Salah satu fakta bahwa otsus belum menyentuh
orang Papua. Nampak
mama-mama Papua masih
saja berjualan di
atras tanah, seperti yang dijumpai
di Kabupaaten Merauke-Papua (Jubi/Roberth Wanggai)
|
Jayapura, 18/3, – Dialog public yang
disiarkan Pro Satu radio milik pemerintah RRI Jayapura, Senin, (18/3)
pagi mengetengahkan topik ‘Pameran Otsus di Jakarta”, ternyata dari
seluruh pemirsa yang melakukan interaksi menyatakan tidak setuju. Para
pendengar berharap agar pameran sebaiknya digelar di Jayapura. Pameran
ini juga pernah dilakukan mantan Gubernur Papua, almarhum Drs. JP.
Sollosa.
Acara dialog public yang dipandu reporter RRI, Alan Sadewa itu dari
sembilan pendengar yang berintaraksi di dialog publik, menilai Pameran
Otsus di Jakarta, hanya menyenangkan pejabat dan cenderung melukai hati
masyarakat di Papua. Terutama pameran ini hanya pemborosan uang rakyat
seperti yang diuatarakan ibu Ance. Penelopon kedua ibu Regi di Kotaraja
misalnya menilai pameran Otsus hanya buang-buang uang rakyat.
“Dalam arti pameran ini melibatkan hampir seluruh SKPD, sehingga uang
yang harus digunakan itu dibuang-buang saja, kenapa kita tidak lakukan
di Jayapura sehingga semua orang mengetahui bahwa Papua kususnya
Jayapura itu seperti apa,” kritik ibu Regi.
Penelopon dari Padangbulan Jayapura, Ovan mengungkapkan Otsus ada di
Papua jadi mestinya digelar pameran di Papua. Bapa Rony yang merupakan
penelopon keempat menanggapi pameran di Jakarta itu sebagai sebuah
pembohongan publik untuk masyarakat Papua.
“Karena pameran Otsus itu harus diselenggarakan di Papua. Supaya
masyarakat Papua sendiri bisa melihat bagaimana Otsu situ baik atau
tidak,” pinta Rony. Dia memberi solusi para Menteri atau pembesar justru
nantinya diundang untuk datang ke Papua melihat pameran tersebut, bukan
sebaliknya di selenggarakan di Jakarta.
“Masyarakat di Papua yang menilai. Sekarang kalau dilaksanakan di
Jakarta, masyarakat Papua tidak mungkin datang kesana. Justru
pejabat-pejabat yang punya uang ke Jakarta dan selanjutnya akan
menunjukkan yang baik-baik saja,” bilang Rony sambil menegaskan di Papua
sendiri otsus belum dilaksanakan dengan baik.
Bapa Reno di Kotaraja sebagai penelopon kelima misalnya berharap
Jayapura sebagai tempat pelaksanaan pameran, bukan di Jakarta. Bapa Beny
dari Argapura Jayapura sebagai penelepon keenam menanggapi untuk
digelar di Papua-Jayapura. Jika digelar di Papua, beberapa tempat
seperti Expo di Waena bisa diberdayakan kembali untuk tempat pameran.
“Dilaksanakan di Jayapura dengan mengundang seluruh Kabupatan/Kota,
setelah itu baru digelar di Jakarta,”saran pa Beny tanpa menyebutkan
marganya. Dengan demikian jika di Jayapura supaya masyarakat Papua
secara utuh melihat sejauhmana implementasi otsus yang sudah
dilaksanakan.
Penelopon ketujuh saudara Ever di Bhayangkara Kota Jayapura mengakui
kalau bicara otsus gagal itu orang Papua dalam arti orang Papua sendiri
yang bisa mengukurnya. “Jadi ngapain mau ke Jakarta. Hasil-hasil otsus
di seluruh Kabupatan/Kota bisa diselenggarakan seperti almarhum JP
Sollosa pernah buat di GOR Cenderawasih APO Jayapura. Supaya masyarakat
itu lihat apa hasilnya ada atau tidak,”ungkapnya sambil mengatakan yang
selama ini masyarakat Papua bilang otsus itu gagal.
Dia mengkuatirkan jika digelar di Jakarta, seluruh SKPD di 29
Kabupaten/Kota ikut serta akan memakan biaya yang tidak sedikit. Lebih
baik uang tersebut dikasih ke masyarakat yang masih membutuhkan, kenapa
mesti jauh-jauh ke Jakarta.
