Jayapura, Jubi – Delegasi berbagai organisasi diharapkan bersatu
dengan segera membuat badan kordinasi kerja untuk menjawab aplikasi
Melanesian Spearhead Group (MSG) usai menghadiri Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Penyatuan Papua Barat yang tengah berlangsung di Port Vila,
Vanuatu.
Elias Ramosta Petege, aktivis HAM Papua di Jogjakarta mengatakan,
persatuan semua organisasi di Papua Barat untuk perjuangan pembebasan
Bangsa Papua harus segera ditindaklanjuti. Menurutnya, penyatuan itu
bisa diawali dengan melakukan rekonsiliasi, dimana para pemimpin
organisasi harus mau membuat badan kordinasi kerja terkait aplikasi
Melanesian Spearhead Group.
“Para pemimpin Papua harus segera membuat rekonsiliasi dan persatuan
menyeluruh dalam sebuah badan kordinasi bersama. Setelah mereka pulang
dari Vanuatu, entah hasilnya baik atau jelek, kita di Papua harus ada
semangat baru, hidup baru yang dapat menghimpun semua kekuatan rakyat
sipil dan organ-organ pergerakan yang ada di Papua untuk melawan
penindasan dan ketidakadilan di Papua,” kata Petege kepada Jubi, Rabu
(3/12).
Menurut Petege, masyarakat Papua sedang berada dalam sistem
penindasan pemerintah Indonesia. Sistem penindasan itu digambarkannya
melalui berbagai kebijakan pemerintah pusat bagi masyarakat di Bumi
Cenderawasih. Diantaranya, melakukan pemekaran wilayah-wilayah padahal
belum memenuhi syarat dilakukannya suatu pemekaran, seperti jumlah
penduduk. Untuk itu, Petege dari Nasional Papua Solidaritas (NAPAS) yang
berbasis di Jakarta itu mengimbau agar hal-hal yang menimbulkan
perpecahan antar masyarakat Papua dapat dihindari.
“Karena kita sudah akan melawan sistem penindasan pemerintah. Dan itu
harus juga dinyatakan dengan membentuk sebuah wadah kordinasi bersama.
Di wada inilah, setiap pemimpin Papua harus bersatu tanpa curiga, ego
dan tanpa ragu demi Papua,” harapnya.
Petege mengatakan, ada empat syarat utama untuk penyatuan. “Pertama,
para pemimpin Papua harus saling mengakui apa adanya. Kedua, para
pemimpin Papua harus meninggalkan sikap ambisi, egois dan tidak boleh
praktekkan politik primodialisme.”
Lanjut Petege, syarat ketiga, para pemimpin harus punya kekhasan
berdemokrasi. “Itu artinya, para pemimpin Papua harus mengarahkan arah
perjuangan Papua pada penegakkan prinsip-prinsip demokrasi. Contohnya,
jika kemerdekaan politik adalah agenda utama, maka setiap pemimpin harus
setia melaksanakan agenda tersebut sampai sukses,” ujarnya.
Kemudian, syarat keempat, para pemimpin Papua harus melaksanakan
segala sesuatu berdasarkan kebenaran. “Karena kebenaran akan membenarkan
kita dan mengalahkan pemerintah, yang menindas dan membunuh rakyat
Papua selama ini,” lagi kata Petege.
Dalam kesempatan berbeda, Yusak Reba, dosen Fakultas Hukum di
Universitas Cenderawasih (Uncen) mengatakan, rakyat di Tanah Papua telah
lama merindukan hubungan dan penyatuan antar setiap pemimpin. Ia
mengaharapkan, sekembalinya para delegasi Papua Barat dari Vanuatu
nanti, semua harapan rakyat Papua untuk persatuan itu benar-benar
terwujud. (Ernest Pugiye).
Sumber : www.tabloidjubi.com