Semarang, Jubi – Ketua umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB),
Victor F Yeimo, mengecam tindakan brutal aparat kepolisian Indonesia
yang menghadang dan membubarkan aksi demo damai yang digelar oleh
Aliansi Mahasiswa Papua untuk memperingati tanggal 1 Desember sebagai
hari embrio lahirnya negara Papua Barat sejak tahun 1961.
“Ini sikap KNPB dari bumi Amungsa, tempat perampok Freeport beroperasi, saya dan rakyat West Papua mengecam keras tindakan biadab aparat Indonesia di Jakarta di bawah pimpinan Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya, yang secara brutal memukul, menangkap ratusan Mahasiswa Papua, dan menembak Mahasiswa Niko Suhun,” kata Victor Yeimo, melalui surat elktronik yang dikirim kepada Jubi, Rabu (2/12/2015) dari Timika, Papua.
“Kami juga mengecam Tito Karnavian yang merupakan aktor berbagai aksi teror di West Papua yang telah menewaskan banyak aktivis dan rakyat sipil Papua. Kekerasan terhadap gerakan demokratis mahasiswa ini sejalan dengan pernyataan Tito Karnavian bulan Oktober lalu bahwa ,Polisi melanggara HAM itu boleh,” katanya menegaskan.
Menurut Yeimo, Tito Karnavian dan aparat di Jakarta membuktikan dan menyatakan kepada seluruh dunia tentang wajah kekerasan aparat Indonesia yang sedang diterapkan di West Papua.
“Kami sudah menduga dari jauh hari bahwa mengkondisikan opini publik, dengan menjadikan 1 Desember sebagai momok yang berdarah-darah, karena sudah berjalan tindakan penangkapan, penculikan, dan penembakan sebelum tanggal 1 Desember 2015. Kasus penculikan di Sentani oleh Kopassus, kasus penodongan di Kota Raja oleh Brimob, hingga penembakan di Mamberamo dan Serui tadi malam adalah nyata militerisme yang terstruktur,” kata Yeimo.
Apalagi, katanya, rakyat West Papua diatas wilayahnya, dimana kolonialisme dan kapitalisme telah meraup kepentingan ekonomi dari sumber daya alam Papua.
“Rakyat West Papua tidak butuh itu. Mereka berdiri di depan gedung-gedung mewah di Jakarta yang kau bangun dengan kekayaannya hari ini untuk tujuan menuntut hak politik yang kau curi 19 hari setelah deklarasi manifesto politik 1 Desember 1961. Rakyat West Papua yang kau jajah dengan sesadar-sadarnya telah bersiap untuk menentukan nasib mereka sendiri,” katanya.
Jeffry Wenda, Ketua umum AMP, kepada Jubi mengatakan, aksi yang digelar di Jakarta pusat pada 1 Desember kemarin sudah ada surat pemberitahuan ke aparat kepolisian. Hanya saja polisi menuding tidak ada surat.
“Karena alasan itu kami dikejar-kejar, dihadang, dan berujung pada terjadinya bentrokan dan penangkapan 306 mahasiswa Papua di jakarta. Kami juga belum sempat aksi, sebelum aksi kami sudah dihadang dan runag gerak kami dipersulit,” kata Wenda. (Arnold Belau)
“Ini sikap KNPB dari bumi Amungsa, tempat perampok Freeport beroperasi, saya dan rakyat West Papua mengecam keras tindakan biadab aparat Indonesia di Jakarta di bawah pimpinan Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya, yang secara brutal memukul, menangkap ratusan Mahasiswa Papua, dan menembak Mahasiswa Niko Suhun,” kata Victor Yeimo, melalui surat elktronik yang dikirim kepada Jubi, Rabu (2/12/2015) dari Timika, Papua.
“Kami juga mengecam Tito Karnavian yang merupakan aktor berbagai aksi teror di West Papua yang telah menewaskan banyak aktivis dan rakyat sipil Papua. Kekerasan terhadap gerakan demokratis mahasiswa ini sejalan dengan pernyataan Tito Karnavian bulan Oktober lalu bahwa ,Polisi melanggara HAM itu boleh,” katanya menegaskan.
Menurut Yeimo, Tito Karnavian dan aparat di Jakarta membuktikan dan menyatakan kepada seluruh dunia tentang wajah kekerasan aparat Indonesia yang sedang diterapkan di West Papua.
“Kami sudah menduga dari jauh hari bahwa mengkondisikan opini publik, dengan menjadikan 1 Desember sebagai momok yang berdarah-darah, karena sudah berjalan tindakan penangkapan, penculikan, dan penembakan sebelum tanggal 1 Desember 2015. Kasus penculikan di Sentani oleh Kopassus, kasus penodongan di Kota Raja oleh Brimob, hingga penembakan di Mamberamo dan Serui tadi malam adalah nyata militerisme yang terstruktur,” kata Yeimo.
Apalagi, katanya, rakyat West Papua diatas wilayahnya, dimana kolonialisme dan kapitalisme telah meraup kepentingan ekonomi dari sumber daya alam Papua.
“Rakyat West Papua tidak butuh itu. Mereka berdiri di depan gedung-gedung mewah di Jakarta yang kau bangun dengan kekayaannya hari ini untuk tujuan menuntut hak politik yang kau curi 19 hari setelah deklarasi manifesto politik 1 Desember 1961. Rakyat West Papua yang kau jajah dengan sesadar-sadarnya telah bersiap untuk menentukan nasib mereka sendiri,” katanya.
Jeffry Wenda, Ketua umum AMP, kepada Jubi mengatakan, aksi yang digelar di Jakarta pusat pada 1 Desember kemarin sudah ada surat pemberitahuan ke aparat kepolisian. Hanya saja polisi menuding tidak ada surat.
“Karena alasan itu kami dikejar-kejar, dihadang, dan berujung pada terjadinya bentrokan dan penangkapan 306 mahasiswa Papua di jakarta. Kami juga belum sempat aksi, sebelum aksi kami sudah dihadang dan runag gerak kami dipersulit,” kata Wenda. (Arnold Belau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar