Pages

Pages

Senin, 08 Februari 2016

PERAYAAN HUTKE 161 TAHUN INJIL MASUK DITANAH PAPUA 5 FEBRUARI 1855-2016 “ GENAP 1 TUHAN WEST PAPUA MENGAJUKAN LAMARAN KE MSG”

Perahu Jajar Orang Papua (foto tabloid jubi)
PERAYAAN HUTKE 161 TAHUN INJIL MASUK DITANAH PAPUA 5 FEBRUARI 1855-2016 “ GENAP 1 TUHAN WEST PAPUA MENGAJUKAN LAMARAN KE MSG”
JAYAPURA 7 FEBRUARI 2016. 5 Februari 1855, adalah awal peradapan manusia Papua, disinilah manusia Papua mengenal jati diri sebagai manusia yang bermartabat melalui dua rasul Ottow dan Geisler di Mansinam.Mnukwar, masuknya dua rasul Ottow dan Geisler meletakkan peradapan Manusia Papua.
Hal ini telah terbukti dengan nubuatan Pdt Ishak Semuel Kijne pada tanggal 25 Oktober 1925 dalam pengabaran berita keselamatan dan kebebasan Manusia Papua. Pdt. Ishak Semuel Kijne pernah bernubuat di atas batu Aitumeri di Wondama mengatakan bahwa, “diatas batu ini saya meletakan peradaban orang Papua, ( sekalipun Orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri.
Berdasarkan nubuatan ishak kenye maka dua dua orang yang datang ke mansinam bukan hanya bebicara pegabaran ini semata namun sesunggunya Pdt Ishak Semuel Kijne berbicara tentang Nasib bangsa Papua ke depan. Peradaban Pdt Ishak Semuel Kijne titipkan kepada gereja pada umumnya dan lebih khusus kepada GKI .
5 Februari 1855 – 2016 saat ini sudah 161 tahun (satu setengah abad ) GKI di tanah Papua-- Namun GKI banyak keluar dari nubuatan dan peradaban manusia Papua di Mansinam. Gereja –gereja di Papua lebih mementigkan dirinya dan kepentingan Negara Republik Indonesia dibandingkan berbicara tentang hak penentuan nasib sendiri Bagi rakyat Papua Barat.
Sebelum tahun 1969 rakyat Papua menentukan nasib apakah ingin berkabung dengan NKRI atau merdeka penuh berdasarkan manivesto politik KNP 1 Desember 1961, GKI salah satu gereja di Papua lebih duluh menyatakan sikap untuk bergabung dengan NKRI. Hal ini sangat disayangkan karena apa yang dilakukan oleh GKI merupakan pelecehan dan berlawanan dengan doktrin serta peradaban manusia Papua di mansinam.
Peradapan manusia papua tersebut telah terbukti bahwa, 5 Februari 1855 dimansinam bukan hanya berbicara tentang doktrin gereja tentang penginjilan, pembangunan gereja yang mewah, Tugu penginjilan, kotbah di Mimbar-mimbar Gereja bahkan mengumpulkan uang kolokte/derma untuk membayar gaji Pendeta dan menjadikan rakyat Papua lahan untuk kepentingan Gereja dan Negara, tetapi gereja tidak pernah berbicara tentang kebebasan dan keselamatan umat Tuhan di tanah Papua sesui dengan peradapan manusia papua.
GKI di tanah Papua harus dan mampu berbicara tentang kebebasan umat Tuhan di Tanah Papua seperti Hak rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, bukan sebaliknya GKI mendukung kebijakan NKRI di Papua untuk menindas hak-hak rakyat West Papua. Karena hal itu bertolak belakang dengan makna peradaban manusia Papua.
GKI bukan media pemerintah Indonesia di West Papua, sehingga menjadikan Doa Syafat untuk dan mendoakan kepentingan Indonesia agar terus menjajah West Papua. Tatkala di jemaat-jemaat (baik di kota/kampung) di minta mendoakan agenda Hak Penentuan Nasib Sendiri west Papua, justru di tolak oleh kebanyakan pimpinan gereja-gereja GKI dengan memberikan alasan bahwa gereja tidak berpolitik dan tidak terlibat dalam perjuangan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua, namun setiap hari minggu dalm Doa Syafat selalu mendoakan pemerintah Indonesia berarti secara tidak langsung GKI ikut terlibat dan berpolitik dalam penjajahan di tanah Papua,
Beberapa tahun ini Gereja-gereja sedunia (PCC) di pasifik banyak berbicara keras tentang kebebasan umat Tuhan di dunia bahkan secara nyata mendukung hak bangsa Papua untuk menentukan Nasib Sendiri (SELF DETERMINATION). Berbagai bantuan financial lainnya terus dilakukan bagi kemajuan dan penghormatan Hak Azasi Manusia (HAM) rakyat West Papua. Namun yang terjadi hanyalah “Genocida”
Pembunuhan, Pemerkosaan, Pemenjaraan dan eksploitasi Sumber Daya Alam/SDA Papua. Bagimana Gereja-gereja khususnya GKI di tanah Papua memaknai peranannya memainkan Suara kenabian dalam kondisi Papua Barat saat ini dan dimasa-masa akan datang ?
5 Februari 1855 – 5 Februari 2016 sudah 161 tahun, GKI di Tanah Papua harus menentukan sikap politik yang jelas seperti ;

