Jayapura, Jubi – Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua menduga ada skenario tertentu dan pihak yang bermain dibalik sejumlah konflik yang terjadi di wilayah pegunungan tengah Papua belakang ini.
Ketua Sinode Gereja Kingmi di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay mengatakan, selama ini Papua identik dengan kekerasan, pembunuhan dan ratapan. Pihaknya prihatin akan hal itu. Namun ada beberapa kasus terakhir yang memperkuat anggapan Papua identik dengan kekerasan.
“Di antaranya, pembunuhan terhadap Maikel Bano, anggota Polres Lani Jaya pada 1 Oktober lalu. Mayatnya ditemukan pada 18 Oktober. Kami menduga ada pihak yang punya agenda tertentu sedang bermain, sehingga membuang mayat di lokasi dekat Kantor Klasis, sebelum akhirnya dibuang ke sungai Balim,” kata Pdt. Benny Giay ketika menggelar konferensi pers, Selasa (21/10).
Menurutnya, data dari jemaat, tidak ada tanda fisik yang mengarah jika pembunuhan tersebut benar-benar di lokasi yang dimaksud. Kasus berikutnya adalah keresahan masyarakat Dekai, Yahukimo menyikapi kegiatan Gereja GKII pada 14 Oktober lalu yang akan melakukan pemekaran jemaat.
“Selama ini, gereja ini dengan dukungan berbagai pihak menstigma Gereja Kingmi di Tanah Papua sebagai pendukung Papua merdeka. Sehingga masuk akal apabila masyarakat resah. Alasan kedua, pihak GKII Yahukimo mengingkari janjinya untuk mencari jalan damai dengan menghadirkan pihak BPP GKII atas mediasi Bupati Yahukimo sejak 8 sampai 9 Oktober lalu,” ucapnya.
Kata dia, masalah lain yakni tekanan dari pihak keamanan yang memaksa masyarakat adat dan Gereja untuk mendukung aparat untuk mencari pelaku. Tidak hanya dalam kasus Munak, Ilaga dan Lani Jaya.
“Pembakaran dan penembakan terhadap fasilitas Gereja dalam Kasus Munak mengakibatkan pagar kebun, gapura Gereja, tujuh honai, empat rumah klasis dirusak. Kantor Klasis Kingmi yang baru diresmikan Juni lalu juga ditembaki,” katanya.
Hal yang sama dikatakan Matias Heluka, Tokoh Gereka Kingmi Yahukimo. Menurutnya, pembunuhan Maikel Bano dilakukan di tempat lain kemudian mayatnya dibuang disekitar kantor klasis.
“Kami ingin agar kasus penembakan dan pengrusakan, polisi harus ganti rugi. Tidak cukup hanya dengan minta maaf. Kami rasa gereja kami ini jadi bulan-bulanan. Kami sudah distigma. Ketika ada kejadian, masyarakat mengungsi ke hutan karena takut. Polisi harus buktikan kejadian terjadi disitu, karena menurut masyarakat tidak ada kejadian di situ,” kata Matias. (Arjuna Pademme)
Sumber : www.tabloidjubi.com