Pages

Pages

Jumat, 08 Januari 2016

Zely Ariane: Negara Hadir di Papua Hanya dalam Bentuk Militer

Seli Ariani Foto DOk Majalah Selangka


Yogyakarta, Koordinator National Papua Solidarity (NAPAS), Zely Ariane mengungkapkan, sejak Papua dianeksasi ke dalam Indonesia pada tahun tahun 1969, negara hadir di Papua dengan wajah militer.

Menurutnya, hal itu terjadi atas dasar sejarah buram yang berujung pelanggaran HAM di atas tanah Papua terus terjadi.

"Kita tahu bahwa negara ini hadir di Papua hanya dalam bentuk militer atau tentara," ungkapnya dalam diskusi usai pemutaran film pendek tentang Papuan Voices volume II, produksi EngageMedia, di Bentara Budaya Yogyakarta, Jumat (30/01/2015) malam.

Negara menurutnya, selama ini hanya mengutamakan kekayaan alam yang dimiliki dari pada manusianya. Akibatnya, masyarakat Papua merasakan penderitaan yang luar biasa karena negara mengambil alih tanah-tanah adat untuk menyerahkan kepada perusahaan-perusahaan asing tanpa berpihak kepada masyarakat pemilik hak ulayat.

"Rata-rata tanah di Papua adalah tanah adat. Negara ini seenaknya mengambil alih tanah-tanah adat tersebut untuk berikan kepada perusahaan asing dengan mengesampingkan hak-hak pribumi," kata Zely.

Selain itu, dia menyebut kekuatan militer juga berpengaruh pada pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Papua.

"Yang menjadi kendala dan masalah yaitu ketika wartawan lokal nasional maupun asing yang ingin meliput terutama soal kasus-kasus di Papua, mereka sangat susah karena sistem Indonesia saat ini sudah menutupi ruang gerak masyarakat yang mendiami di wilayah Papua, akibatnya wartawan yang liput hanya menurut kehendak TNI dan Polri saja," ungkap Zely.

Perempuan berkaca mata itu menilai, 8 film pendek produksi EngageMedia memberikan sedikitnya gambaran atas segala permasalahan yang terjadi di tanah Papua. Masih banyak lagi masalah serupa yang belum pernah diungkap ke permukaan.

"Mestinya film seperti ini harus ditayangkan melalui televisi nasional agar orang Indonesia menyadari betapa menderitanya orang Papua dalam berusaha mempertahankan hidup mereka dengan melawan kekuatan yang besar. Mengapa, karena masalah Papua itu kompleks," jelasnya

Pada kesempatan sama, Lena Daby, seorang mahasiswi Papua mengkritik berbagai program Pemerintah pusat terhadap rakyat Papua yang dinilai sedang melakukan genosida secara perlahan.

"Salah satu sistem yang membunuh dan menghabiskan masyarakat asli Papua yang rambut keriting dan kulit hitam adalah melalui Keluarga Berencana (KB), karena kami masyarakat Papua sudah korban melalui HAM yang dilakukan oleh negara Indonesia melalui sistem militerisme," ujarnya.

Lanjut Lena, "Karena itu, sekarang, biarkan mama-mama Papua melahirkan anaknya semampu mungkin, sehingga bisa mempertahankan generasi kami yang berambut kering dan berkulit hitam di atas tanah kami sendiri."

Acara ditutup dengan penampilan lagu dari group band Ilalang Zaman dengan 3 lagu mereka. Salah satunya, lagu "Jangan Diam Papua" di mana pada lagu itu berkolaborasi dengan dua mahasiswa Papua yakni Mateus Ch. Auwe dan Yolanda Tatogo. (Andreas M. Yeimo)

Berita ini sudah perna dimuat pada media: http://majalahselangkah.com/content/zely-ariane-negara-hadir-di-papua-hanya-dalam-bentuk-militer.
 
http://pelitapapua.blogspot.co.id/2015/01/zely-ariane-negara-hadir-di-papua-hanya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar