Pages

Pages

Selasa, 19 Maret 2013

GAYUNG BERSAMBUT TANTANG PAMERAN OTSUS DI JAKARTA

Salah satu fakta bahwa otsus belum menyentuh
 orang Papua. Nampak mama-mama Papua masih
 saja berjualan di atras tanah, seperti yang dijumpai
di Kabupaaten Merauke-Papua (Jubi/Roberth Wanggai)
Jayapura, 18/3, – Dialog public yang disiarkan Pro Satu radio milik pemerintah RRI Jayapura, Senin, (18/3) pagi mengetengahkan topik ‘Pameran Otsus di Jakarta”, ternyata dari seluruh pemirsa yang melakukan interaksi menyatakan tidak setuju. Para pendengar  berharap agar pameran sebaiknya digelar di Jayapura. Pameran ini juga pernah dilakukan mantan Gubernur Papua, almarhum Drs. JP. Sollosa.

Acara dialog public yang dipandu reporter RRI, Alan Sadewa itu dari sembilan pendengar yang berintaraksi di dialog publik, menilai Pameran Otsus di Jakarta, hanya menyenangkan pejabat dan cenderung melukai hati masyarakat di Papua. Terutama pameran ini hanya  pemborosan uang rakyat seperti yang diuatarakan ibu Ance. Penelopon kedua ibu Regi di Kotaraja misalnya menilai pameran Otsus hanya buang-buang uang rakyat.

“Dalam arti pameran ini melibatkan hampir seluruh SKPD, sehingga uang yang harus digunakan itu dibuang-buang saja, kenapa kita tidak lakukan di Jayapura sehingga semua orang mengetahui bahwa Papua kususnya Jayapura itu seperti apa,” kritik ibu Regi.

Penelopon dari Padangbulan Jayapura, Ovan mengungkapkan Otsus ada di Papua jadi mestinya digelar pameran di Papua. Bapa  Rony yang merupakan penelopon keempat menanggapi pameran di Jakarta itu sebagai sebuah pembohongan publik untuk masyarakat Papua.

“Karena pameran Otsus itu harus diselenggarakan di Papua. Supaya masyarakat Papua sendiri bisa melihat bagaimana Otsu situ baik atau tidak,” pinta Rony. Dia memberi solusi para Menteri atau pembesar justru nantinya diundang untuk datang ke Papua melihat pameran tersebut, bukan sebaliknya di selenggarakan di Jakarta.

“Masyarakat di Papua yang menilai. Sekarang kalau dilaksanakan di Jakarta, masyarakat Papua tidak mungkin datang kesana. Justru pejabat-pejabat yang punya uang ke Jakarta dan selanjutnya akan menunjukkan yang baik-baik saja,” bilang Rony sambil menegaskan di Papua sendiri otsus belum dilaksanakan dengan baik.

Bapa Reno di Kotaraja sebagai penelopon kelima misalnya berharap Jayapura sebagai tempat pelaksanaan pameran, bukan di Jakarta. Bapa Beny dari Argapura Jayapura sebagai penelepon keenam menanggapi untuk digelar di Papua-Jayapura. Jika digelar di Papua, beberapa tempat seperti Expo di Waena bisa diberdayakan kembali untuk tempat pameran.

“Dilaksanakan di Jayapura dengan mengundang seluruh Kabupatan/Kota, setelah itu baru digelar di Jakarta,”saran pa Beny tanpa menyebutkan marganya. Dengan demikian jika di Jayapura supaya masyarakat Papua secara utuh melihat sejauhmana implementasi otsus yang sudah dilaksanakan.

Penelopon ketujuh saudara Ever di Bhayangkara Kota Jayapura mengakui kalau bicara otsus gagal itu orang Papua dalam arti orang Papua sendiri yang bisa mengukurnya. “Jadi ngapain mau ke Jakarta. Hasil-hasil otsus di seluruh Kabupatan/Kota bisa diselenggarakan seperti almarhum JP Sollosa pernah buat di GOR Cenderawasih APO Jayapura. Supaya masyarakat itu lihat apa hasilnya ada atau tidak,”ungkapnya sambil mengatakan yang selama ini masyarakat Papua bilang otsus itu gagal.

