Semarang, Jubi – Puluhan aktivis mahasisa yang tergabung dalam
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) telah ditangkap dan diamankan di Polda
Metro Jaya saat hendak melakukan aksi damai memperingati hari manifesto
politik orang Papua dan hari yang oleh orang Papua diklaim sebagai hari
kemerdekaan orang Papua sejak 1 Desember 1961.
Bernardo Boma, ketua AMP Komite Kota Semarang saat menghubungi Jubi dari Jakarta mengatakan, sampai dengan saat ini sejak dirinya bersama puluhan aktivis mahasiswa lainnya hendak melakukan demo damai, aparat telah menghadang dan mereka diamankan di Polda Metro Jaya.
“Saya saat ini sedang berada di Polda Metro Jaya. Saya sedang bersama dengan puluhan aktivis AMP, saat hendak melakukan aksi dihadang lebih duu oleh aparat kepolisian dari Metro Jaya dan kami sedang diamankan di Polda,” ungkap Boma kepada Jubi melalui telepon selularnya, Selasa (1/12/2015).
Boma menceritakan, selain dirinya ada juga aktivis yang datang dari Cawang, Tangerang dan Bandung akses ke Jakarta dihadang sehingga nasib para aktivis mahasiswa ini juga sedang terus dipersempit oleh aparat.
“Pada hal AMP pusat sudah layangkan surat pemberitahuan dari jauh-jauh sebelum kami aksi. Ini kami lakukan untuk hargai sistem demokrasi dan hukum yang berlaku di Indonesia ini. Tapi sebelum kami turun, aparat sudah kerahkan pasukan dengan kekuatan penuh. Ini kami sesalkan,” jelas Boma.
Sementara itu, Wilson Nawipa, aktivis mahasiswa dari AMP Kota Malang juga melalui telepon selularnya kepada Jubi mengatakan hal yang sama. Namun data yang dibeberkan Wilson jauh lebih banyak.
“Hari ini kami sedang dihadang dan terus ditekan oleh aparat. Sudah ada sekitar 200-an aktivis mahasiswa sudah diamankan di Polda Metro Jaya. Sementara ada dua yang dikabarkan kena tembakan dari aparat,” ungkap Nawipa.
Namun, sayangnya Wilson tidak bisa memberikan data yang positif tentang dua aktivis mahasiswa yang kena tembakan dari aparat tersebut.
“Kronologis dan nama-nama aktivis yang sudah ditahan di Polda Metro Jaya kami kirim setelah kami mendata semaunya,” ucapnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alghiffari Aqsa kepada Jubi mengatakan polisi tidak hanya membubarkan secara paksa, polisi juga menangkap beberapa massa aksi secara brutal. Dalam hal ini tidak ada surat penangkapan sebelumnya, sehingga secara hukum penangkapan yang dilakukan dianggap tidak sah. Massa aksi yang ditangkap atau ditahan saat ini berjumlah 128 orang.
Peristiwa seperti ini bukan pertama kali, namun sudah berulang kali terjadi. Hak atas kebebasan berpendapat di muka umum telah dilanggar oleh Aparat Penegak Hukum. “Padahal hak atas kebebasan berpendapat di muka umum rakyat Papua juga dijamin oleh konstitusi.” ujar Alghiffari Aqsa.
Senada dengan Alghif, M. Isnur sebagai Kepala Divisi Penanganan Kasus LBH Jakarta berpendat bahwa pembubaran paksa dan penangkapan massa aksi disertai dengan tindakan represif oleh polisi seperti dipukul dan ditendang. Tindakan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum tersebut merupakan pelecehan terhadap hak atas kebebasan berpendapat di muka umum. “Sangat disayangkan, seharusnya aparat turut menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia tanpa pandang bulu, termasuk orang Papua.” ujar Isnur.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Menkopolhukam, Kapolri dan Kapolda Metro Jaya untuk melepaskan massa aksi Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali.
