Anggota DPR Papua, Natan Pahabol – Jubi/Arjuna |
Jayapura, Jubi – Anggota DPR Papua, Natan Pahabol menyatakan, jika Pemerintah Daerah (Pemda) tak peduli masalah pendidikan di wilayahnya, sama saja mematikan harapan masa depan Orang Asli Papua (OAP).
Katanya, semua bupati yang ada di Papua adalah putra daerah. Mereka pasti tahu solusi mengatasi masalah pendidikan di wilayah pemerintahannya.
“Misalnya saja di Yahukimo, pendidikan sangat prihatin. Sekitar 51 distrik yang ada di sana, hampir tidak ada guru. Akibatnya anak-anak jadi korban buta aksara,” kata Natan kepada Jubi, Rabu (19/11) petang.
Menurutnya, dari data Dinas Pendidikan Papua, buta aksara di Papua mencapai kurang lebih 600 ribu. Namun jumlah itu kata Natan, masih kurang jika melihat realita di lapangan.
“Harus ada fungsi kontrol dari kepala daerah hingga ke tingkat distrik dan kampung. Pembayaran gaji guru harus di tempat tugas. Jangan transfer ke bank. Masyarakat juga harus ikut mengontrol. Guru juga harus punya hati mengabdi di Papua. jangan hanya terima hak tapi tidak menjalankan kewajiban,” ucapnya.
Katanya, jangan menciptakan doktor tanpa melalui dasar yang kuat. Kata Natan, sebelum Papua mengirim orang untuk menjadi doktor, yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah pendidikan dasar.
“Kalau Papua mau maju, haras memperbaiki pendidikan Sekolah Dasar (SD). Jangan menciptakan doktor dulu baru memperbaiki SD. Jangan mimpi jadi doktor kalau pendidikan dasar kurang baik,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, salah satu masalah besar yang dihadapi di Papua kini adalah kualifikasi guru Sekolah Dasar (SD).
Sesuai data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta LPMP Papua, dari 11.461 guru, baru 1.224 berkualifikasi S1 atau 10,6 persen.
Hal ini tentu tidak sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa pada tahun 2015, pemerintah mesti menuntaskan kualifikasi guru ke jenjang S1.
“Sangat mustahil pada akhir tahun 2015, Papua mampu menuntaskan kualifikasi guru-guru. Tidak bisa memecahkannya secara konvensional dan bekerja sendiri,” kata Enembe .
Karenanya dia meminta semua pihak bekerja keras serta mampu menjalin kerjasama dengan berbagai pemangku kunci. Kerjasama dengan lembaga pendidikan seperti FKIP Uncen dan Kolose pendidikan guru, serta lembaga pendidikan tinggi di Indonesia harus direalisasikan untuk menjawab masalah itu. (Arjuna Pademme)
Sumber : www.tabloidjubi.com