Keluarga pendeta Frederika
Metalmeti (38),
saat memberikan keterangan pers di Jayapura,
Papua.
(Foto: Oktovianus Pogau/SP)
|
PAPUAN, Jayapura — Mantan Komandan Kodim
(Dandim) 1711/Boven Digoel, Letkol Inf Eko Supriyanto, yang kini
menjabat sebagai Kasi Intel Korem 174/Anig Ti Waninggap Merauke, di duga
kuat ikut terlibat dalam aksi penembakan yang menewaskan pendeta
Frederika Metalmeti (38), pada 21 November 2012 lalu, di Tanah Merah,
Boven Digoel, Papua.
“Kakak saya pernah cerita, kalau dia sedang berpacaran dengan pak Eko
(Dandim), dan minta kami mendokan hubungan tersebut. Semua orang sudah
tau kalau pak Eko berpacaran dengan ibu pendeta.”
Demikian penegasan Helen Metalmeti, adik kandung korban, saat
memberikan keterangan kepada wartawan usai persidangan di Mahkamah
Militer III-19 Jayapura, Papua, Rabu (20/2/2013) siang tadi.
Menurut Helen, pengakuan semasa korban masih hidup, terdakwa (Sertu
Irfan) hanyalah teman kerja, yang kebetulan saja saat itu sedang
ditugaskan oleh atasan untuk mengawal salah satu calon Bupati yang akan
bersaing dalam Pilkada Boven Digoel.
“Dari umur saja sangat jauh dengan ibu pendeta, kami tidak percaya
jika terdakwa sedang berpacaran dengan korban, yang kami semua tahu ibu
pendeta dengan pak Eko,” jelas Helen menambahkan.
Menurut Helen, di dalam BAP dirinya telah menceritakan semua
informasi terkait kedekatan antara korban dengan mantan Dandim, yang
kini telah menjabat sebagai Kasi Intel Korem 174/ATW Merauke, Papua,
namun tidak dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi.
“Saya sudah menandatangi berkas pemeriksaan tersebut, saya justru
heran kenapa Oditur Militer tidak memanggi kami menjadi saksi, agar kita
bisa menceritakan semua infromasi secara benar dan gambalang,” tegas
Helen.
Dikatakan, selain dirinya, ada satu saksi dengan inisial MK yang
merupakan teman dekat korban, dan mengetahui seluk-beluk hubungan antara
korban dengan mantan Dandim, sekaligus hubungan dengan terdakwa saat
ini.
“Ini persidangan sangat tidak adil, karena keluarga sangat berharap
kedekatan korban dengan mantan Dandim bisa di ungkap, agar bisa
diketahui siapa pemilik janin, dan ada maksud apa terdakwa menghabisi
korban tanpa alasan yang jelas,” tegas Helen, yang mengaku sangat kecewa
dengan perlakuan TNI.
Sementara itu, Anis Jembormase, salah satu keluarga korban menilai
hakim maupun oditur telah berusaha untuk menutupi semua fakta-fakta
hukum yang ada dalam kasus tewasnya anak mereka.
“Kami sebenarnya mau bukti hasil DNA dari janin bisa terungkap dalam
persidangan. Sebab, saat Polres Boven Digoel menyerahkan barang bukti,
termasuk dengan kaki dari janin korban, ini untuk kepentingan
pemeriksaan DNA, agar dapat diketahui siapa yang menghamili korban,”
tegas Jembormase.
Menurut Anis, tidak mungkin seorang anak muda macam Irfan bisa nekat
melakukan perbuatan tersebut, karena itu ia menduga ada orang yang
menjadi actor intelektual di balik aksi penembakan tersebut.
“Terdakwa sangat dekat dengan Dandim saat menjabat, dan sudah
mengetahui juga kalau korban punya hubungan khusus dengan Dandim, dan
tidak mungkin terdakwa melakukan pendekatan lagi dengan ibu pendeta,”
tegasnya lagi.
Penelusuran media ini, Letkol Inf Eko Supriyanto pernah menjabat
sebagai Dandim 1711/Boven Digoel sejak tanggal 25 Mei 2010 hingga awal
Agustus 2012, dan berpindah tugas ke Korem 174/ATW Merauke, dan menjabat
sebagai Kasi Intel.
Sekedar diketahui juga, korban Frederika Metalmeti meninggal dengan
janin yang usianya di prediksi enam bulan, sedangkan terdakwa mengaku
baru berhubungan badan dengan korban di bulan Agustus, artinya, tidak
masuk di akal jika janin dalam kandungan korban adalah milik terdakwa,
karena usia berhubungan badan antara terdakwa dengan korban baru
menjelang tiga bulan.
OKTOVIANUS POGAU