Pages

Pages

Senin, 02 Februari 2015

AMP: Perusahaan Nasional-Asing dan Indonesia "Angkat Kaki" dari Tanah Papua

Massa aksi AMP komite Kota Yogyakarta di Malioboro, Titik Nol Kilometer sesaat setelah demo. Foto: Ist.
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Hari ini, Senin (02/02/15) pagi, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) turun jalan untuk demonstrasi di beberapa kota di pulau Jawa.

Di kota Yogyakarta, aksi dipusatkan di Malioboro, Titik Nol Kilometer, tempat Almlarhum Paulus Petege dibunuh OTK pada 5 Juni lalu, yang hingga kini kasusnya 'membusuk' di kepolisian, bersama kasus kematian Jessica Elisabeth Isir, mahasiswi asal Papua yang ditemukan membusuk di rel kereta api TImoho, Yogyakarta.

Jefry Wenda, ketua AMP pusat, pada Minggu (01/02/15), melalui media sosial menjelaskan, aksi menolak Freeport, perusahaan asing lainnya di Papua, dan tuntutan akses atas hak rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis adalah aksi nasional, dituntut dalam bentuk aksi demo damai oleh setiap AMP komite kota.

AMP Yogyakarta-Solo kumpul di Asrama Kamasan I Papua. Pantauan majalahselangkah.com, mahasiswa Papua mulai turun jalan menuju Malioboro mulai pukul 10.30 WIB.

"Kami menuntut pemerintah Indonesia melalui Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla agar segera menutup PT Freeport yang hingga sampai saat ini menjadi dalang kemanusiaan di atas tanah Papua," jelas AMP melalui keterangan tertulisnya kepada majalahselangkah.com.

Aden Dimi, koordinator umum aksi AMP Yogyakarta, kepada majalahselangkah.com melalui pernyataan tertulis menjelaskan, walaupun pergantian rezim terus terjadi hingga Rezim Jokowi Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) tidak disertai perubahan mendasar terhadap rakyat Papua.

"Pelanggaran HAM yang di lakukan oleh aparat Militer Indonesia sampai saat ini dan masih terus terjadi. Bukti penembakan yang membabi buta terhadap 5 pelajar di Enarotali, Kab. Paniai, Papua Barat, Penyisiran terhadap masyarakat kampung Utikini, dan masih banyak lagi. Di tengah situasi teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua Barat masih terus terjadi hingga dewasa ini, pemerintah Kolonial Indonesia dan Imperialisme Amerika Serikat masih terus melakuakan pembahasan perpanjangan kontrak PT. Freeport tanpa persetujuan dari rakyat Papua Barat," tegas Dimi.

AMP komite kota Surabaya dan Malang, Jawa Timur, juga turun jalan pada hari yang sama. Yustus Yekusamon, juru bicara aksi kepada para wartawan, disaksikan sumber majalahselangkah.com menjelaskan, PT Freeport dan perusahaan asing lainnya menjadi dalang kejahatan terhadap kemanusiaan di tanah Papua.

"Sejak awal berdiri sampai sekarang, PT Freeport selalu bikin ulah dengan menciptakan konflik yang akan berakhir dengan penyisiran, kematian, penganiayaan terhadap orang asli Papua," tegasnya.

Yustus juga menjelaskan, militer di Papua telah nyata menjadi anjing-anjing penjaga eksploitasi para koorporat dibanding menjaga dan melindungi rakyat sipil. "Kami meminta militer Indonesia ditarik baik yang organik maupun non organik," tegasnya.

AMP komite kota Semarang juga turun jalan. Ketua AMP Semarang, Otiz Tabuni melalui keterangan tertulis kepada majalahselangkah.com menegaskan Freeport, perusahaan asing lainnya, militer Indonesia telah menjadi dalang dalam kejahatan kemanusiaan di tanah Papua.

Di Bandung dan Bogor, Jawa Barat, AMP komite kota juga dikabarkan mengorganisir mahasiswa Papua turun jalan. Dengan tuntutan sama, mereka turun dikawal aparat keamanan Indonesia dengan ketat.

Jefty Wenda, ketua AMP pusat, melalui keterngan tertulis menjelaskan, ada 3 tuntutan utama dalam aksi nasional ini. Pertama, mendesak untuk segera menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik negara-negara Imperialis seperti PT. Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh tanah Papua.

Kedua, mendesak Indonesia menarik militer Indonesia (TNI/Polri) Organik dan non-Organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.

Ketiga, menuntut akses atas hak bangsa Papua menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat. (Topilus B. Tebai/MS)


Sumber :  www.majalahselangkah.com