Uskup Desmond Tutu dan Benny Wenda. Foto: freewestpapua.org
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Peraih hadiah Nobel Pedamaian tahun 1984,Uskup Desmond Tutu mengharapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuka mata terhadap segala bentuk penindasan yang dialami rakyat Papua Barat dan megoreksi kembali kesalahan atas aneksasi Papua ke dalam Indonesia yang dinilai merugikan rakyat Papua.
Hal itu disampaikan uskup kepada Benny Wenda, juru bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada saat keduanya bertemu di Cape Town, Afrika Selatan 27 Februari 2015 lalu.
"Saya terkejut untuk mengetahui bahwa Papua Barat masih belum bebas. Saya tidak berpikir bahwa hal-hal seperti ini masih terjadi. Saya menelepon Perserikatan Bangsa-bangsa dan semua badan yang relevan untuk meminta melakukan apa yang benar, karena mereka tahu, untuk Papua Barat," kata uskup asal Afrika Selatan ini dikutip freewestpapua.org
"Saya ingin menambahkan suara saya untuk menumbuhkan panggilan internasional kepada Sekretaris Jendral PBB untuk mereview kembali dalam kaitannya dengan penentuan pendapat rakyat tahun 1969."
Uskup menegaskan selama orang lain merasakan kebebasan, sementara lainnya tidak merasakan kebebasan, maka tentu merupakan ketidakbebasan yang dirasakan bersama.
"Saya sangat, sangat tertekan dan berdoa bahwa Indonesia dan negara-negara lain akan melakukan hal yang benar, karena itu adalah hak mereka rakyat Papua sebagai anak-anak Allah," sambungnya
Pada kesempatan itu, aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an ini mengatakan suatu saat Papua akan merasakan kemerdekaan yang sedang diperjuangkan rakyat Papua selama ini. "Lain kali aku melihatmu (Benny), Anda akan memiliki paspor Papua Barat," urainya berharap.
Sebelumnya pada tahun 2004, uskup Desmod Tutu pernah menegaskan kembali kepada PBB bahwa Pepera yang pernah digelar pada tahun 1969 bukalah referendum yang tepat karena dilakukan dalam tekanan yang luar biasa.
"Hal ini dengan keprihatinan mendalam yang telah saya pelajari tentang peran PBB dalam pengambilalihan Papua Barat di Indonesia, dan mendiskreditkan sekarang bahwa Pepera tahun 1969 bukan sebuah referendum yang tepat, di mana setiap orang dewasa, laki-laki dan perempuan tidak memiliki kesempatan untuk memilih dengan pemungutan suara secara rahasia. Namun, lebih dari 1.000 orang yang mengangkat tangan dan dipaksa untuk bergabung dengan Indonesia dalam ketakutan dan represi."
Untuk diketahui, Desmond Mpilo Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan. Ia juga merupakan seorang aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an sebagai salah seorang penentang apartheid. Tutu dipilih dan ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan Ia ditahbiskan di kota Cape Town.
Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela juga memberikan pandangan yang baik tentang Tutu.Ia berkata bahwa Tutu adalah seorang yang tidak pernah takut untuk menyuarakan suara "mereka yang tidak dapat bersuara". (MC2/029/MS)
http://majalahselangkah.com/content/-ini-harapan-uskup-desmod-tutu-bagi-bangsa-papua-barat