Dua buah traktor milik PT Martha Maining
di pendulangan emas Degeuwo. Foto Thobias
|
Nabire,--
Sekretaris Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Wolani, Mee dan Moni (LPMA
SWAMEMO), John Kobepa, minta kerja sama yang baik bagi pemerintah, keamanan
maupun para pengusaha yang sedang mengeruk emas di sepanjang kali Degeuwo untuk
serius memerhatikan masyarakat asli di Degeuwo. Hal itu dikatakan karena, dinilai
sementara ini tidak berpihak kepada masyarakat. Bahkan, penambangan itu membuat
kehidupan masyarakat asli termarginalkan.
Kelestarian
sumber daya alam (SDA) dan pelanggaran HAM di sepanjang pendulangan emas
Degeuwo tidak menjamin hak hidup bagi masyarakat asli. Pendulangan itu dari
tahun ke tahun diperbudak terus oleh pengusaha, baik pengusaha lokal maupun
nasional, Kata Kobepa di Oyehe, Nabire, Kamis (14/3) .
LPMA SWAMEMO mengutuk keras setiap tindakan busuk tak
manusiawi yang dilakukan oleh kaum konglomerat berskala lokal dan nasional yang
sedang berkembang bak jamur di sepanjang kali Degeuwo tanpa mengedepankan
nilai-nilai manusiawi.
Kobepa juga mengatakan, semua sektor kehidupan baik
sektor ekonomi, kesehatan, pendidikan dan apalagi jaminan kesejahteraan hidup
tidak nampak, lumpuh total.
"Para pengusaha-pengusaha itu sudah berjanji pada
setiap kepala suku bahwa jika usahanya sukses kelak, mereka akan memperhatikan
dengan serius masyarakat atau suku yang ada disepanjang kali Degeuwo, misalnya
seperti membangun gedung gereja di setiap lokasi, membangun rumah pemukiman
setiap kepala keluarga dari tiga suku, dan akan membiayai anak sekolah mulai
dari SD sampai Perguruan Tinggi kemudian akan disertai pembangunan asrama
permanent disetiap kota study khusus untuk 3 suku itu," ungkap Kobepa kepada majalahselangkah.com .
Lanjut Jhon, "kenyataan sekarang sudah lain, setelah
berhasil mengeruk emas-emas itu, mereka tidak lakukan seperti yang pernah
dibilang. Masyarakat hidup menderita. Hanya
untuk makan sepiring, masyarakat harus kerja dari pagi sampai malam di lokasi-lokasi
para pengusaha itu. kehidupan sekarang, 3 suku yang ada disepanjang sungai
degeuwo sangat memprihatinkan. Kehidupan mereka benar-benar diperbudak, padahal
lokasi milik mereka. Malahan mereka bukan lagi di nomor duakan atau tiga, jauh
dari itu. Artinya para pengusaha tidak menganggap mereka itu orang yang harus
dihargai," kata Jhon menambahkan.
"Bukan hanya iu saja, selain hidup dipersulit,
kejahatan demi kejahatan pun bertumpuk. Kasihannya yang selalu menjadi korban
adalah masyarakat. Karena ulah orang lain dengan kepentingannya, masyarakatlah
yang tentu akan menjadi taruhan nyawa. Hal seperti ini bukan sesuatu yang baru
melainkan itu sudah terjadi semenjak pendulangan Degeuwo dibuka secara liar 11
tahun yang lalu, kami bosan menghadapi cara-cara seperti itu," ungkap Kobepa lagi.
Melihat masalah-masalah itu, Jhon selaku sekjen LPMA
SWAMEMO mengatakan kami akan terus bersuara agar 3 suku itu benar-benar bisa
mendapatkan apa yang menjadi hak mereka diatas tanahnya sendiri. (Stev Yogi/MS)
Tag : Penambangan, Degeuwo, Papua, Masyarakan Adat
Editor : Mateus Ch. Auwe