Anum Siregar, SH. MH(Kuasa Hukum), Kelvis Wenda, Kamori Murib dan Theo Hesegem (Ketua Koalisi) saat di Tahanan Pengadilan Negeri Wamena. Jubi/Ist |
Wamena, Jubi – Pengadilan Negeri Wamena akhirnya
memvonis terdakwa Kelvis Wenda (KW) dan Kamori Murib (KM) dengan
hukuman penjara selama tiga tahun.
Keduanya dinyatakan bersalah dan didakwa atas kepemilikan senjata api
gengam (pistol) tanpa surat izin setelah diputuskan oleh Hakim Ketua
Ottow W.T.G.P Siagian, SH dan Hakim Anggota Rodesman Aryanto, SH dan
Andi Muh. Amir AR, SH Pengadilan Negeri Wamena pada Kamis (20/8/2015)
dengan nomor perkara nomor 20/Pid.B/2015/PN-Wmn untuk Kamori Murib dan
Kelvis Wenda, nomor perkara Nomor 21/Pid.B/2015/PN-Wmn.
Koalisi untuk Perdamaian, Hukum dan HAM Pegunungan Tengah bersama
penasehat hukum yang selama ini mendampingi keduanya menghargai putusan
hakim Pengadilan Negeri Wamena. Namun koalisi ini menilai kedua terdakwa
adalah warga sipil, bukan anggota TNI atau anggota Polri.
Dalam putusan tersebut hakim tidak mempertimbangkan keterangan
tentang “Gubernur” yang pernah memberikan himbauan kepada masyarakat
yang menyatakan bahwa apabila ada yang mengetahui penyimpanan senjata
api, maka dapat mengembalikan kepada pihak yang berwenang dan apabila
takut maka dapat melalui gubernur. Dan Bahwa siapa yang mengembalikan
akan diberikan proyek/pekerjaan”.
“Karena atas dasar itulah, Kelvis Wenda yang mengetahui keberadaan
senjata milik Jendiron Kogoya yang sudah meninggal, dengan difasilitasi
oleh Keniles Enembe Anggota DPR Kabupaten Puncak Jaya kemudian meminta
Kamori Murib mengambil senjata itu di Lani Jaya. Kami juga menyayangkan
pihak kejaksaan yang tidak menghadirkan Gubernur Papua dan Keniles
Enembe Anggota DPR Kabupaten Puncak Jaya di persidangan. Padahal mereka
adalah saksi penting dalam perkara ini,” ujar Ketua Koalisi untuk
Perdamaian, Hukum dan HAM Pegunungan Tengah, Theo Hesegem dalam siaran
persnya yang diterima Jubi, Jumat (21/8/2015).
Menurut Theo, Kelvis Wenda adalah orang yang mengetahui keberadaan
senjata dan kemudian menyuruh Kamori Murib untuk mengambilnya di Lani
Jaya. “Jelas bahwa keduanya memiliki kualifikasi perbuatan yang berbeda.
Namun dalam hal ini, hakim memberikan hukuman yang sama. Dengan
demikian, kami menilai hakim Pengadilan Negeri Wamena tidak cermat dalam
membuat putusan ini,” katanya.
Disebutkan Kamori Murib ditangkap pada 9 Desember 2014 saat membawa
senjata dari Lani Jaya ke Wamena oleh pasukan Brimob yang kebetulan
sedang melakukan operasi dan ditangkap.
Penangkapan itu disertai dengan penyiksaan dengan cara dipukul–kedua
pahanya ditusuk pisau, pun kedua telinganya dipotong. Tidak hanya itu,
rambutnya digunting, ditusuk satu kali dengan pisau lalu disiram dengan
air panas yang dicampur dengan cabai hingga melepuh dari kepala hingga
pangkal pinggang. Jari kelingking kaki bagian kanan juga dipotong.
Pukulan yang bertubi-tubi juga menyebabkan tulang rusuk kiri bagian
belakang patah dan menonjol keluar. Penyiksaan ini sama sekali tidak
diakui oleh saksi dari anggota Brimob di Pengadilan, padahal Kamori
sekarang mengalami cacat permanen.
“Lalu siapa yang bertanggung jawab atas penyiksaan ini? BAP di
Kepolisian dan keterangan di persidangan juga sangat berbeda yang
membuktikan bahwa saat diBAP, keduanya berada di bawah tekanan. Namun
hal ini juga tidak menjadi pertimbangan hakim,” ujar Theo Hesegem.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Kamori Murib dan Kelvis
Wenda didampingi oleh kuasa hukum memutuskan akan mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi Jayapura. (Islami)
http://tabloidjubi.com/2015/08/21/kelvis-wenda-dan-kamori-murib-divonis-tiga-tahun-penjara/