Demo damai mahasiswa di halaman kantor DPR Papua, Kamis (17/12/2015) – Jubi/Arjuna |
Dalam aksinya, massa membawa spanduk dan pamflet dengan berbagai tulisan. Salah satunya “Usir Freeport, Save Papua”. Demonstran menuntut PT. Freeport Indonesia (PT.FI) memenuhi semua kewajibannya kepada para pemilik ulayat area pertambangan emas dan tembaga itu. Termasuk pembayaran hak ulayat senilai Rp. 400 triliun. Jika tidak, kontrak karya ketiga Freeport tak diperpanjang dan tambang milik Amerika tersebut angkat kaki dari Papua
Koordinator demo, Robert Natikime dalam orasinya mengatakan, sejak kontrak karya pertama Freeport, tak menguntungkan pemilik ulayat. Hingga kini masyarakat di area pertambangan Freeport masih tak sejahtera.
“Ketika akan kontrak karya pertama pada 1967 lalu, perwakilan Freeport, Forbes Wilson membodohi kakek dan nenek kami. Dia menjanjikan berbagai hal tapi hingga kini tak ditepati. Kehadiran PT. Freeport tak menguntungkan pemilik ulayat. Kontrak karya ketiga tak bisa dilakukan kalau tak melibatkan pemilik ulayat dan Freeport harus membayar ganti rugi ulayat,” kata Robert.
Katanya, Freeport hadir bukan untuk mensejahterakan pemilik ulayat, khususnya dan Papua umumnya. Namun tambang itu hadir untuk memusnahkan pemilik ulayat agar bisa menguasai kekayaan alam mereka.
“DPRP segera bentuk Pansus kontrak karya Freeport. Freeport bertanggungjawab dengan semua pelanggaran HAM yang terjadi di Papua umumnya, dan Mimika khususnya akibat Freeport sejak tambang itu beroperasi 1967. Kantor Freeport harus di Papua, bukan Jakarta,” ucapnya.
Massa ditemui Ketua DPR Papua, Yunus Wonda, Ketua Komisi I DPR Papua, Elvis Tabuni, anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa, Kusmanto, dan Wilhelmus Pigai.
“Kami belum bisa mengambil langkah selanjutnya kalau kami tak melihat posisi kami. Kami menunggu respon Freeport. Beberapa waktu lalu Pemprov Papua sudah menyerahkan 17 item. Itu harus dipenuhi dulu baru bicara kontrak karya. 17 item itu memngakomodir semua kepentingan orang asli Papua,terutama tujuh suku pemilik ulayat,” kata Wonda di hadapan pendemo.
Legislator Papua, Laurenzus Kadepa usai demo mengatakan, Freeport jangan hanya berjanji. Namun harus berkomitmen membangun sumber daya manusia pemilik ulayat, selain ganti rugi tuntutan pembayar ulayat Rp. 400 triliun.
“Freeport jangan hanya janji-janji pembangunan dan lainnya. Namun yang harus dilakukan adalah membangun sumber daya manusia pemilik ulayat selain ganti rugi hak ulayat Rp. 400 triliun,” ucap Kadepa.
Kini dua gunung di Cartensz di ketinggian ribuan meter tak jauh dari salju abadi sudah berlubang. Erstberg (1967-1987) dan Grasberg (1988-2041). Dataran rendah Bumi Amungsa terus menerus menerima limbahan buangan tambang bernama tailing. Namun polemik kontrak karya dan rebutan saham terus terjadi di Jakarta.
Ertsberg telah berubah menjadi danau bernama Danau Wilson.Nama ini diberi guna mengenang Forbes Wilson, pemimpin ekspedisi Freeport 1960 bersama mendiang tokoh Amungme, Mozes Kilangin. Nama tokoh Amungme ini diabadikan menjadi Bandara Internasional, di Timika, Mozes Kilangin.
Forbes Wilson tak memungkiri peran tokoh Amungme dalam ekspedisi Freeport bersama masyarakat Amungme berjalan aman dan lancar tanpa pengawalan ketat dari tentara angkatan darat Belanda. Cukup hanya masyarakat yang menjaga keamanan rombongan Belanda dan Amerika Serikat dalam ekspedisi selama sebulan lebih April 1960.
Forbes Wilson menulis dalam bukunya berjudul The Conquest of Copper Mountain mengakui kalau Mozes Killangin adalah penunjuk jalan dan negosiator yang baik serta selalu mengawasi dan menemani selama perjalanan mendaki ke Erstberg.
Seandainya Mozes Kilangin masih hidup, entah apa yang ada di benaknya soal renegosiasi kontrak karya Freeport. Tambang AS yang ingin memperpanjang eksploitasi tambang tembaga, emas, dan perak di Grasberg dan Ertsberg, Papua, sampai 2041.
Semua pihak di Jakarta seakan tak menganggap dan tak peduli dengan warga Papua, khususnya orang Kamoro dan Amungme. Begitu pula perusahaan Freeport sejak eksplorasi tak peduli sebab telah diusir dari Cuba saat mengelola tambang belerang atau Sulphur di negara Fidel Castro. (Arjuna Pademme)
http://tabloidjubi.com/home/2015/12/18/usir-freeport-save-papua/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar