Pages

Pages

Kamis, 21 Januari 2016

Jangan Terulang Lagi Perjanjian New York Agreemen 15 Agustus 1962 Jilid ke II

Penjemputan Kedube AS di Bandara Rendani Manokwari
Kujugan Kedubes AS Ini hanyalah kertakan buat Indonesia Supaya, Indonesia lunak dan tidak boleh kepala keras tentang PT.Freeport Indonesia. atau mingkin juga konspirasi politik Kapitalisme Amerika dan Kolonial Indonesia Untuk menghalau West Papua di MSG dan Tim Pencari Fakta ke Papua berdasarkan keputusan PIF.
Orang Papua jangan berharap banyak kepada Kapitalis dan Imperalisme global. Kedatangan Dubes Amerika ke Papua bukan karena peduli dengan orang Papua tetapi hanya kepentingan PT. Freeport Indonesia.

Amerika terlalu munafik, dia Amerika adalah Aktor Pembunuh Manusia Papua. Stop sandiwara Politik kepentingan Ekonomi di Papua. Kedatangan mereka hanya buat kertakan kepada Indonesia saja. Kapitalis selalu berfikir bagimana mendapatkan keuntungan Isu HAM hanya tameng kapitalis Amerika, dia berusaha dengan segala macam cara untuk mengamankan kepentigan
Perjanjian New Yok Hanya konspirasi kapitalis dan Kolonial Indonesia dan Belanda mengorbankan nasib bangsa Papua .
Hati kita kadaikan pulau ini hanya mendegar janji manis. Mereka kapitalis Bicara Ham tetapi mereka sendiri Pembunuh HAM dan melanggar HAM itu sendiri demi kepetingan Ekonomi mereka.
HAM dan demokrasi produk kapitalis dan Imperalisme Global adalah tameng. Kami belum lupa perjanjian New York berdasarkan proposal dari Amerika demi PT.Freeport melakukan perjanjian palsu konspirasi kapitalis dan kolonial. Karena pelaksanaan di West Papua penuh dengan intimidasi teror hanya untuk meloloskan kepentigan kapitalis.

sampai dengan hari ini kita jadi korban, perjanjian 15 agustus itu harus direalisasikan di Papua Barat secara demokratis satu orang Satu suara.
Kedatangan kedubes AS ke Papua Barat Perlu dipertanyakan ada apa dibaljugan yang penuh dengan tanda tanya ini..? Apkah bagian dari Intervensi Amerika Untuk menghalau Keputusan MSG dan Tim Pencari Fakta dari PIF ke Papua Barat atau ini adlah Trik politik amerika untuk menakuti negara -negara melanesia dan negara Kawasan Pasifik atau untuk kertak Indonesia atas Kontrak PT.Freepor Indonesia ?

Kita Lihat kembali Perjanjian New York 15 Agustus 1962 Penuh dengan konspirasi politi Amerika dan koroni-koroninya. dan orang Papua barat menjadi korban sampai dengan saat ini. 
Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada waktu itu sangat takut akan jatuhnya negara Indonesia ke dalam Blok komunis. Soekarno dikenal oleh dunia barat sebagai seorang Presiden yang sangat anti imperialisme barat dan pro Blok Timur. Pemerintah Amerika Serikat ingin mencegah kemungkinan terjadinya perang fisik antara Belanda dan Indonesia.

Maka Amerika Serikat memaksa pemerintah Belanda untuk menyerahkan Papua Barat ke tangan Republik Indonesia. Di samping menekan pemerintah Belanda, pemerintah AS berusaha mendekati presiden Soekarno. Soekarno diundang untuk berkunjung ke Washington (Amerika Serikat) pada tahun 1961. Tahun 1962 utusan pribadi Presiden John Kennedy yaitu Jaksa Agung Robert Kennedy mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia untuk membuktikan keinginan Amerika Serikat tentang dukungan kepada Soekarno di dalam usaha menganeksasi Papua Barat.

Untuk mengelabui mata dunia, maka proses pengambil-alihan kekuasaan di Papua Barat dilakukan melalui jalur hukum internasional secara sah dengan dimasukkannya masalah Papua Barat ke dalam agenda Majelis Umum PBB pada tahun 1962. Dari dalam Majelis Umum PBB dibuatlah Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang mengandung “Act of Free Choice” (Pernyataan Bebas Memilih). Act of Free Choice kemudian diterjemahkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai PEPERA (Pernyataan Pendapat Rakyat) yang dilaksanakan pada tahun 1969.

1. Proses Ilegal Pentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969
Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York)[i] antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam perjanjian serta penyimpangannya (kejanggalan) adalah sebagai berikut:
1. New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.

2. Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.

3. Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice…”. Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.

4. Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut:
“Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA. Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara ‘tidak’ wajar.
Mengingat bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain.
Pada tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991. Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.

Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem “musyawarah” (sistem local Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan esensi demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2509 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 tahun 1971.
 
Yang saya mau Pesan disini adalah orang Papua jangan kadaikan Tanah ini kepada Kapitlis, Imperalis dan Kolonial Inonesia. Kapitalis hanya selalu berfikir untuk mendapatkan keuntugan, kedatangan Dube AS hanya kepentigan kontrak PT. Freeport, bukan penduli tentang HAM di Papua.

By. Ones Suhuniap.
 
http://nestasuhunfree.blogspot.co.id/2016/01/jangan-terulang-lagi-perjanjian-new.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar