Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe (Foto: Ist) |
“Soal pemekaran, disini ada UU Otsus, pemerintah pusat harus mengerti itu. Disini bukan diberlakukan undang-undang secara nasional, disini yang berlaku UU Otsus,” kata Enembe kepada wartawan, Minggu (2/11/2014) di Jayapura, Papua.
Menurut orang nomor satu di Papua ini, kewenangan untuk merumuskan sebuah pemekaran wilayah di tanah Papua ada di tangan Pemerintah Provinsi Papua, bukan Jakarta. (Baca: Mendagri: Pemekaran Propinsi Akan Dipusatkan di Papua).
“Disini ada pemerintah provinsi, dan lembaga-lembaga seperti DPRP, MRP, karenanya harus mendapatkan persetujuan dulu, jangan pusat drop sembarangan saja,” kata Enembe.
Gubernur menyatakan, jika pemekaran benar-benar terjadi, yang menikmati dampak dari pemekaran dan kesejahteraan nantinya bukan Orang Asli Papua (OAP).
“Dana yang dikucurkan pemerintah melalui UU Otsus juga selama ini hanya datang ke Papua untuk transit saja, setelah itu keluar lagi ke Jakarta.” (Baca: Kebijakan Transmigrasi dan Pemekaran Untuk Papua: Air Susu Dibalas Air Tuba?).
“Tidak ada lagi pemekaran di Papua, ini ada mekanismenya, jangan bicara sembarang sebab pemekaran tidak menjawab persoalan Papua,” kata Enembe.
Terkait pemekaran wilayah Kabupaten/Kota, Enembe mengaku setuju untuk mendukung, namun harus melalui prosedur dan mekanisme yang disetujui DPRP dan MRP.
“JIka disuruh referendum untuk menguji masyarakat mau pemekaran atau tidak, pasti mereka katakan tidak, selama ini hanya elit-elit yang kalah politik yang datang berjuang ke Jakarta,” tegas Enembe.
Untuk itu, Gubernur Lukas Enembe meminta Mendagri yang baru, Tjahyo Kumulo, tidak sembarangan bicara tentang pemekaran di wilayah Papua.
“Jadi, saya katakan lagi, tidak boleh ada program pemekaran di tanah Papua, kalau ada, itu harus melalui persetujuan DPRP dan MRP,” tegas Enembe.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : www.suarapapua.com/