Dia mengkuatirkan jika digelar di Jakarta, seluruh SKPD di 29 Kabupaten/Kota ikut serta akan memakan biaya yang tidak sedikit. Lebih baik uang tersebut dikasih ke masyarakat yang masih membutuhkan, kenapa mesti jauh-jauh ke Jakarta.

Penelopon kedelepan, Jhon Rumbiak berbeda dengan pendapat penelepon lainnya. Dia mengatakan setujunya dengan penelopon sebelumnya yang dianggap benar pendapat mereka. Namun yang paling penting menurut mantan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Papua itu bahwa yang dipamerkan di Jakarta itu materinya tentang apa.

“Ada sesuatu yang ditunjukkan dimana suatu perkembangan pembangunan di Papua. Yang harus ditunjukkan adalah prospek dan hasil pembangunan  masa orde baru. Kemudian pembangunan sesudah orde baru atau reformasi. Bagaimana kondisi masyarakat di Papua tentang pendidikan, kesehatan, sosial budaya,”ungkap Rumbiak.

Menurut staf ahli Gubernur itu bahwa kondisi masa lalu juga harus digambarkan di pameran otsus. “Artinya sebelum otsus, akirnya kita masuk (di masa) otus saat ini yang sedang dikerjakan. Sehingga akan ada perbedaan masa lalu dan masa sekarang atau saat ini. Kemudian setelah otsus berakir akan terjadi seperti apa,”wanti-wanti Rumbiak.
 
Artinya apa yang akan terjadi dan apa yang diinginkan atau sesuatu yang diharapkan, bahwa sekian tahun setelah otsus kondisi seperti apa, itu juga kata Rumbiak harus dipersiapkan.

“Sehingga orang yang datang melihat (akan) tahu, ini Papua dulu, ini Papua sekarang, yang diharapkan kedepan adalah saya bisa berdiri,”ungkapnya. Menurut dia yang akan ditunjukkan adalah harus ada perbandingan, dulu sekarang yang diharapkan seperti apa.

Itu sebabnya saran Jhon Rumbiak yang harus dilakukan untuk pameran itu bukan diluar Papua akan tetapi di Papua, karena akan mengundang animo masyarakat untuk ikut berpartisipasi, supaya mereka tau perkembangan Papua itu seperti ini.

Kundrat Gosbager dari Kabupaten Kerom sebagai penelopon kesembilan juga menganggap bahwa pameran otsus di Jakarta sebagai sebuah pemborosan dan tidak ada gunanya, Dia mempertanyakan apa yang mau disampaikan di Jakarta, karena yang menilai otsus  jalan baik dan tidaknya itu bukan orang Jakarta melainkan rakyat Papua.

Monce dari Ifar Gunung Sentani Kabupaten Jayapura sebagai penelepon kesembilan menganggap pameran otsus di Jakarta dirinya tidak setuju, karena pelaku dari otsus ada di Papua. “Bukan menghambur-hamburkan uang rakyat sampai ke Jakarta,”bilang Monce.

Nara sumber dialog public, Direktur ICS Papua, Yusak Reba, SH mengakui substansi pameran adalah untuk memberi informasi capaian-capaian tentang keberhasilan yang telah diraih, tetapi juga sejumlah hambatan yang akan dilakukan kedepan. Hanya saja menurut Yusak Reba dari sisi prioritas, bukan sebuah kebutuhan prioritas atau program penting untuk dilakukan.

“Dan lebih aneh lagi bukan dilakukan oleh Gubernur defenitif. Inilah yang menjadi soal. Dan tidak ada hubungan nantinya dengan gubernur baru. Seharusnya program seperti ini harus menjadi program dari Gubernur baru, karena nanti harus dilihat korelasi suatu kepemimpinan, apakah ekspo itu memberi manfaat dimasa kepemimpinan Gubernur baru dalam penyelenggaraan pembangunan dalam persepektif otsus,”ungkap Yusak Reba sambil menegaskan yang mehilai otsus berhasil bukan orang luar, melainkan orang Papua.

“Karena yang melakukan demonstrasi, penolakan dan mengeluarkan pernyataan otsus gagal itu adalah orang Papua. Ini adalah tantangan yang seharusnya bagaimana pemerintah mesti meyakinkan orang Papua bahwa otsus tidak seluruhnya gagal,”bilang Yusak Reba. (Jubi/Roberth Wanggai)