Foto: TNI/POLRI tembak mati pelajar di Paniai, 8 Desember 2014 | Dok. B-TPN |
Buletin TPN, Internasional -- 10 Desember 2014 merupakan hari Hak Asasi Manusia (HAM), Seluruh dunia memperingatinya dengan berbagai bentuk kegiatan. Untuk itu, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mengecam pelaku pelanggaran HAM berat sesuai dengan status Politik Papua Barat.
Terkait berita Paniai berdarah, AMP bekerja sama dengan Mahasiswa asal; Nabire, Paniai, Dogiyai dan Deiyai guna menyusun kronologis Paniai Berdara yang sesunguhnya.
Ini Pernyataan Sikap
“Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua
Sebagai Solusi Demokratis”
Sebagai Solusi Demokratis”
Kronologis Paniai Berdarah
Pada subuh senin,
08 Desember 2014, kira-kira pukul 02.10 WP. Seorang anak lakik-laki bersama
beberapa orang lainnya menjaga pondok natal yang didirikan oleh warga di pinggir
jalan yang melintas Jalan Raya Enarotali-Madi.
Saat itu, sebuah mobil
patroli Polres paniai dari arah Enarotali melintas menuju Madi. Mobil itu tidak
menyalahkan lampu sebagai penerangan jalan.
Anak laki-laki yang
menjaga pondok Natal itu menegur, ’’ woee, kalau jalan malam itu harus nyalakan
lampu,” kata anak laki-laki itu.
Ternyata mobil itu
ditumpangi Polisi.
Polisi yang sedang
berpatroli tak menerima ungkapan tersebut. Mereka menuruni mobil dan
mengejeknya dengan bahasa yang tak sedap didengar.
Anak tersebut dipukul
dengan popor senjata. Anak itu pinsan.
Besoknya, Senin (08/12/2014),
sekitar pukul 07:30 WP, warga Ipakiye melakukan aksi menuju Polres paniai di
madi. Dalam perjalanan itu, dihadang oleh apart Polisi dan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Tim Khusus 753 yang berada di paniai Papua.
Sebagian warga
telah berkumpul di lapangan sebak bola Karel Gobay, Enarotali. Mereka mulai
berkomunikasi dengan aparat kepolisian dan brigadir mobil yang ada disitu. Tetapi,
tidak ditanggapi.
Karena kecewa, warga yang berkumpul dilapangan sepak bola Karel Gobay mengambil batu di sekitar mereka dan melempari kantor koramil yang letaknya depan lapangan. Juga mobil dalmas yang dikemudikan para petugas patroli tanpa lampu penerang tersebut dihancurkan masa.
Aparat gabungan Tim
Khusus 753, Brimob dan polisi menyikapi ekspresi kekecewaan warga dan menembak
ke arah massa aksi yang berkumpul dilapangan Karel GHobay, Enarotali. Tindak
aparat ini menewaskan empat (4) warga sipil dan sebelas (11) warga lainnya
mengalami luka berat.
Wakil Bupati
Kabuapten Paniai, Drs. Yohanis You, M,Si, yang mendatangi tempat kejadian
perestiwa (TKP) untuk bernegosiasi dengan gabungan militer, ditodong dengan
senjata. Wakil Bupati pun pulang tanpa mampu berbuat apa-apa.
Sekitar pukul 09:
00 WP, korban tembak mati bertambah dua sehingga seluruhnya ada enam.
Salah satu dari
korban tembak, Yulian Yeimo, akhirnya meninggal dari rumah sakit saat menjalani
perawatan medis.
Keluarga korban bersepakat
untuk tidak mengubur 6 mayat hasil penembakan gabungan TNI 753, Brimob dan
Polisi. Mereka memutuskan menunggu kedatangan kapolda dan kodam Papua untuk
mempertanggungjawabkan tindakan anggotnya. Mayat dijejer di lapangan Karel
Gobai.
5 orang yang ditembak
mati dan sudah bias dipastikan, oleh gabungan militer Indonesia, 17 orang
lainnya luka tembak dan kritis.
SATU: Simon Degei berusia 18 Tahun. Ia sekolah siswa di SMA Negeri I Paniai dan saat ini berada di kelas III. Ia di tembak mati ditempat dan saat ini masih dijejer bersama mayat lainnya di lapangan sepak bola, Karel Gobai.
