Pages

Pages

Sabtu, 01 November 2014

Buchtar Tabuni: Jokowi Harus Laksanakan Refrendum Sebelum OAP Habis

Buctar Tabuni di Tangkap (IST)
Abepura, Jubi – Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni mengatakan, terkait dilantiknya Joko Widodo  (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI), maka pembangunan maupun refrendum menjadi kewajiban Jokowi-JK untuk Papua. 

“Jokowi harus melaksanakan refrendum sebelum orang asli Papua (OAP) habis di tembak mati TNI/POLRI,” ungkap pria yang kini dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Papua ini.

Sehingga, Tabuni menegaskan, selain membangun kesejahteraan dan infrastruktur pemerintah Indonesia, siapapun presidennya wajib membangun Papua. “Saya tegaskan pemerintah RI wajib membangun Papua tetapi juga wajib melaksanakan referendum di Papua,” katanya, lewat pers realesnya kepada Jubi, Sabtu (1/11).

Menurut Tabuni, pemerintah RI mempunyai kewajiban moral dan hukum untuk membangun Papua. Pemerintah RI yang mengaku diri sebagai negara demokrasi yang benar, maka harus merealisasikan konsep demokrasi dalam kehidupan berdemokrasi orang Papua di Tanah Papua. ”Orang Papua harus bebas menyampaikan pendapat dimuka umum secara lisan dan tertulis,” katanya.

Orang Papua, kata Tabuni, harus mendapatkan ruang untuk berdemonstrasi di ruang publik tanpa ada yang menghalangi. Pihak keamanan hanya boleh mengamati aktivitas orang Papua yang tak merusak kehidupan. “Mengganggu arus lalulintas tidak boleh menjadi alasan untuk membubarkan masa,” katanya.

Menurut Tabuni, orang Papua juga harus bebas atas pekerjaan karya intelektual menulis artikel dan buku mengenai hak berdemokrasi. “Orang Papua harus mendapatkan fasilitas yang memadai dan bebas untuk menulis demi melahirkan ide-ide pembangunan Papua yang lebih baik,” katanya, yang kini dia mengaku dalam perjalanan mengarugi samudra Pasific untuk menghadiri Reunifikasi Orang Papua di Vanuatu akhir November ini.

Tabuni yang juga mantan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ini mengatakan, kewajiban moral itu tidak terlepas dari hukum Indonesia. Konstitusi Negara Indonesia menjamin kemerdekaan orang Papua menyampaikan aspirasinya. Kemerdekaan ialah hak segala bangsa, termasuk bangsa Papua.

Kewajiban pemerintah itu kiranya tidak lain dari perjanjian Amerika atau yang dikenal dengan New York Egreement 1962. Perjanjian yang terdiri dari 29 pasal yang mengatur 13 macam hal, seperti penentuan nasib sendiri hak politik. Pemerintah Indonesia beranggapan melaksanakan hak penentuan nasib sendiri dalam PEPERA 1969, namun bagi Tabuni, tidak. Pemerintah Indonesia tidak pernah memenuhi standar Refrendum Internasional.

Menurut Tabuni, pemerintah jangan hanya kewajiban pembangunan infrastruktur diutamakan, lalu hak penentuan nasib sendiri ditiadakan. 

Kemudian, sangat tidak benar membunuh dan menembak mati orang Papua yang menuntut hak penentuan nasib sendiri. ”Hal itu tak boleh terjadi karena pembangunan di Papua dan hak penetuan nasib sendiri bagi rakyat Papua sudah diatur dalam Perjanjian New York Agreemet 15 Agustus 1962,” jelasnya.

Pekan lalu, salah satu aktivis hak asasi manusia di Papua, Peneas Lokbere mengatakan orang Papua tidak boleh terlalu berharap kepada pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan masalah Papua. Orang Papua harus bergerak maju membangun kehidupannya sendiri .

“Orang Papua mesti pikir melakukan hal-hal yang orang Papua bisa lakukan supaya bebas dari konflik yang terus tanpa akhir ini,” ungkap Lokbere yang juga Kordinator Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) ini kepada Jubi, di Abepura, Kota Jayapura. (Benny Mawel)

Sumber :  www.Tabloidjubi.com