Salah satu keluarga korban anak di Mbua, Yulius Nerigi (Foto: Elisa Sekenyap/Suara Papua). |
“Kasus Mbua harus ditarik dari variabel sebab akibat. Akibatnya apa, sebabnya apa? Selama ini saya ikuti di media arahnya itu lari tanpa menggali persoalan sesungguhnya di belakang,” tegas Nerigi kepada suarapapua.com di Wamena belum lama ini.
Menurutnya, ini kasus kematian puluhan nyawa manusia yang tidak berdosa, maka kasus ini perlu diseriusi dengan baik.
“Jadi, saya lihat dari sisi HAM karena saya juga pernah kerja di LSM. Kematian anak ini merupakan pelanggaran HAM berat, dan bupati Nduga harus bertanggungjawab. Ini masalah kesehatan, karena kasus ini ada pembiaran dan hak dasar yang tidak diperhatikan,” tutur Nerigi.
Ia juga mempertanyakan, sejauhmana kinerja Dinas Kesehatan Nduga, Dinas Sosial dan DPRD Nduga, sampai kasus ini terlantar. Dimana tugas mereka ini, apakah memang disengaja membiarkan generasi-generasi Papua di Nduga mati begitu saja?.
“Proses pembiaran ini saya mau tanya, dimana dana Otsus yang 15 persen itu? Saya juga melihat Nduga ini tidak dibangun dengan hati. Saya tahu dana-dana itu karena saya pernah di perencanaan program dinas.”
Dengan demikian, ia menyatakan, dana Otsus besar bukan untuk membangun bangunan, tetapi lebih fokus bangun manusianya dulu.
“Tetapi sayangnya, pada jaman Otsus ini orangnya mati banyak di Mbua. Jadi, saya mau bilang sekarang, penemuan penyakit Pertusis dengan komplikasi Pneumonia itu hanyalah pengalihan isu. Alasan bilang tidak pernah lakukan imunisasi itu omong kosong, sebab orang dulu tidak imunisasi tidak apa-apa kok,” ucapnya.
Nerigi menduga ada penyelewengan dana Otsus tahun 2014 untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga yang sebesar Rp3 miliar dari Rp15 miliar.
”Ketika saya tanya bupati tolak ke Kepala Dinas Kesehatan, akhirnya saya pertemukan Kepala Dinas Kesehatan dan bendaharanya bertemu Keuangan dan mereka tolak ke bupati. Jadi, saya menilai proses pembiarannya terjadi disitu,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, sekali lagi tegas Yulius Nerigi, Bupati Kabupaten Nduga harus bertanggungjawab atas kasus ini.
“Saya juga heran ketika kasus ini terjadi tidak pernah bupati panggil untuk adakan rapat, termasuk dinas juga. Jadi, jangan-jangan kasus Mbua bisa dijadikan proyek, sebab dana yang dikirim provinsi Rp1 miliar sampai hari ini tidak jelas penggunaannya.”
Sementara itu, Theo Hesegem, Ketua Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan HAM Pegunungan Tengah menuturkan, dari kasus kematian ini bisa muncul banyak aspek. Terutama dari aspek ketidakadilan pemerintah setempat, ketidakjujuran dan transparansi Pemda ke dinas-dinas, sehingga menjadi masalah besar.
“Saya harap Pemerintah Nduga melihat persoalan ini dengan serius. Jangan main-main, karena dari sisi hukum, keluarga korban punya hak ajukan ke proses hukum untuk pertanggungjawaban dana Otsus bagi kesehatan yang nilainnya sekian itu jika tidak dipergunakan dengan baik,” ujar Hesegem.
Terkait dana Otsus, Pendeta Judas Meage, Ketua Klasis GKI Balim Yalimo menyatakan, bukan karena tidak ada uang lalu tidak melayani, tetapi masyarakat waktu lalu tanpa uang tetap bisa hidup, walaupun di kampung, jadi uang bukan segalanya.
“Yang jadi soal, mahasiswa ketika melakukan investigas di wilayah Mbua dihalang, jadi kita bisa curiga, mereka yang halang-halangi ini mungkin sudah difasilitasi. Pemerintah sendiri tidak bisa buka mulut, laporan resmi hingga hari ini tidak ada. Jadi, jangan ada tekanan, ini korban nyawa manusia. Mari kita kerja lebih ekstra lagi untuk ungkap persoalan yang tersembunyi ini,” ajak Pendeta Meage.
Editor: Oktovianus Pogau
ELISA SEKENYAP
http://suarapapua.com//read/2016/01/20/3117/kematian-anak-di-mbua-hanyalah-proyek-dan-pengalihan-isu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar