Oleh, Donatus Bidaipouga
Mote
Kekerasan Militer Indonesia Tehadap Orang Asli Papu. |
YOGYA. TIMIPOTU NEWS. Salah
satu contoh kenyataan pengiriman militer yang terjadi pada awal Desember tahun
2007, sekitar 800 personil TNI AD (KALAH HITAM 312, Siliwangi) dikirimkan ke kabupaten
Merauke, Provinsi Papua Barat. 800 personil itu hanya di satu kabupaten saja,
itupun tidak terhitung dengan TNI AU, Polisi dan Brimob.
Artinya
bahwa, Kehadiran militer yang terus bertambah itu membuat masyarakat resah dan
takut. Ada banyak pengalaman yang dikisahkan oleh masyarakat di kampung-kampung
yang berdekatan dengan pos-pos militer. Misalnya, bila mau keluar-masuk
kampung, harus lapor di pos tentara, (Hal
seperti ini menurut saya sangat aneh sekali). Padahal warga itu berasal
dari kampung itu “tanah leluhur mereka”. Selain itu, bangunan-bangunan militer
yang mewa, dengan sewenang-wenang menyerobot tanah dan hasil hutan masyarakat
Papua.
Mengapa Banyak Militer di Papua
Judul
kecil di atas ini patut dipertanyakan secara kritis bahwa dengan alasan, Papua bukan ibu kota negara kok begitu banyak
militer?? Papua hanya salah satu Provinsi dari
negara Indonesia.
Mengapa
Papua begitu banyak militer?
Pertama,
kebijakan negara, karena Papua dianggap “rawan” separatis; hal ini disebabkan
oleh kesalahan sejarah yang sudah terjadi
sejak PEPERA tahun 1969. Sehingga pemerintah Indonesia terus menerus
dihantui kekuatan militer di Papua “ jangan sampai Papua lepas dari NKRI “ negara Indonesia merasa takut Papua keluar
dari NKRI karena memang benar penyembunyian sejarah kebenaran bangsa Papua”
Teror
tentara terhadap masyarakat Papua merupakan manifestasi teror negara supaya
Tanah dan Orang Papua jangan lepas dari NKRI karena Papua secara politis dan
Ekonomi sangat menjanjikan.
Teror terhadap masyarakat
Papua merupakan manifestasi teror negara supaya Tanah dan Orang Papua jangan
lepas dari NKRI. Kalau memang Indonesia niat baik dan mau
mempertahankan Papua ke dalam NKRI, Mengapa dilakukan secara kekuatan militer? Mengapa
Negara mengorbankan berapa ratus orang dengan senjata?? dengan teror ini saya
rasa kapan dan dimana pun tidak akan selesai.
Tanah
Papua kaya akan sumber daya alam, sehingga sering menjadi ajang perebutan
kekuasaan antara elit nasional dan elit lokal terkait dengan kepentingan
politis dan ekonomis itu. Di sini, peran militer sangat vital
untuk mem-back up penguasa dan
pegusaha yang mempunyai kepetingan politis dan ekonomi di tanah Papua, dan yang
menjadi korban adalah MANUSIA ASLI PAPUA DAN ALAM PAPUA.
Kedua,
pemekaran-pemekaran kabupaten yang dilancarkan oleh Pemerintah pusat bekerja
sama dengan beberapa elit lokal yang mencari kepentingannya. Hal pemekaran ini
juga tidak terlepas dari hal penguasa,
pengusaha dan militer. Logika sederhana saya bahwa, supaya kekuasaan itu
langgeng(tetap menang), dia harus bayar kepada militer. Akibat dari pemekaran
yang banyak di Papua negara juga meluangkan kesempatan untuk mengirim militer.
Ketiga,
supaya kolaborasi dan perselingkuhan ini tetap terjadi/konfik ini tetap terjadi
maka militer diciptakan strategi konflik, kemudian strategi konflik dari
militer peraktek dalam masyarakat Papua. Memunculkan strategi konflik ini
supaya militer mempunyai proyek dengan dana yang besar atas nama keamanan dan
kestabilan nasional.
Keempat,
adanya lingkaran setan kepentingan antara penguasa, pegusaha, dan militer.
Dampak Kehadiran Militer di Papua
1. Adanya
keresehan dan ketakutan dalam masyarakat Papua.
2. Terbelunggunya
hak atas kebebasan untuk mengungkapkan pendapat
3. Stigmatisasi
sosial dan politik: pembunuhan karakter dan proses demokratisasi di Tanah Papua
dan Orang Papua. Hal ini terlihat jelas bila ada sekelompok masyarakat Papua
yang bersikap kritis terhadap kebijakan negara serta perilaku aparat negara
yang tidak adil dan menindas, maka masyarakat Papua dicap dan diberi stigma
sebagai ‘separatis” serta Tanah Papua dicap sebagai “ rawan keamanan” sehingga
terus mendatangkan militer. Proses stigmatisasi ini terus berlangsung sampai
saat ini dan ini terjadi secara sistematis dan sosio-kultural sehingga
mematikan karakter dan kreativitas mayarakat asli Papua.
4. Terciptanya
istilah “zona damai” di Tanah Papua. Kita perlu mengklarifikasi istilah ini
secara kritis karena istilah “zona damai” hanya bisa pakai/hanya bisa ada,
kalau “zona perang”, karena tanah Papua bukan medan perang.
Dari
penjelasan tulisan diatas dapat menarik benan merah bahwa terjadi kehadiran
militer di Papua “Militerisasi di Papua” telah memberikan dampak buruk bagi
Orang Asli Papua. Sebab sejarah telah mencatat dengan rapi akan kehidupan orang
Papua dalam NKRI bahwa ribu juta Orang Papua telah korban kekerasan militer.
Oleh sebab itu, harpannya pemerintah Indonesia mestinya memaknai bineka tunggal
ika yang telah menjadi dasar negara republik Indonesia.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan suku dan ras dan budaya, maka watak
pemerintah Indonesia juga mesti brwatak untuk melindungi masyarakat dari
berbagai suku, ras dan budaya yang sudah ada. Intinya, esensi negara berbudaya
mesti ditunjukkan dengan implementasi dalam perlindungannya.
Catatan
“tulisan ini pernah dimuat dalam buku
saya yang pertama “Jeritan anak bangsa” tahun 2012.
Reporter
Of Timipotu News
Int.
Bidapouga////http://www.timipotu.com/2015/06/kehadiran-militer-dan-dampak-negatif-di.html