Warga Arso Satu, Distrik Arso, Kabupaten Keerom hingga kini masih tinggal di tenda pengungsian (JPIC GKI) |
Abepura, Jubi – Sebanyak 21 kepala keluarga (KK) atau sekitar 125
jiwa warga Arso Satu, Distrik Arso, Kabupaten Keerom hingga kini masih
tinggal di tenda pengungsian.
Mereka ini merupakan korban kehilangan rumah akibat
amukan massa yang marah paska pembunuhan sadis terhadap seorang ibu
hamil bernama Catur Widiastuty pada 6 September 2014 lalu.
Dekan gereja Katolik Dekenat Keerom, Keuskupan Jayapura, Pastor Ronny
Guntur SVD, pihak gereja memfasilitasi beberapa tokoh dari Keerom dan
pegunungan tengah Papua untuk membicarakan nasib warga dan lokasi
pembangunan rumah tinggal.
“Tanah untuk mereka bangun rumah sudah dibicarakan dengan tuan tanah, tapi kapan mulai belum dibicarakan,” katanya kepada Jubi via pesan singkat telepon genggamnya, Kamis (16/10).
Menurut Pastor Ronny, pemerintah Kabupaten Keerom rupanya tak memberikan bantuan finansial maupun material pembangunan rumah.
“Pemerintah malah membiarkan warga negara kehilangan rumah. Pemerintah terkesan menyetujui ulah warga negara yang main hakim sendiri itu,” katanya menjawab pertanyaan Jubi mengenai bantuan pemerintah terhadap warga.
“Pemerintah malah membiarkan warga negara kehilangan rumah. Pemerintah terkesan menyetujui ulah warga negara yang main hakim sendiri itu,” katanya menjawab pertanyaan Jubi mengenai bantuan pemerintah terhadap warga.
Sebulan lalu, Alue, warga Kota Arso mengatakan, warga kehilangan 21
rumah akibat main hakim sendiri oleh kelompok orang yang menamakan diri
keluarga nusantara. Keluarga nusantara ini marah paska pembunuhan ibu
hamil bernama Catur Widiastuty. Aksi pembakaran rumah dilakukan lancar
tanpa ada pembelaaan dari pihak pemilik rumah karena terjadi dalam
pengawasan pihak aparat keamanan.
“Pihak aparat bersama keluarga korban ke permukimam keluarga pelaku membakar rumah-rumah. Sementara aparat menjaganya dengan senjata. Masyarakat yang mau melawan, diancam menemakan ditembak. Akhirnya masyarakat tak berdaya dan hanya melihat saja rumah di bakar tetapi ada yang lari ke hutan,” tutur Alue.
Menurut keterangan masyarakat Arso 1, pelaku pembunuhan Catur
Widiastuty yang bernama Hilarius Gombo ini mengalami sakit malaria
tropica parah (+4) sekitar 6 tahun lalu yang mengakibatkan jiwanya
terganggu. Beberapa rekan kerja pelaku di SMK N 6 Abe Pantai juga
konfirmasikan bahwa Hilarius Gombo mengalami ganguan jiwa dan telah dua
kali masuk rumah sakit jiwa. (Benny Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com