Mobil Toyota Rush milik anggota TNI Yonif 753 Nabire yang dirusak warga (Foto: Ist) |
“Kami sudah dapat laporan dari warga kalau pemilik mobil Toyota Rush adalah Komandan Tim Khusus Yonif 753 Nabire yang saat ini bertugas di Paniai,” kata Otto, saat memberikan keterangan pers, Kamis (11/12/2014), di Kantor Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Padang Bulan, Jayapura, Papua.
Menurut Otto, jika Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Panglima TNI ingin melakukan investigasi di Paniai, seharusnya dimulai dari informasi siapa pemilik mobil, dan siapa dua orang anggota TNI yang menggunakan mobil saat malam kejadian berlangsung. (Baca: Aparat TNI/Polri Tembak Mati Empat Warga Sipil di Kabupaten Paniai).
“Kunci membongkar kasus ini, termasuk siapa pelaku penembakan terhadap kelima warga sipil ini ada pada mobil itu, kalau memang anggota TNI yang punya, sudah pasti pelakunya, dan perlu dikembangkan oleh tim investigasI,” tegas Otto.
Menurut Otto, dari informasi yang disampaikan masyarakat sipil di Paniai, dapat terlihat skenario aparat kepolisian yang berusaha memutar balikan fakta terkait peristiwa sebenarnya yang terjadi di lapangan Karel Gobay. (Baca: Lagi, Satu Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri; Korban Jadi Lima Orang).
“Yang perlu ditelusuri lebih lanjut adalah siapa pemilik mobil, tapi kan sudah jelas, setelah itu siapa yang mengendarai mobil itu saat kejadian perlu ditelusuri lebih lanjut,” tegasnya. (Baca:Kado Natal Jokowi-JK untuk Papua, 5 Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri).
Menurut Otto, dari pemberitaan berbagai media massa di Jakarta, terkesan Panglima TNI maupun Kapolri berusaha mengkambing hitamkan anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB), atau yang lebih sering disebut dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“Kami juga dapat informasi kalau gunung yang disebut sebagai asal penembakan dari kelompok OPM sangat jauh, sekitar 7 kilomoter, jadi tidak masuk akal, kalau markas Koramil Paniai Timur berada sekitar 30 meter dari lapangan tempat empat warga sipil ditembak,” tegasnya. (Baca: Ini 5 Nama Korban Tewas, dan 2 Korban Luka Kritis di Paniai).
Jika dikaitkan dengan pelanggaran HAM dalam peristiwa di Paniai, menurut Otto, harus dilihat dari indikasi adanya penyiksaan, kemudian operasi yang secara masif, terencana, dan terstruktur yang dilakukan aparat keamanan. Baca: Warinussy: TNI dan Polri Telah Melakukan Pelanggaran HAM Berat di Paniai).
“Karena sejumlah anggota TNI saat itu mengajak teman-temannya untuk datang melakukan penyiksaan terhadap salah satu anak dibawah umur, kami kira ini bisa masuk kategori pelanggaran HAM yang dilakukan aparat,” katanya. (Baca: Kapolda dan Pangdam Batal ke Paniai, 4 Jenazah Dimakamkan di Depan Kantor Koramil).
“Saya justru mendorong dewan adat Paniai untuk menggelar sidang adat untuk memberikan keputusan dan hukuman adat kepada pelaku penembakan yang di duga kuat aparat TNI,” katanya. (Baca: Presiden Jokowi Diminta Bertanggung Jawab atas Tewasnya 5 Warga Sipil di Paniai).
Otto juga meminta aparat TNI dan Polri untuk tidak memutar balikan fakta, termasuk menuduh kelompok OPM sebagai pelaku penembakan, namun melakukan investigasi menyeluruh untuk memastikan pelaku penembakan terhadap lima warga sipil.
“Saya juga mendorong pihak TNI untuk melakukan investigasi, dan umumkan kepada publik duduk masalah yang sebenarnya, termasuk kepemilikan mobil tersebut.” (Baca: Pimpinan Gereja Tolak Rencana Presiden Jokowi Hadiri Perayaan Natal di Papua).
“Saya juga mengharapkan pihak Polda untuk tidak manipulasi kondisi Paniai, karena justru akan merepotkan aparat kepolisian sendiri, sebab masyarakat tahu siapa pelaku penembakan yang sebenarnya,” tegas Komisioner Komnas HAM asal Aceh ini.
Tokoh masyrakat sipil di Jayapura, Robert Jitmau menegaskan, penembakan terhadap lima warga sipil di Lapangan Karel Gobay, Paniai, merupakan aksi brutal TNI/Polri yang menggunakan timah panas, dan senjata mematikan. (Baca: Ini Tanggapan Wakil Presiden Terkait Penembakan di Paniai).
“Kapolda dan Pangdam harus dicopot karena tidak berani bertanggung jawab atas peristiwa di Paniai. Kami kecewa karena aparat TNI/Polri terus menerus mencari alibi untuk tidak bertanggung jawab dalam kasus ini,” kata Jitmau. (Baca: Kapolda dan Pangdam Batal ke Paniai, 4 Jenazah Dimakamkan di Depan Kantor Koramil).
Menurut Jitmau, aparat TNI/Polri perlu mengakui kesalahan, dan Presiden Jokowi secara resmi meminta maaf atas perbuatan yang terjadi di paniai, sebab hal ini wujud wujud rekonsiliasi, dan sebuah usaha menciptakan perdamaiaan di Papua. (Baca: Ketua Dewan Adat: Presiden Jokowi Harus Minta Maaf kepada Warga Paniai).
“Pelaku-pelaku kekerasan harus dihukum, karena ini bukan Negara rimba, masa warga sipil di tembak seperti hewan, kami meminta aparat bertanggung jawab atas perbuatan ini, jangan seperti kasus Aimas, Sorong, yang menguap tanpa ada pertanggung jawaban hukum,” tegas Jitmau. (Baca: Ketua AJI Kota Jayapura: Polisi Tidak Profesional Dalam Kasus Paniai).
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com/