Penelopon kedelepan, Jhon Rumbiak berbeda dengan pendapat penelepon
lainnya. Dia mengatakan setujunya dengan penelopon sebelumnya yang
dianggap benar pendapat mereka. Namun yang paling penting menurut mantan
Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Papua itu bahwa yang dipamerkan di
Jakarta itu materinya tentang apa.
“Ada sesuatu yang ditunjukkan dimana suatu perkembangan pembangunan
di Papua. Yang harus ditunjukkan adalah prospek dan hasil pembangunan
masa orde baru. Kemudian pembangunan sesudah orde baru atau reformasi.
Bagaimana kondisi masyarakat di Papua tentang pendidikan, kesehatan,
sosial budaya,”ungkap Rumbiak.
Menurut staf ahli Gubernur itu bahwa kondisi masa lalu juga harus
digambarkan di pameran otsus. “Artinya sebelum otsus, akirnya kita masuk
(di masa) otus saat ini yang sedang dikerjakan. Sehingga akan ada
perbedaan masa lalu dan masa sekarang atau saat ini. Kemudian setelah
otsus berakir akan terjadi seperti apa,”wanti-wanti Rumbiak.
Artinya apa yang akan terjadi dan apa yang diinginkan atau sesuatu
yang diharapkan, bahwa sekian tahun setelah otsus kondisi seperti apa,
itu juga kata Rumbiak harus dipersiapkan.
“Sehingga orang yang datang melihat (akan) tahu, ini Papua dulu, ini
Papua sekarang, yang diharapkan kedepan adalah saya bisa
berdiri,”ungkapnya. Menurut dia yang akan ditunjukkan adalah harus ada
perbandingan, dulu sekarang yang diharapkan seperti apa.
Itu sebabnya saran Jhon Rumbiak yang harus dilakukan untuk pameran
itu bukan diluar Papua akan tetapi di Papua, karena akan mengundang
animo masyarakat untuk ikut berpartisipasi, supaya mereka tau
perkembangan Papua itu seperti ini.
Kundrat Gosbager dari Kabupaten Kerom sebagai penelopon kesembilan
juga menganggap bahwa pameran otsus di Jakarta sebagai sebuah pemborosan
dan tidak ada gunanya, Dia mempertanyakan apa yang mau disampaikan di
Jakarta, karena yang menilai otsus jalan baik dan tidaknya itu bukan
orang Jakarta melainkan rakyat Papua.
Monce dari Ifar Gunung Sentani Kabupaten Jayapura sebagai penelepon
kesembilan menganggap pameran otsus di Jakarta dirinya tidak setuju,
karena pelaku dari otsus ada di Papua. “Bukan menghambur-hamburkan uang
rakyat sampai ke Jakarta,”bilang Monce.
Nara sumber dialog public, Direktur ICS Papua, Yusak Reba, SH
mengakui substansi pameran adalah untuk memberi informasi
capaian-capaian tentang keberhasilan yang telah diraih, tetapi juga
sejumlah hambatan yang akan dilakukan kedepan. Hanya saja menurut Yusak
Reba dari sisi prioritas, bukan sebuah kebutuhan prioritas atau program
penting untuk dilakukan.
“Dan lebih aneh lagi bukan dilakukan oleh Gubernur defenitif. Inilah
yang menjadi soal. Dan tidak ada hubungan nantinya dengan gubernur baru.
Seharusnya program seperti ini harus menjadi program dari Gubernur
baru, karena nanti harus dilihat korelasi suatu kepemimpinan, apakah
ekspo itu memberi manfaat dimasa kepemimpinan Gubernur baru dalam
penyelenggaraan pembangunan dalam persepektif otsus,”ungkap Yusak Reba
sambil menegaskan yang mehilai otsus berhasil bukan orang luar,
melainkan orang Papua.
“Karena yang melakukan demonstrasi, penolakan dan mengeluarkan
pernyataan otsus gagal itu adalah orang Papua. Ini adalah tantangan yang
seharusnya bagaimana pemerintah mesti meyakinkan orang Papua bahwa
otsus tidak seluruhnya gagal,”bilang Yusak Reba. (Jubi/Roberth Wanggai)