SATU: Simon Degei berusia 18 Tahun. Ia sekolah siswa di SMA Negeri I Paniai dan saat ini berada di kelas III. Ia di tembak mati ditempat dan saat ini masih dijejer bersama mayat lainnya di lapangan sepak bola, Karel Gobai.
DUA: Otianus Gobai. Ia berusia 18 Tahun. Ia siswa SMA Negeri I
Paniai kelas III, mengenakan baju sekolah, osis. Ia ditembak mati di tempat.
TIGA: Alfius Youw berusia 17 Tahun. Ia juga
adalah siswa SMA Negeri I Paniai kelas III. Tampak di foto, dia menggunakan
baju olahraga biru. Bersama tiga korban lainya, dia ditembak mati ditempat.
EMPAT: Yulian Yeimo berusia 17 Tahun. Ia
siswa SMA Negeri Paniai. Saat ini, berada di kelas I. ia meningga di RSUD
Paniai.
KELIMA: Abia Gobai berumur 17 tahun. Ia juga
siswa SMA Negeri Paniai. Seperti 3 rekan yang lainnya, ia berada di kelas III.
Abia ditemukan tewas di kampung kogekotu, sebelah lapangan terbang, sekitar 400
meter dari kantor Porles Paniai. Mayat Abian Gobai telah dibawa ke rumah oleh
keluarga. Mayatnya tidak dijejer bersama mayat empat rekannya di lapangan sepak
bola Karel Gobay.
KEENAM: Ada penambahan korban. Dua mayat,
baru ditemukan. Jasatnya belum dipastikan. Dikarena kan, jaringan Telkomsel
yang tidak aktif, sehingga tidak bisa berkomunikasi.
Sementara 17 orang
luka-luka kritis oleh karena, pukulan dari popor senjata dan tembakan. Mereka masih dirawat di RSUD Madi, Paniai. Yaitu:
1. Oni Yeimo (Pemuda), .
2. Yulian Mote (25 Tahun, PNS),
3. Oktovianus Gobai (Siswa SMP kelas I),
4. Noak Gobai (Mahasiswa di STIKIP Semester V),
5. Bernadus Magai Yogi (Siswa SD kelas IV),
6. Akulian Degei (Siswa SMP kelas I),
7. Agusta Degei (28 Tahun, Ibu Rumah Tangga),
8. Andarias Dogopia (Pemuda),
9. Abenardus Bunai (Siswa SD kelas IV),
10. Neles Gobai (PNS),
11. Jerry Gobai (Siswa SD kelas V),
12. Marice Yogi (52 Tahun, Ibu rumah tangga),
13. Oktovianus Gobai (Siswa SD kelas V),
14. Yulian Tobai (Satpam RSUD),
15. Yuliana Edowai (Ibu rumah tangga),
16. Jermias Kayame (48 Tahun, Kepala Kampung Awabutu),
17. Selpi Dogopia (34 Tahun),
2. Yulian Mote (25 Tahun, PNS),
3. Oktovianus Gobai (Siswa SMP kelas I),
4. Noak Gobai (Mahasiswa di STIKIP Semester V),
5. Bernadus Magai Yogi (Siswa SD kelas IV),
6. Akulian Degei (Siswa SMP kelas I),
7. Agusta Degei (28 Tahun, Ibu Rumah Tangga),
8. Andarias Dogopia (Pemuda),
9. Abenardus Bunai (Siswa SD kelas IV),
10. Neles Gobai (PNS),
11. Jerry Gobai (Siswa SD kelas V),
12. Marice Yogi (52 Tahun, Ibu rumah tangga),
13. Oktovianus Gobai (Siswa SD kelas V),
14. Yulian Tobai (Satpam RSUD),
15. Yuliana Edowai (Ibu rumah tangga),
16. Jermias Kayame (48 Tahun, Kepala Kampung Awabutu),
17. Selpi Dogopia (34 Tahun),
Pernyataan Sikap:
Peristiwa Papua berdarah berawal dari 19 Desember 1961 saat Operasi Trikora. Dimana, telah melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan kepada rakyat Papua Barat yang pro-kemerdekaan Papua Barat.
