Pages

Pages

Kamis, 21 Maret 2013

HUKUM RIMBA SUMBER KONFLIK DI TANAH PAPUA

Tobias Bagubau (Jubi/Mawel)
Jayapura,20/3Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Adat Suku Wolani, Mee dan Monni, Tobias Bagubau menilai penerapan hukum rimba menjadi sumber konflik horisontal di Papua. Rakyat saling rebut hak ulayat dengan mengorbankan sesamanya. 

“Saya kecewa rakyat Papua mengunakan hukum rimba. Rakyat ini terkesan tidak tahu yang namanya menghargai hak sesamanya,”ujar Tobias kepada tabloidjubi.com, Rabu (20/3) di Expo Waena, Kota Jayapura, Papua.

Menurut dia, rakyat selalu megendepankan egonya untuk merebut hak sesamanya. Rakyat selalu klaim dan merebut tanah adat. “Mereka yang kuat merebut dan mengambil tanah adat dan isinya”.

Kebiasaan ini berlangsung lama. Papua sudah mengenal ini sebelum kontak dengan dunia luar.  Pontensi ini kemudian menjadi jalan masuk pihak ketiga, dunia luar yang mendatanggi orang Papua kini. Pihak ketiga memanfaatkan orang Papua saling membunuh. “Pihak ketiga memakai mereka untuk saling membunuh,”ujarnya.

Dampaknya sangat nyata. Orang Papua saling membunuh dengan berbagai alasan. Alasan perebutan tanah adat, pemekaran, pemilukada dan pertambangan. “Kita lihat contoh konfilik di Timika, Degeuwo dan Puncak Jaya.”katanya.

Menurut diA konflik yang muncul bisa teratasi dan sangat tergantung kepada  intelektual orang Papua itu sendiri. Dikatakan intlektual orang Papua  mesti berperan aktif memberikan pemahaman, peta sosial budaya dan politik terkini agar rakyat Papua memahami dan tidak gampang dimanfaatkan oleh pihak lain atau pihak ketiga. “Intelektual Papua harus memberikan pemahaman kepada masyarakat,”tegasnya. (Jubi/Mawel)