“Hormati, lindungi, dan penuhi hak atas kebebasan berpendapat di muka umum!” tutup Alghiffari. (Arnold Belau)
Bernardo Boma, ketua AMP Komite Kota Semarang saat menghubungi Jubi dari Jakarta mengatakan, sampai dengan saat ini sejak dirinya bersama puluhan aktivis mahasiswa lainnya hendak melakukan demo damai, aparat telah menghadang dan mereka diamankan di Polda Metro Jaya.
“Saya saat ini sedang berada di Polda Metro Jaya. Saya sedang bersama dengan puluhan aktivis AMP, saat hendak melakukan aksi dihadang lebih duu oleh aparat kepolisian dari Metro Jaya dan kami sedang diamankan di Polda,” ungkap Boma kepada Jubi melalui telepon selularnya, Selasa (1/12/2015).
Boma menceritakan, selain dirinya ada juga aktivis yang datang dari Cawang, Tangerang dan Bandung akses ke Jakarta dihadang sehingga nasib para aktivis mahasiswa ini juga sedang terus dipersempit oleh aparat.
“Pada hal AMP pusat sudah layangkan surat pemberitahuan dari jauh-jauh sebelum kami aksi. Ini kami lakukan untuk hargai sistem demokrasi dan hukum yang berlaku di Indonesia ini. Tapi sebelum kami turun, aparat sudah kerahkan pasukan dengan kekuatan penuh. Ini kami sesalkan,” jelas Boma.
Sementara itu, Wilson Nawipa, aktivis mahasiswa dari AMP Kota Malang juga melalui telepon selularnya kepada Jubi mengatakan hal yang sama. Namun data yang dibeberkan Wilson jauh lebih banyak.
“Hari ini kami sedang dihadang dan terus ditekan oleh aparat. Sudah ada sekitar 200-an aktivis mahasiswa sudah diamankan di Polda Metro Jaya. Sementara ada dua yang dikabarkan kena tembakan dari aparat,” ungkap Nawipa.
Namun, sayangnya Wilson tidak bisa memberikan data yang positif tentang dua aktivis mahasiswa yang kena tembakan dari aparat tersebut.
“Kronologis dan nama-nama aktivis yang sudah ditahan di Polda Metro Jaya kami kirim setelah kami mendata semaunya,” ucapnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alghiffari Aqsa kepada Jubi mengatakan polisi tidak hanya membubarkan secara paksa, polisi juga menangkap beberapa massa aksi secara brutal. Dalam hal ini tidak ada surat penangkapan sebelumnya, sehingga secara hukum penangkapan yang dilakukan dianggap tidak sah. Massa aksi yang ditangkap atau ditahan saat ini berjumlah 128 orang.
Peristiwa seperti ini bukan pertama kali, namun sudah berulang kali terjadi. Hak atas kebebasan berpendapat di muka umum telah dilanggar oleh Aparat Penegak Hukum. “Padahal hak atas kebebasan berpendapat di muka umum rakyat Papua juga dijamin oleh konstitusi.” ujar Alghiffari Aqsa.
Senada dengan Alghif, M. Isnur sebagai Kepala Divisi Penanganan Kasus LBH Jakarta berpendat bahwa pembubaran paksa dan penangkapan massa aksi disertai dengan tindakan represif oleh polisi seperti dipukul dan ditendang. Tindakan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum tersebut merupakan pelecehan terhadap hak atas kebebasan berpendapat di muka umum. “Sangat disayangkan, seharusnya aparat turut menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia tanpa pandang bulu, termasuk orang Papua.” ujar Isnur.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Menkopolhukam, Kapolri dan Kapolda Metro Jaya untuk melepaskan massa aksi Aliansi Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali.
“Hormati, lindungi, dan penuhi hak atas kebebasan berpendapat di muka umum!” tutup Alghiffari. (Arnold Belau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar