Rambut Gimbal Papua Bukan Teroris
Oleh Aten Pekei
Ilustrasi. Foto: Beko. |
Rambut Gimbal atau Dreadlock dan Sejarahnya
Rambut
gimbal atau dreadlock merupakan
rambut yang menyatu secara alami dan membentuk satu knot dan kusut atau locks. Dreadlock merupakan fenomena universal.
Ketika orang
berbicara tentang “gimbal”, pastinya dalam imajinasinya tergambar gaya rambut.
Sebernarnya, ini keliru. Gimbal sejati adalah jati diri seseorang.
Rambut
gimbal telah menyusuri sejarah panjang. Rambut gimbal di dunia mulai familiar
sejak sosok The King of Reggae, Bob
Marley merajai dunia musik “kaum pemberontak”, Reggae pada tahun 1970-an. Musik Bob berisi pesan perdamaian. Itulah Bob. Dia berjiwa dan berhati pemberontak
untuk menyampaikan suara terkait permasalahan sosial,
politik, dan masalah kemanusiaan yang terjadi pada kaumnya, Rastafarian.
Rastafarian
adalah pencerminan kepercayaan orang hitam yang mengajarkan kepercayaan pada
diri sendiri dan rasa percaya diri. Sedangkan, Rasta mengajarkan tujuan hidup
manusia untuk merasa bahagia. Semua orang berhak merasa bahagia dan hidup dalam
perdamaian, cinta, dan persaudaraan.
Ketika diwawancarai
wartawan tentang seberapa penting rambut gimbal baginya, Bob mengatakan,
“Gimbal adalah identitasku.” Menurut Bob, gimbal berarti hidup demi sesama,
bagaimana kau makan, menjalani hidup, dan memperlakukan orang lain.
Setelah Bob, musisi Lucky Dube (1980-an) dan
lainnya mulai menyanyikan lagu dengan pesan yang sama, menegakkan dan
mengangkat nilai kemanusiaan.
Selain itu,
menurut Alkitab, Samson yang berambut gimbal tidak terkalahkan. Namun, ketika
istrinya, Delilah memotong 7 locks
rambutnya, akhirnya Samson dapat terkalahkan. Sehingga, kebanyakan orang menjadikan
rambut gimbal sebagai pemecah kesombongan dari penampilan fisik antar mereka
dan menolong mereka dalam perkembangan kekuatan jasmani, mental, dan spiritual.
Rambut
gimbal secara universal dikenal sebagai hal yang sungguh-sungguh spiritual, natural,
supernatural power, dan sebagai pernyataan anti kekerasan, keselarasan,
kebersamaan dan dapat saling bersosialisasi, serta solidaritas antar sesama
tanpa menekan kaum minoritas.
Rambut Gimbal di Papua dan Penilaiannya
Rambut
gimbal di Papua sudah membudaya dan ada sejak dahulu kala, sebelum kaum
misionaris ke Papua. Rambut gimbal di Papua juga identik dengan rambut gimbal
kaum Rasta di Afrika.
Selain itu,
sebelum misionaris masuk ke Papua, orang Papua percaya rambut sebagai kekuatan
jasmani, mental, dan spiritual. Kita tahu tentang ini. Tidak banyak dituliskan
tentang itu, tetapi hampir tiap suku di Papua percaya dan punya tokoh
spiritual, seperti Manarmakeri di suku
Biak, Koyei Daba di suku Mee, dan
lainnya.
Menurut Wikipedia, cerita atau mitos Manarmakeri-lah yang merupakan awal atau dasar dari pergerakan yang
dilakukan oleh para pejuang keadilan dan perdamaian, dimana menurut mereka kehidupan yang lebih layak akan
datang dari seorang pemimpin yang merupakan orang Papua asli.
Begitu pula dengan suku Papua yang lainnya.
Orang Papua
terus menuntut keadilan dan mencari perdamaian di tanah Papua. Orang berambut
gimbal di Papua pun terus memperjuangkan hak-hak asasi manusia yang
diinjak-injak Indonesia dan pihak lain (orang-orang
yang haus kekayaan dan daerah Papua, serta darah orang asli Papua), layaknya
binatang melalui berbagai cara.
Papua
ditindas Indonesia sejak 1960-an hingga kini. Sejak Pepera 1969, Indonesia mengganggap
orang Papua yang terus menuntut keadilan dan mencari perdamaian di tanah Papua
sebagai kaum separatis dan teroris, apalagi yang berambut gimbal. Sehingga,
orang Papua ditindas, ditangkap, dan disiksa, bahkan dibunuh oleh Indonesia.
Itu versi Indonesia. Barangkali, mereka lupa akan jati dirinya. Papua
mengatakan lain!
Rambut Gimbal Bukan Teroris
Manusia sejati,
kaum yang mengerti, rambut gimbal original, dan Papua mengatakan, orang
berambut gimbal bukan teroris, bahkan bukan separatis. Rambut gimbal merupakan
ungkapan semangat anti kekerasan, anti kemapanan, dan solidaritas untuk
kalangan minoritas tertindas. Gimbal juga merupakan pemecah kesombongan dari
penampilan fisik antar sesama dan menolong sesama dalam perkembangan kekuatan
jasmani, mental, dan spiritual.
* Dari berbagai sumber
http://majalahbeko.blogspot.com/2015/08/rambut-gimbal-papua-bukan-teroris.html?m=1