Liputan6.com, Jakarta : Panglima TNI Laksamana TNI Agus
Suhartono mengecam komisioner Komnas HAM Natalius Pigai. Kecaman datang
karena Natalius menyebut TNI kerjaannya hanya tidur ketika mengamankan
Papua.
"Saya rasa pernyataan Komnas HAM bahwa TNI tidur, merupakan pernyataan yang tidak simpatik dan tidak pantas yang dilakukan Komnas HAM. Karena mereka tidak mengerti situasinya," kata Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi I DPR, membahas kronologi yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/02/13).
Selain Agus, Kepala Staf Kodam Cendrawasih di Papua Brigjen I Made Agra menilai pernyataan Natalius Pigai sangat biadab. Sebagai pimpinan Komnas HAM asal Papua, Natalius tak pantas menyatakan tugas TNI di Papua hanya tidur saja.
"Itu sangat biadab, saya sudah bertahun-tahun meningalkan anak," serunya.
Dia mengungkapkan, hubungan antara TNI dengan masyarakat Papua sangat harmonis. Buktinya saat evakuasi korban penembakan kemarin, seluruh masyarakat berbondong-bondong membantu TNI mengevakuasi Jenazah.
"Koramil di sana itu sama, kami tidak pernah menggunakan senjata tajam. Sebab kami tahu yang dihadapi adalah rakyat sipil, saya bertanggung jawab memang di sana ada pembiasaan TNI," tuturnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, ketidaksiagaan TNI menjadi salah satu penyebab insiden penembakan anggota TNI oleh kelompok yang diduga Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Murib. Jumlah anggota TNI di Papua mencapai 16.000 orang, dan 200 di antaranya anggota intelijen. Sementara anggota kelompok separatis di Papua diperkirakan mencapai 1.000 orang.
"Jadi sisanya pada tidur dan nongkrong. Wajar ditembak," ujarnya dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/2/2013).
Dia melanjutkan, dari perspektif HAM, konflik antara pihak yang memiliki senjata tidak bisa dikategorikan pelanggaran HAM. "Seandainya yang ke delapan TNI itu ditembak oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka), itu tidak melanggar HAM karena keduanya adalah kelompok bersenjata yakni baik negara dan milisi. Jadi tidak ada pelanggaran HAM di situ," ucap Natalius.
Natalius mengatakan, Komnas HAM menolak keras aksi represif pemerintah di tanah Papua. Pemerintah jangan menjadikan masyarakat sebagai kambing hitam dengan menyebut sebagai kelompok separatis.
"Presiden bilang mau melakukan pendekatan dengan hati. Tapi, baru satu bulan, ada 700 tentara yang dikirim ke Papua. Antara tutur kata dan perbuatan Presiden SBY tidak seimbang," ucapnya. (Sah)
"Saya rasa pernyataan Komnas HAM bahwa TNI tidur, merupakan pernyataan yang tidak simpatik dan tidak pantas yang dilakukan Komnas HAM. Karena mereka tidak mengerti situasinya," kata Agus dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi I DPR, membahas kronologi yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/02/13).
Selain Agus, Kepala Staf Kodam Cendrawasih di Papua Brigjen I Made Agra menilai pernyataan Natalius Pigai sangat biadab. Sebagai pimpinan Komnas HAM asal Papua, Natalius tak pantas menyatakan tugas TNI di Papua hanya tidur saja.
"Itu sangat biadab, saya sudah bertahun-tahun meningalkan anak," serunya.
Dia mengungkapkan, hubungan antara TNI dengan masyarakat Papua sangat harmonis. Buktinya saat evakuasi korban penembakan kemarin, seluruh masyarakat berbondong-bondong membantu TNI mengevakuasi Jenazah.
"Koramil di sana itu sama, kami tidak pernah menggunakan senjata tajam. Sebab kami tahu yang dihadapi adalah rakyat sipil, saya bertanggung jawab memang di sana ada pembiasaan TNI," tuturnya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, ketidaksiagaan TNI menjadi salah satu penyebab insiden penembakan anggota TNI oleh kelompok yang diduga Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Murib. Jumlah anggota TNI di Papua mencapai 16.000 orang, dan 200 di antaranya anggota intelijen. Sementara anggota kelompok separatis di Papua diperkirakan mencapai 1.000 orang.
"Jadi sisanya pada tidur dan nongkrong. Wajar ditembak," ujarnya dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/2/2013).
Dia melanjutkan, dari perspektif HAM, konflik antara pihak yang memiliki senjata tidak bisa dikategorikan pelanggaran HAM. "Seandainya yang ke delapan TNI itu ditembak oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka), itu tidak melanggar HAM karena keduanya adalah kelompok bersenjata yakni baik negara dan milisi. Jadi tidak ada pelanggaran HAM di situ," ucap Natalius.
Natalius mengatakan, Komnas HAM menolak keras aksi represif pemerintah di tanah Papua. Pemerintah jangan menjadikan masyarakat sebagai kambing hitam dengan menyebut sebagai kelompok separatis.
"Presiden bilang mau melakukan pendekatan dengan hati. Tapi, baru satu bulan, ada 700 tentara yang dikirim ke Papua. Antara tutur kata dan perbuatan Presiden SBY tidak seimbang," ucapnya. (Sah)