Pages

Pages

Senin, 06 Oktober 2014

Tuntut Bebaskan Dua Wartawan Perancis, KNPB Akan Gelar Aksi Demo Damai

Nesta Suhun, Sekum KNPB Pusat dan Bazoka Logo, Jubir Nasional KNPB (Foto: Arnold Belau/Suara Papua)
PAPUAN, Jayapura--- Pada 13 Oktober 2014 mendatang, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) akan melakukan aksi demo damai menuntut pemerintah Indonesia membebaskan dua wartawan Perancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, yang ditangkap di Wamena, pada 6 Agustus 2014 lalu.

“KNPB seruhkan kepada seluruh organisasi pro-demokrasi, pekerja HAM, serta seluruh masyarakat Papua dari Sorong sampai Samarai untuk berparitisipasai dalam aksi demo ini,” ujar Juru Bicara (Jubir) Nasional KNPB, Bazoka Logo, saat memberikan keterangan pers, siang tadi, di Waena, Jayapura, Papua.

Menurut Bazoka, demo tersebut dilakukan untuk menuntut pemerintah Indonesia membaskan dua wartawan Perancis yang kini masih ditahan di Kantor Imigrasi Jayapura, Papua.

“Indonesia sebagai Negara demokrasi harusnya tidak boleh tahan dua wartawan asing itu. Karena akibatnya akan mencederai nama Indonesia di mata Internasional. Selain itu, secara tidak langsung Indonesia memperkosa demokrasi,” tegas Bazoka.

Bazoka juga mengatakan, ia mempertanyakan pernyataan Gubernur Papua yang pernah mempersilahkan wartawan asing datang meliput secara bebas di tanah Papua, namun nyatanya dua wartawan Perancis kembali ditahan. .

“Penangkapan dua wartawan bukti bahwa akses wartawan Internasional tidak pernah diberikan ke Papua untuk meliput. Ini adalah upaya lanjutan yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, untuk membungkam ruang demokrasi di tanah Papua,” jelasnya.

“Juga ada upaya dari negara Indonesia untuk mengisolasi masalah-masalah yang selama ini terjadi di tanah Papua dari pantauan masyarakat Internasional,” ungkap Bazoka. 

Sementara itu, Sekretaris Umum KNPB, Ones Suhuniap berpendapat, Indonesia harus belajar demokrasi lebih menyeluruh, karena tuntutan hukum yang diberlakukan kepada kedua wartawan sangat tidak tepat.

“Seharusnya itu bukan menahan dan memproses mereka dengan hukum yang berlaku di Indonesia. tetapi, aturannya itu, harus dideportasikan ke Negara asal mereka, ini cara yang tidak masuk akal. Ini bisa jadi bahan tertawaan oleh masyarakat Internasional,” tutur Nesta.

Menurut Ones, Charles dan Vallentine terpaksa menggunakan visa turis ke Papua, karena jika menggunakan visa jurnalis, tentu pemerintah Indonesia tidak akan memberikan ijin.  

“Kami yakin bahwa pemerintah Indonesia tidak akan berikan izin untuk meliput di tanah Papua. Sehingga dengan alasan itu mereka datang ke Papua dengan visa turis, karena itu mereka harus dibebaskan,” ungkapnya.

Editor: Oktovianus Pogau

ARNOLD BELAU