Ilustrasi: Demo damai Mahasiswa Papua (SUP) Jogyakarta di hadang oleh Polisi depan Bundaran UGM , Aksi terkait masalah Penembakan warga sipil di Paniai, tgl, 08/12/2014. Foto: Ist. |
Dari pengertian di atas kita dapat simpulkan bahwa demokrasi adalah adanya partisipasi warga negara dalam perumusan, pengembangan serta pembuatan hukum.
Apabila wakil warga negara ikut dalam perumusan, pengembangan serta pembuat hukum maka kehidupan masyarakat tidak akan kacau, karena semua keputusan telah dilakukan dengan baik antara pemerinntah dan rakyat yang telah diwakili wakil rakkyat.
Misalnya, eksistensi demokrasi ditandai oleh adanya warga negara yang bebas menyampaikan pendapat di muka umum. Ini misalnya karena orang itu merasa tidak nyaman dengan sistem yang diterapkan baginya, sehingga menggunakan hak demokrasinya untuk berbicara menentang.
Jadi yang dijunjung tinggi adalah kebebasan individu sebagai manusia merdeka. Kita dapat melihat situasi saman sekarang di Papua, menyangkut kehidupan demokrasi.
Orang Papua memperjuangkan kemerdekaan karena orang Papua merasa tidak cocok hidup dengan Indonesia yang dianggapnya penjajah. Ini karena sejak hari aneksasi, juga dalam prosesnya, semua sistem yang diterapkan adalah sistem penindasan.
Ini juga mengenai manipulasi dalam sejarah Papua, dimana Pepera 1969 tidak menghormati hak demokrasi orang Papua, hanya karena kepentingan ekonomi oleh Amerika, Belanda dan Indonesia.
Kalau dilihat dari fakta-fakta serta pengalaman-pengalan di Indonesia, sangat jelas sekali bila kita katakan kalau demokrasi itu hanya terdapat di pulau Jawa dan sekitarnya. Demokrasi itu tidak ada bagi orang Papua.
Orang Papua selalu menyampaikan rasa ketidaknyaman dan merasa akan damai dan aman bila hidup tanpa kehadiran Indonesia. Mereka memperjuangkan Papua merdeka secara terbuka, dengan berdasarkan prinsip demokrasi.
Kita tahu bahwa ruang demokrasi bagi orang Papua ditutup.
Dapat kita lihat di Papua seperti demonstrasi KNPB yang dijaga ketat oleh aparat TNI/Polri (lengkapnya baca di sini). Demonstrasi mahasiswa Uncen (selengkapnya dapat dilihat di sini). TNI/Polri mengganggu Ibadah duka terpanggilnya John Otto Ondawame (selengkapnya baca di sini). Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite Yogyakarta melakukan aksi damai yang dihadang oleh Organisasi Masyarakat (selengkapnya baca di sini).
Massa aksi demo AMP saat itu dikelilingi oleh gabungan TNI/Polri, sehinga sangat susah bagi wartawan yang datang untuk meliput berita.
AMP Yogya menggelar mimbar bebas di titik Nol dengan tuntutan dua wartawa asing harus dibebaskan tanpa syarat. Kegiatan ini juga dihadang oleh TNI/Polri, padahal beberapa hari sebelum kegiatan, AMP sudah memberikan surat pemberitahuan ke Kepolisian.
Ruang demokrasi sangat ditutup bagi orang Papua. Dan bila Indonesia mengaku negara demokrasi, itu benar, tapi tidak termasuk Papua.
Ruang demokrasi bagi orang Papua ditutup. Orang Papua tidak bisa menyampaikan aspirasi ke publik. Wartawan asing dilarang masuk di Papua. Belum ada tangung jawab atas semua pelanggaran HAM di tanah Papua yang dilakukan oleh sang penindas, Indonesia.
Banyak media-media di Papua yang bekerja sama dengan TNI/Polri, sehinga berita yang dinaikan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Inilah fakta-fakta yang terjadi di Papua, yang menandakan Demokrasi negara ini tidak ada, atau tidak berlaku khusus bagi orang Papua di tanah Papua dan orang Papua di luar tanah Papua.
Tanggung jawab ada di tangan mahasiswa dan generasi muda Papua. Yang benar tetap benar, dan tak akan pernah menjadi salah. Kebenaran pasti akan menang.
Maka kita harusnya menjadi manusia bagi sesama, terutama di tengah kematian demokrasi di tanah Papua, dengan cara yang bermartabat dan sesuai nilai-nilai demokrasi.
Fransiskus Tigi, mahasiswa asal Papua, kuliah di Yogyakarta.
Sumber : http://majalahselangkah.com/index.php/content/-tidak-ada-demokrasi-bagi-orang-papua