa dikenall
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Dari
Kota Jayapura sendiri, yang diusulkan dalam Raker, kalau boleh, katanya yang
pertama Jembatan Hamadi Holtekamp rampung karena ini berada pada kawasan
strategis nasional juga etalasenya kawasan pasifik. Ini yang perlu
diperjuangkan.
“Wajah
Papua ada di sini karena ini ibu kota provinsi Papua. Dari mana saja tamu
datang, wajah harus baik sebagai ibu kota. Tetapi ini sering dilupakan oleh
para gubernur. Sehingga ketika banjir, tidak ada yang dilakukan. Hanya kota
sendiri yang berusaha. Ada dana khusus untuk wilayah kota, itu yang kita
harapkan,” lanjutnya.
Pada
wartawan usai Raker Kamis malam, ia juga mengemukakan keprihatinannya melihat
ada Bupati-bupati yang terlambat dalam pembahasan APBD karena hambatan dari
pihak legislatif sendiri. Maka dari itu, ia mengajak para pimpinan daerah harus
satu kata dengan anggota DPRD, karena kalau dewan kurang mendukung Bupati maka
APBD terlambat.
“Ini
kan mempengaruhi kita untuk ke provinsi dan ke pusat sehingga dana dipotong.
Dengan demikian kita harus seirama karena DPRD dipilih oleh rakyat, kepala
daerah juga dipilih oleh rakyat sehingga harus sama-sama mendukung proses
pembahasan RAPBD menjadi APBD,” tukasnya.
Ia
berharap harus ada sinergi. Karena yang terjadi ketika ada yang menahan
mempengaruhi sampai pelaksanaan pembangunan kepada rakyat. “Yang seharusnya
program berjalan, jadi tertahan 3 bulan. Ini kan menyalahi aturan dalam
anggaran,” tandasnya. [ida/Papuapos]