Foto : B A Jayapura, Indonesia, Petisi.doc/Ist |
Jayapura,(KM) --Petisi ini dibuat terkait Konstalasi konflik kekerasan terus meningkat di Papua dan tak satupun kasus kekerasan yang selesai. Dan juga kebijakan Jakarta selalu dianggap bertolak belakang dengan kebutuhan rakyat Papua. Saatnya rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri dengan menentukan sikap melalui Referendum, karena itu yang paling demokratis. Saatnya menanyakan rakyat Papua, apakah ingin bersama Indonesia atau menjadi negara sendiri?
Referendum
merupakan pilihan dan solusi yang paling demokratis. Jika referendum
terlaksana maka membuktikan adanya demokrasi indonesia.
Referendum
berdiri sebagai bentuk manifestasi demokrasi langsung (direct democracy)
yang berada di seberang konsep demokrasi perwakilan (representative
democracy). Dengan posisi yang berlawanan, maka bisa dikatakan
referendum sebagai salah satu bentuk ketidakpuasan terhadap mekanisme
maupun kinerja demokrasi.
Referendum
bersifat terbuka, demokratis dan hasilnya final bila keseluruhan
mekanismenya berjalan sesuai dengan kesepakatan kedua bela pihak yang
bertikai. Sedangkan dialog, biasanya bersifat persuasif, konsolidatif,
kompromis, rekonsiliasi serta diwakili oleh wakil-wakil dari pihak yang
bertikai dan hasilnya harus sama-sama menguntungkan (win-win solution).
Dalam
masalah Papua Barat, sebaiknya kita semua, baik orang Papua, Jakarta dan
dunia Internasional harus proporsional dalam melihat masalah Papua
Barat. Apakah masalah Papua Barat adalah konflik pertikaian politik
antara Indonesia dan Papua Barat? ataukah masalah Papua Barat adalah
masalah domestik (dalam negeri) Indonesia?. Semua pemerhati masalah
Papua Barat seharusnya melepaskan segala kepentingan pribadi dan
kelompok dan melihat "rumput bergoyang". Semua harus bertanya lagi, apa
masalah utama yang menyebabkan orang Papua mati banyak dari tahun 1962
hingga sekarang, orang Papua eksodus keluar negeri dan terasing, masih
banyak orang Papua yang hidup di hutan dan dipenjara? Juga, apa yang
mendasari rakyat Papua Barat tuntutan referendum terus menerus
dikumandangkan oleh rakyat bawah yang polos dan papa? Kita akan sampai
pada sebuah jawaban: Karena orang Papua mau Merdeka, karena orang Papua
menyadari bahwa mereka tidak sah didalam NKRI. Namun ada juga Indonesia
tidak ingin orang Papua Merdeka termasuk karena ingin mempertahankan
wilayah Papua Barat dengan membunuh dan menguras bangsa Papua Barat.
Bila
masalahnya sudah jelas diatas, maka kenapa intelektual Papua,
tokoh-tokoh Papua dan Jakarta masih berperspektif bahwa masalah Papua
adalah masalah domestik yang harus dilakukan dengan jalur dialog dengan
mengangkat masalah diluar masalah utama Papua sebagai thema dialog?.
Bila mau dialog tentang Otsus atau thema-thema pembangunan kesejahteraan
dan lain-lain, itu urusan pelaksana negara, dari pemerintah pusat
sampai daerah. Dan kalau perlu dialog untuk itu, Jakarta cukup panggil
institusi negara di Papua: DPRP, Pemprov/Pemda dan MRP. Itu urusan
mereka. Tapi yang menjadi masalah Papua hari ini adalah masalah rakyat
Papua dan masa depan rakyat Papua. Atau tegasnya, masalah status politik
wilayah Papua Barat yang belum final.
Karena belum
final, maka harus ada mekanisme demokratis dalam penyelesaian kedua
belah pihak yang bertikai, yaitu Indonesia dan Papua Barat. Indonesia
harus mengambil kemauan politik secara terbuka untuk mengembalikan
wilayah Papua Barat ke PBB karena status politik wilayah ini belum
final. PBB harus mereview kembali legalitas status politik Papua Barat
dalam NKRI. Proses 1961 hingga 1969 adalah suatu kejahatan
Internasional yang dilakukan oleh PBB, Amerika Serikat, Belanda dan
Indonesia terharap bangsa Papua Barat. PBB harus bertanggung jawab
dengan mengadakan referendum ulang bagi bangsa Papua Barat. Dan
Indonesia harus tunduk dibawah hukum Internasional dan membuka diri
untuk dilaksanakannya referendum bagi penentuan nasip bangsa Papua
Barat. Kasus sengketa politik hanya bisa diselesaian secara damai lewat
referendum.(Petisi/Kudiai/KM)
http://www.kabarmapegaa.com/2015/06/segera-gelar-referendum-bagi-rakyat.html