1. GKI harus BERANI menyatakan diri KELUAR dari PGI dan bergabung di Dewan Gereja- gereja Pasifik dan menyeruhkan tentang kebebasan umat Tuhan di tanah Papua.
2. GKI harus BERANI MENGEMBALIKAN PERADABAN ORANG PAPUA DI PULAU MANSINAM dengan MERUBAH TATA GEREJA GKI DITANAH PAPUA TENTANG STATUS GEREJA GKI, YAITU PANCASILA dan UUD 1945 sehingga GKI tetap konsisten berdiri tegak melindungi hak-hak Asasi Manusia Papua tanpa interfensi kepentingan Pemerintah Indonesia.
3. GKI HARUS MAMPU DAN BERANI MEMPROTEKSI SERTA MENGUTAMAKAN ORANG ASLI PAPUA SEBAGAI MAYORITAS PEMELUK GKI DARIPADA PEMELUK GKI NON-PAPUA.
4. AGAMA Selama 161 tahun GKI di Papua tidak pernah berbicara tentang penderitaan umat Tuhan di West Papua sehingga momentum perayaan 160 tahun peradaban manusia Papua GKI harus berani menyuarakan tentang kebebasan uman Tuhan di West Papua.
Persoalan Hak Penentuan Nasib sendiri di West Papua saat ini mendapat dukungan yang meningkat di kawasan Pasifik khususnya kelompok Melanesia baik masyarakat dan pemerintahnya. Hal ini tidak terlepas dari peran aktif yang dimainkan oleh Dewan Gereja-gereja Pasifik. Sikap politik Dewan Gereja-gereja Pasifik untuk mendukung perjuangan rakyat di West Papua. Hal ini merupakan satu langkah maju dalam gerakan perjuangan rakyat West Papua-Termasuk GKI di tanah Papua.
Sikap politik Dewan Gereja-Gereja Pasifik pada akhir tahun 2014 berhasil mendorong dan memfasilitasi suatu pertemuan untuk mempertemukan kelompok-kelompok gerakan perjuangan West Papua di Vanuatu dan didukung oleh pemerintah Vanuatu. Langkah politik Dewan Gereja Pasifik ini patut disyukuri oleh rakyat West Papua, dan mendesak GKI untuk dapat mendukung perjuangan damai hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua.
Persaudaran dalam persatuan sebagai gereja Pasifik telah ditunjukan sebelum tahun 1961, dimana GKI sendiri adalah anggota Konferensi Gereja-gereja Pasiik, namun GKI sendiri telah mendeklarasikan diri untuk bergabung dengan Persatuan Gereja-gereja Indonesia. Hal ini menunjukan GKI sendiri menyerahkan umatnya untuk dikuasai dan ditindak/ditindas secara tidak manusiawi oleh pemerintah kolonial Indonesia.
Era JOKOWI tidak banyak perubahan baik pembungkaman ruang demokrasi dan ases media asing masus ke Papua janji kesejatraan dan pembagunan serta menciptakan keadilan.
Sama saja resim SBY dan Resim JOKOWI, tedak perlu terlalu mengharapkan karena siapa pun yang jadi presiden Indonesia tetap kolonial.

mari kita berfikir bersama untuk mengusir kolonial indonesia dan imperalisme global. Tidak penting orang papua mengemis kepada kolonial, sebaba kolonial Indonesia tidak akan mendegar suara orang papua.

apa lagi mita keadilan kepada penguasa yang merupakan pelaku, Pelaku tidak akan pernah mengaku bahwa dia pelaku pembunuhan, demikian juga pencuri, pencuri tidak akan pernah mengaku kalau dia pencuri. kita tidak perlu berharap banyak kepada penguasan tentang keadilan penegakan hukum dan kesejatraan.
Hanya ayam betina yang paling bodoh, setelah bertelur, dia berteriak supaya tuan tau ayam betina tersebut baru bertelur, jadi tidak mungkin penguasa indonesia akan meniru kelakukan ayam betina.
5 Februari kemarin pas injil masuk di tanah papua, pasti setiap pebdeta yang gotbah di mimbar pasti berbicara tentang pejanjian atau nubuatan Pdt. I.S. Kijne “Orang lain yang datang tidak akan pernah membangun Papua. Orang Papua sendiri yang akan bangkit memimpin dirinya sendiri,”pesan singkat Kain kepada saya mengingatkan saya nubuat Pdt. Isak Samuel Kijne yang selalu menjadi buah bibir orang Papua ketika bicara soal pembangunan Papua yang karut-marut saat ini.
“Di atas batu ini, saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekali pun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri,”tulis I.S. Kijne di atas batu auto meri Teluk Wondama.
Pernyataan ini berbicara tentang peradaban dan Indentitas bangsa papua secara politik. oleh sebab itu orang papua tidak harus mengemis terus kepada jakarta tetapi, orang papua harus bangkit berjuang untuk merdeka secara politik, mandiri dan berdaulat secara Ekonomi, Adil penegakan hukum tanpa pandang bulu dan berpatisifasi dalam sosial budaya dserta ilmu pengetahuan.

ONES SUHUNIAP
SEKUM KNPB
http://nestasuhunfree.blogspot.co.id/2016/02/perayaan-hutke-161-tahun-injil-masuk.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar