Keluarga korban sedang menutup kuburan 4 pelajar dengan Tehel di bawah tiang bendera di Lapangan Karel Gobai, Enarotali (12/12/2014) - Jubi/Abeth You |
Hal ini ditegaskan Kadepa menanggapi pernyataan dari Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigai, yang menyatakan penuntasan kasus penembakan yang menyebabkan empat siswa SMA di Enarotali meninggal dunia dan belasan lainnya terluka pada 8 Desember 2014 lalu, Komnas HAM RI menunggu otopsi mayat.
Manurut Kadepa, bukti-bukti sudah lengkap dan jelas. Serpihan peluru yang ada dalam tubuh korban, saksi-saksi dari pihak korban, korban yang masih hidup maupun dari pihak militer sudah ada. Tinggal negara ungkap siapa pelakunya.
“Iya, bukti dan kesaksian saksi, kesaksian korban luka yang masih hidup sudah bisa menyimpulkan siapa pelaku. Saya menduga kasus penembakan tak akan diungkap sesuai harapan keluarga korban. Saya berbicara dari semua pengalaman kasus sebelumnya seperti kasus penculikan Theys yang pelakunya diberi hukum ringan dan kini Jokowi memberinya jabatan strategis. Juga banyak kasus di masa lalu yang belum pernah ditangani serius oleh negara ini. Karena bagi saya pengalaman adalah guru,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Daerah Paniai, John Gobay, menambahkan Komnas HAM terlihat mengikuti keinginan dari pihak TNI/POLRI yang sudah membentuk tim gabungan di bawah Menkopolkam.
“Tim ini sengaja dibentuk untuk bayangi kerja bahkan berupaya menghilangkan tim Ad Hock yang dibentuk Komnas HAM. Buktinya anggota tim Ad Hock yang dibentuk dari masyarakat tidak pernah diajak rapat. Mereka (masyarakat – pihak korban) juga tidak pernah lihat SK mereka. Jadi Komnas HAM harus jaga independensinya jangan mau dipengaruhi,” kata Gobay, dari Nabire.
Soal otopsi mayat, menurut Gobay, harus disetujui pihak keluarga.
“Ini harus dilakukan dalam proses penyelidikan tim ad hoc yang melibatkan pihak yang independen agar hasilnya indepanden. Proyektil di dalam tubuhnya Yulianus Tobai, Andreas Dogopia, dan Yahya Gobai kan sudah diambil di RSUD Paniai dan sudah dikasih ke tim dari mabes Polri. Lalu mau apa lagi? Jangan batasi masalah hanya pada empat orang yang meninggal. Korban penembakan lain yang masih hidup itu bukan korban pelanggaran HAM berat kah?,” katanya.
Lanjut dia, “Saya kira tanpa korek empat orang jenazah pun, masalah ini sudah masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Sampai saat ini korban yang masih hidup dan keluarga korban masih kecewa dan berharap agar Komnas HAM RI dapat bekerja cepat,” katanya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigai menyatakan, penuntasan kasus penembakan di Paniai, 8 Desember 2014 lalu yang menyebabkan empat siswa SMA meninggal dunia dan belasan warga sipil terluka, masih menunggu otopsi jenazah para korban.
“Kasus Paniai merupakan tugas Pemerintah Pusat, Mekopolkam, Mabes Polri, Mabes TNI, dan Komnas HAM. Kasus Paniai hanya soal otopsi. Ini penting karena tak bisa menuduh orang sembarang. Otopsi bisa menunjukkan siapa pelaku yang menyebabkan kematian orang. Otopsi itu tingkat akurasinya 80 persen,” kata Natalius Pigai, usai bertemu Kapolda Papua, pekan kemarin di Jayapura. (Arnold Belau)
http://tabloidjubi.com/2015/09/15/otopsi-mayat-bukan-alasan-tepat-untuk-ungkap-kasus-paniai/