Festival Budaya Lembah
Baliem (Jubi/Levi)
|
Jayapura, 27/2—Indentitas Orang Papua itu berkulit hitam,
berambut keriting , kebiasaan hidup yang khas dan bahasa sarana
komunikasi yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain itu kekayaan
budaya manusia Papua.
Namun, warisan identitas orang Papua kini mulai terkikis
akibat kekuatan budaya politik dan ekonomi. Kekuatan politik dan ekonomi
telah merubah pola pikir orang Papua. Orang Papua melihat budaya luar
lebih manusiawi daripada budayanya sendiri.
“Mau memberi nama dan gunakan nama adat saja lupa, bahkan alergi. Kalau ini saja tidak, apa lagi yang lain? Sangat tidak mungkin kita pastikan orang Papua peduli,” kata Yulianus Hisage, Budayawan Huwula, kepada tabloidjubi.com, Selasa (27/2) di Jayapura.
Kalau identitas dirinya lupa, Menurut Hisage, masa depan orang Papua
yang tahu diri dan budaya sangat tidak bisa diharapkan. Banyak orang
Papua yang akan hidup tanpa pondasi atau landasan hidup. “ Ini fakta
terkini yang menjadi gambaran besok. Kita keluar dari norma yang
ditentukan nenek moyang. Ke depan masuk surga dan neraka. Adat dinilai
kuno. Entah kuno atau modern, adat itu pondasi membangun diri.”
Semua orang Papua mesti sadar, menurut Yulianus, kalau menyoal Papua
tidak lain dari menyoal identitas. Karena itu, indentitas yang mulai
terkikis akibat kepentingan penguasa negeri ini pelu kita pertahankan.
“Bicara Papua sama dengan bicara pengembalian jati diri. Siapa saya sesungguhnya kita?” tanya Hisage, yang juga sekretaris Dewan Adat Papua (DAP), wilayah Lapago ini.
Salah satu upaya agar orang Papua peduli pada jati diri yang
terkikis, menurut Hisage, adalah dengan melakukan pendidikan adat. Ini
yang dirancang oleh DAP Balim. Di sekolah adat ini, menurut Hisage,
semua orang Papua Balim wajib mengikuti pendidikan adat. “Siapapun
datang belajar. Anak-anak sampai pendidik setinggi langit pun wajib
karena semua gagal membangun Papua ini,” katanya. (Jubi/Mawel)