Ketua KNPB Wilayah Nabire, Sadrak Kudiyai dan teman-temannya mendekam di tahanan Polres Nabire (Foto: Ist) |
“Tidak ada alasan apapun untuk menahan dan menghukum mereka, bebaskan seluruh anggota KNPB yang masih ditahan itu,” demikian Koordinator Sorakpam, Benny Goo, dalam pernyataan sikap, yang juga diterima suarapapua.com, Senin malam.
Puluhan anggota KNPB tersebut ditangkap dan ditahan pada saat peringati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-VI KNPB, Rabu 19 November 2014 lalu di Terminal Moanemani Kabupaten Dogiyai, dan di kampus Universitas Satya Wiyata Mandala (USWIM) Nabire.
Sorakpam dalam surat bernomor 57/Sorakpam/2014, menyebut dua peristiwa tersebut bukti masih tertutupnya ruang ekspresi dan demokrasi di Tanah Papua yang hingga hari ini terus dibungkam negara melalui aparatusnya. (Baca: KNPB: Polda Papua Malah Benarkan Tindakan Brutal Brimob di Dogiyai)
“Negara Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi setiap warga negaranya dari Sabang hingga Merauke.”
“Setiap aksi dari warga Negara Indonesia yang dilakukan dalam bentuk demonstrasi damai, mogok sipil, aksi bisu, dll, tidak semuanya bermuara anarkis, merusak aset negara, mengganggu keamanan negara, dll. Contohnya aksi KNPB di Dogiyai, berlangsung damai, tetapi dibubarkan paksa oleh aparat keamanan, bahkan lepas tembakan peluru hingga terjadi pemukulan dan penyiksaan,” bebernya.
Pelaksanaan aksi damai serentak di seluruh Papua (19/11/2014), sejatinya bukan menuntut Papua Merdeka, tetapi mereka adakan untuk memperingati HUT ke-VI KNPB.
Benny menuturkan, “Setelah melihat kembali aksi damai yang dilakukan di Dogiyai dan Nabire, tentu sangat memalukan bagi pihak keamanan karena tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dan mekanisme penahanan warga negara Indonesia.”
Aksi damai di Moanemani, Kabupaten Dogiyai, misalnya, ratusan warga dikoordinir KNPB Wilayah Dogiyai berkumpul di Terminal Moanemani untuk ibadah bersama peringati HUT ke-VI KNPB.
Disebutkan dalam laporan kronologi, warga ditahan tak beraturan dan Brimob mengejar massa aksi saat sedang pulang dengan aman. “Jadi, bukan pada saat aksi sedang berlangsung,” ujar Benny.
Satu alasan mengejutkan dilontarkan Brimob saat seorang Anggota DPRD dan keluarga mengunjungi para tahanan. Katanya, anggota KNPB ditahan sebagai jaminan untuk menuntut kesejahteraannya kepada Bupati Dogiyai, dengan nilai Rp 3 Miliar.
“Kami meminta Pemimpin Dogiyai, dan Brimob, bahwa jangan menjadikan para tahanan ini sebagai objek dan jaminan untuk menyelesaikan masalah pribadi kalian karena KNPB adalah faksi perjuangan,” tegas Sorakpam dalam pernyataan sikap.
Kejadian di Kabupaten Nabire, menurut Sorakpam, massa dipukul dan ditahan aparat keamanan di dalam kampus USWIM, bukan di jalan raya dan tempat umum.
“Menjadi pertanyaan, kenapa polisi harus masuk ke dalam kampus, apakah aturan kampus telah mengijinkan polisi?.”
Tim Sorakpam saat mengunjungi para tahanan ini di Polres Nabire pada 22 November 2014 jam 9:00 WIT, mengungkapkan kekecewaannya karena proses penahanan berlangsung tanpa alasan yang jelas.
Karena itu, para tahanan tolak berita acara polisi, bahkan memilih mogok makan sebagai bukti penolakan terhadap tindakan sewenang-wenang aparat keamanan.
Kondisi para tahanan di sel Polres Nabire, sejauh pengamatan Sorakpam, sangat buruk. David Pigai, ketua KNPB wilayah Dogiyai yang ditembak di kaki kiri, Ansel Pigai A juga tertembak di kaki kanan, begitupun kaki kanan Oktovianus Tebai, menjerit kesakitan.
Selain mereka tiga, nama-nama yang ditahan di Polres Nabire yakni Marselus Edowai, Eneas Anou, Agus Waine, Marten Pigome, Okto Tebai, Ferry Pekei, Wilem Pigai, Ansel Pigai B, Stevanus Goo, dan Thomas Waine.
Dari KNPB wilayah Nabire, Sadrak Kudiyai (Ketua), Yafeth Keiya, Agus Tebai, Desederius Goo, Natan Pigome, Elian Tebai, Alibian Kadepa, Mecky Kadepa, Hans Edowai, Aleks Pigai, Kristina Yeimo, dan Niko Mote.
MARY
Sumber : www.suarapapua.com/