Pages

Pages

Senin, 23 Maret 2015

Anak Papua Harus Menyanyi Lagu "Hai Tanahku Papua"

Lagu "Hai Tanahku Papua" versi yang asli. Foto: J.Anary
Pada tahun 1958 sebuah perusahaan penerbit di Negeri Belanda, telah menerbitkan ulang Nyanyian Pemuda-Pemudi Seruling Mas yang kata-katanya dikarang oleh Isaac Semuel Kijne, seorang pendeta dari Gereja Kristen Protestan di Belanda, yang bernaung di bawah missi zending dan dia pernah bekerja sebagai pendeta dan sekaligus guru pada Sekolah Guru di Aitumieri, Miei, Teluk Wondama.

Dalam buku nyanyian yang terdiri dari 60 buah lagu, tersebut, Kijne konon menggubahnya di atas bukit Aitumieri, sambil memandang panorama senja hari ketika sang surya hendak terbenam di bagian barat Teluk Wandamen, yang kini dikenal dengan sebutan Teluk Wondama tersebut, maupun pada pagi hari saat matahari bersinar terang.

Lagu-lagu yang ditujukan konsumsinya adalah pemuda - pemudi Papua tersebut sebagian besar diangkat dari tema kehidupan dan aktivitas sehari-hari sebagai pujian dan hormat bagi Kemuliaan TUHAN ALLAH, Pencipta Alam Semesta.

Di dalam ke-60 lagu dari Seruling Mas tersebut, ada satu lagu nomor 2 berjudul Hai Tanah ku Papua yang dalam bahasa Belanda dahulu disebut sebagai Nieuw Guinea. 

Lagu Hai Tanah ku Papua ini terdiri dari 7 ayat yang kesemua isinya lebih banyak merupakan bentuk pujian Kijne dan sebenarnya adalah pujian dari Orang-orang Asli Papua terhadap bumi, laut dan tanah beserta segenap isinya yang merupakan Karunia TUHAN bagi mereka dan semua orang asli Papua.

Ayat pertamanya berbunyi demikian : "Hai Tanahku Papua, Kau Tanah lahir ku, Kau hendak kukasihi sehingga ajalku". Sedangkan ayat (2) berbunyi : "Kukasih pasir putih di pantaimu senang, dimana lautan biru berkilat dalam t'rang". Kemudian dalam ayat 7 berbunyi : "Syukur bagimu TUHAN: Kau b'rikan tanahku, b'ri aku rajin juga sampaikan maksudMu."

Jika kita menyimak bersama isi dari kedua bahkan ketiga ayat dari Lagu Hai Tanah ku Papua tersebut, sebenarnya berkisah tentang panorama dan kekaguman Kijne serta Orang Papua terhadap alam margasatwanya yang luar biasa kaya tersebut. 

Jadi sedikitpun tidak ada unsur atau faktor politik di dalam syair lagu tersebut, bahkan tak ada unsur separatis di dalam setiap bait dari lagu yang penuh makna humanis dan teologis tersebut. 

Sehingga sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, saya hendak mendesak Pimpinan Badan Pekerja AM Sinode Gereja Kristen Ijili (GKI) Di Tanah Papua bersama Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) untuk memasukan lagu Hai Tanah ku Papua sebagai bagian dari muatan lokal dalam kurikulum sekolah-sekolahd asar dan menengah di Negeri tercinta ini.

Lagu Hai Tanah ku Papua juga dapat dinyanyikan sebagai lagu lokal pada semua acara-acara gerejawi maupun masyarakat dan pemerintah lokal di atas Tanah Papua tanpa perlu ragu dan takut, karena tidak ada sesuatu hal yang membatasinya secara hukum berdasarkan aturan perundangan yang berlaku.

Satu hal yang perlu digaris-bawahi, bahwa Lagu Hai Tanahku Papua bukan merupakan lagu milik Organisasi Papua Merdeka (OPM) maupun organisasi sosial-politik Papua lainnya, tetapi dia adalah milik rakyat dan Orang Asli Papua sebagaimana digubah dan dikarang kata-katanya oleh Pdt.Isaac Semuel Kijne dahulu di Aitumieri - Miei, Kabupaten Teluk Wondama.

Dengan demikian lagu ini harus dan dapat segera dilatih dan dinyanyikan oleh semua anak Papua di atas negerinya sendiri dengan nada dasar do sama dengan g 4/4 sebagai bagian dari hikayat Tom and Reggi yang sedang berjalan menuju Kota Emas, sebagaimana ditulis p[ula oleh Kijne.


Yan Christian Warinussy Adalah  Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada/Advokat dan Pembela HAM (Lawyer and Human Right Defenders) di Tanah Papua/Anggota Steering Committee Foker LSM se-Tanah Papua/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari.-


Sumber : http://majalahselangkah.com/