Sem Yaru dan Saul Bomay (Jubi/Aprila) |
Jayapura, 12/9 (Jubi) – Sem Yaru, mantan tahanan politik (Tapol)
Papua, meminta Rp 200 miliar untuk mengembalikan harga diri Tapol Papua
yang sudah direnggut oleh negara.
“Kami adalah bagian dari perjuangan Papua Merdeka. Harga diri kami
harus dihargai secara nasional maupun internasional,” ungkap Sem kepada
wartawan di Abepura, Jayapura, Papua, Jumat (12/9).
Menurut Sem, Pemerintah Indonesia dan semua pengambil kebijakan di
Papua harus memahami bahwa Otonomi Khusus (Otsus) tidak jatuh dari
langit ke Papua. Itu lahir melalui proses perjuangan yang panjang.
“Kami merasa dirugikan. Harga diri kami harus dibayar dengan harga
yang mahal dan tuntutan kami adalah Rp. 200 miliar,” kata Sem.
Ketika ditanya wartawan terkait nilai uang yang diminta untuk
mewakili berapa jumlah Tapol Papua, Sem tidak menjawab. Sem mengaku
dirinya sudah memiliki dokumen sah terkait masalah tersebut, karena
sudah dilaporkan ke pihak LBH untuk mendapat pendampingan dalam
tuntutannya kepada negara.
“Kami merasa harga diri kami harus dipulihkan. Dokumen tuntutan kami
sudah serahkan ke LBH dua minggu lalu untuk minta sidang rehabilitasi
digelar oleh pihak Pengadilan Negeri Jayapura,” ujar Sem lagi.
Di tempat yang sama, Saul Bomay, mantan Tapol Papua, menolak sebutan
makar, separatis atau kelompok sipil bersenjata dan lain-lain bagi
semua pihak yang memperjuangkan kemerdekaan Papua. Sebab, kata Saul, hal
ini sudah jelas dilindungi Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan ‘bahwa
sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa’ tetapi tidak diikuti
oleh penegak hukum.
“Untuk rehabilitasi nama baik kami, harus dibayar dengan harga yang
mahal atau pilihan lainnya adalah memerdekakan Papua,” kata Saul. (Jubi/Aprila)