Peristiwa Papua berdarah berawal dari 19 Desember 1961 saat Operasi Trikora. Dimana, telah melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan kepada rakyat Papua Barat yang pro-kemerdekaan Papua Barat.
Peristiwa, tragedi
atau gejolak Papua terus berlanjut hingga 1 Mei 1963 saat penyerahan administrasi
Papua Barat kepada Indonesia melalui Badan Perwakilan PBB, UNTEA. Sejak itulah
operasi demi operasi militer guna mensituasikan Papua sebagai Daerah Operasi
Militer (DOM) telah melakukan genosida, pelanggaran HAM berat kepada orang asli
Papua.
Hingga hari ini terus
terjadi. Terbukti dengan situasi yang dibuat, dipicuh oleh Militer Indonesia.
Dua bulan terakhir
ini tercatat bahwa tiga orang warga sipil di Dogiyai yang ditembak di kaki
hingga mengalami lumpuh. 10 orang aktivis dipenjarahkan di Polres Nabire hanya
karena menyuarakan kebenaran dan dikenakan Pasal 160, 106, dan 55 secara
sepihak tanpa ada koordinasi seimbang dari korban. Hal yang sama, enam orang
aktivis di Kaimana ditahan, yang sebelumnya sekertariat KNPB digrebek oleh
Polisi Indonesia. Rumah warga sipil dibakar, beberapa warga sipil ditahan,
hanya karena tidak mampu mengejar TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat). Tragedi Paniai Berdarah, seperti pada materi di atas. Dan Delapan orang
aktivis ditahan tanpa alasan di Dok VIII, Jayapura, pada tanggal 9 Desember
2014 waktu sore Papua.
Dengan demikian,
kami Aliansi Mahasiswa Papua menuntut:
1. Rezim Jokowi-JK HARUS Bertanggung Jawab Atas
Tindakan Pelanggaran HAM Berat oleh TNI/POLRI di Tanah Papua, Khususnya di
Kabupaten Paniai yang telah Menembak Mati 6 Warga Sipil dan 17 belas luka-luka.
2. Tarik Militer Organik dan Non-organik Dari
Seluruh Tanah Papua. Karena, Ada Sebagai Pelaku Pelanggaran HAM di Tanah Papua.
3. STOP Pengiriman TNI/POLRI ke Tanah Papua dan
Penambahan Kodam, Pos-pos Militer lainnya.
4. STOP Pengejaran dan Penangkapan Tanpa Bukti
Fakta Pelanggaran.
5. HAPUS UU Penanaman Modal Asing di Tanah Papua.
Karena, Awal Mula Malapetaka Pelanggaran HAM di Tanah Papua.
6. Melalui Jokowi-JK, Indonesia STOP Menutupi
dan Mengalihkan Persoalan HAM dengan Pendekatan-Pendekatan Nasionalis-Sosialis,
Penipuan Publik.
7. STOP Penipuan Kepada Rakyat Papua Barat Melalui
Paket/Produk Kebijakan Indonesia yang Sepihak, HAPUS UU. NO 21 Tahun 2001 Tentang
Kebijakan Otonomi Khusus.
8. Buka Ruang Demokrasi di Tanah Papua dan Berikan
Akses Jurnalis Internasional Seluas-luasnya Untuk Melakukan Kegiatan Jurnalis
di Tanah Papua.
9. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua sebagai Solusi
Demokratis.
Demikian
pernyataan sikap kami, secara tegas dan terus akan kami tuntut, mohon pantauan
semua pihak dan kerja samanya yang baik, kami ucapkan terima kasih.
Kolonialisme,
Hapuskan!
Militerisme Kolonial, Lawan!
Imperialisme, Akhiri!
Militerisme Kolonial, Lawan!
Imperialisme, Akhiri!
Salam
Pembebasan!
Salam Revolusi!
Salam Revolusi!
Tanah Kolonial
Indonesia, 10 Desember 2014
Mengetahui Komite Pusat
Aliansi Mahasiswa Papua, Biro Politik
"Kepada semua peduli HAM
diharapkan bersama menyikapi dan lebih jelih melihat akar persoalan,"
kata Sonny Dogopia, biro Politik AMP Komite Pusat, siang tadi. (Odiyai Gobai/B-TPN)
Sumber : www.taringpapuanews.com