Situasi masyarakat desa Toyaimuti, Yabomaida dan Dauwagu sedang dikuasai TNI/POLRI dengan alasan pengamanan pembongkaran Jl. Trans Nabire Ilaga yang sedang dilewatkan melalui distrik Paniai Timur, Ekadide, Agadide, Bogobaida, Homeyo, Sugapa dan seterusnya.
Pada tnggal 14 Januari 2016, kemarin ada pertemuan masyarakat adat yang menghuni antara kampung Yabomaida - Ibouwomaida di Bopiyaamaida, Kegowauto, desa Dauwagu.
Saya sudah mendengarkan langsung di tempat tentang keluhan masyarakat ada setempat yang dibatasi Pemerintah melalui pendekatan kepala distrik, anggota DPRD Paniai dan PT. Modern. Setelah ditanya, Pimpinan PT. Modern mengaku dan mereka sudah mulai membayarkan militer dan sederatnya yang ditugaskan pemerintah di Agadide untuk mengamankan kegiatan pembongkaran Jl. Trans seperti tersebut diatas.
Pemerintah Indonesia dan PT. Modern telah tempatkan pasukan TNI/POLRI sesuai kontrak yang telah dibuatnya. Tetapi apabila masyarakat tuntut kerugian, PT Modern tidak pernah mau menerima semua usulan masyarakat terutama karyawan lokal di lapangan.
Beberapa usulan perbaikan yang telah ditolak adalah sebagai berikut :
1. Upah Rp 50 ribu rupiah/hari masih belum dirubah
2. Makan 1 piring dimakan 2 orang/hari. Hanya satu kali makan untuk 1 hari.
3. 10 orang karyawan lokal telah ditolak.
4. Kerusakan lahan, pagar, kebun, pohon Cemara telah dibayarkan hanya di bawah Rp 800 ribu rupiah untuk desa Yabomaida dan Dauwagu. Sedangkan untuk Toyaimuti telah dibayarkan sesuai permintaan pemiliknya. Terjadi DISKRIMINASI.
2. Makan 1 piring dimakan 2 orang/hari. Hanya satu kali makan untuk 1 hari.
3. 10 orang karyawan lokal telah ditolak.
4. Kerusakan lahan, pagar, kebun, pohon Cemara telah dibayarkan hanya di bawah Rp 800 ribu rupiah untuk desa Yabomaida dan Dauwagu. Sedangkan untuk Toyaimuti telah dibayarkan sesuai permintaan pemiliknya. Terjadi DISKRIMINASI.
Semua keinginan pemilik tanah adat telah ditekan oleh pemerintah dan PT. Modern dengan cara tempatkan militr bersenjata lengkap di Desa Toyaimuti, Yabomaida dan Dauwagu. Pasukan TNI/POLRI ditempatkan untuk tidak dibayar sesuai permintaan masyarakat.
Apabila ada masyarakat tuntut berlebihan mereka harus ditembak, perintah Kepala Distrik Agadide dan DPRD Paniai. Setelah saya mendengarkan pernyataan demikian, saya terpaksa MENANGIS di tengah-tengah masyarakat karena MALU dan MENYESAL. Saya menangis karena semua keluhan masyarakat adat telah ditekan oleh militer Indonesia, Pemerintah Indonesia dan PT. Modern. Mengapa kepala Distrik, anggota DPRD dan Kepala Kampung (desa) tidak mampu memfasilitasi keluhan masyarakat setempat untuk diproses sesuai keinginan mereka?
Kenapa bisa terjadi demikian?
Mengapa pemerintah Indonesia, DPRD, para kepala-kepala Desa dan pimpinan PT. Modern belum pernah bernegosisasi dengan pimpinan Yayasan Lembaga Swadaya Masyarakat (YLSM) Pegunungan Tengah Papua Barat Kabupaten Paniai di Agadide untuk membahas harga ganti rugi kerusakan akibat pembongkaran Jl. Trans terutama menyangkut penempatan militer Indonesia pada wilayah yang aman untuk masyarakat?
Agadide sedang dibuat tidak aman oleh pemerintah, P? Modern dan TNI/POLRI. Pada akhirnya, banyak uang proyek yang sedang dilarikan ke biaya pengamanan.
REKOMENDASI :
1. Presiden Jokowi diminta segera akan tarik militer yang telah ditugaskan di sepanjang pembongkaran Jl. Trans Nabire Ilaga di Agadide, Ekadide dan Bogobaida.
2. Presiden Jokowi diminta perintahkan kepada Pemerintah Daerah dan PImpinan PT. Modern bayarkan uang permisi kepada masyarakat adat (Serikat Fam Asli Papua) selaku pemilik tanah adat yang telah dan sedang dipakai oleh PT. Modern atas izin pemerintah Indonesia.
3. Pemerintah Indonesia dan PT. Modern diminta segera akan merevisi kontrak atau perjanjian kerja yang telah ditandatanganinya tentang pembongkaran Jl. Trans antara Wopabaida sampai Titigidagi untuk memenuhi semua permintaan masyarakat adat setempat yang telah disampaikan untuk diproses dari awal dimulainya kegiatan tersebut.
4. Jembatan kali Yabo tidak diizinkan untuk dibangun, apabila isi kontraknya masih belum dirubah sesuai keinginan masyarakat adat pemilik tanah adat Agadide khususnya di lokasi pembuatan jembatan. Karena Tanah adat Agadide bukan milik tokoh agama, petinggi pemerintah Indonesia, pimpinan perusahaan, TNI/POLRI, Milisi, Kepala Distrik, DPRD, DPRP dan kepala kampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar