Ilustrasi. ISt. |
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Sejumlah organisasi di Jakarta,
seperti National Papua Solidarity (Napas), Aliansi Mahasiswa Papua
(AMP), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
dan Komite Persiapan Federasi Mahasiswa Kerakyatan (KP-FMK) menyayangkan
tindakan kriminalisasi yang dilakukan aparat kepolisian Polda Papua
terhadap dua pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Gustaf Kawer dan Latifah
Anum Siregar.
Menurut Frederika Korain, kasus kriminalisasi terhadap Gustaf Kawer bermula saat dirinya sebagai kuasa hukum penggugat melakukan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura agar menunda persidangan karena saat yang bersamaan Gustaf mendampingi kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, namun permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak Panitera dan sidang tetap dilanjutkan untuk pembacaan putusan.
Pengacara HAM dari masyarakat adat tersebut dituduh melakukan pengancaman dan penghinaan terhadap pejabat negara dalam melaksanakan tugas setelah peristiwa tersebut dilaporkan ke Polda Papua.
"Sekarang mereka sedang dihadapkan dengan situasi yang sangat sulit karena mereka terus diteror dari aparat kepolisian untuk mencari dan memeriksa termasuk keluarga mereka," ungkapnya di hadapan awak media di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (19/9/2014) siang.
Jadi, lanjut Korain, "Ada informasi yang kami terima bahwa dua hari yang lalu pihak kepolisian mendatangi istri dan anak-anak dari Gustaf di rumahnya dengan maksud menghantar surat panggilan, tetapi polisi datang dengan keadaan yang tidak pantas karena dia mengenakan pakaian biasa, bukan pakai pakaian kepolisian dan datang juga di luar jam kerja yaitu pada sore hari."
Kata dia, kasus Gustaf merupakan salah satu kekerasan sekaligus kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan.
"Ini adalah salah satu kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan di Papua. Selama ini, kasus yang lain biasanya penanganannya lambat, tetapi pada kasus Gustaf ini polisi begitu cepat merespon untuk melakukan pemeriksaan. Ini sangat aneh," kesalnya.
Atas kasus tersebut, sejumlah organisasi meminta kepada kepolisian Republik Indonesia agar tidak mengkriminalkan kerja-kerja dari pada pekerja pembela HAM di tanah Papua. "Masyarakat membutuhkan tenaga mereka, membutuhkan dukungan mereka dalam membela hak-hak mereka di hadapan hukum".
Mereka minta Kapolri sebagai petinggi kepolisian agar mengambil tindakan konkret untuk mengontrol, mengawasi kerja-kerja dari aparat kepolisian di lapangan karena kejadian sejumlah kasus di Papua terjadi di luar kontrol.
"Itu yang kami minta kepada kepolisian pusat untuk mengkoordinasi dengan Polda Papua agar menghentikan kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan di Papua. Selain itu, kami juga minta segera mengungkap pelaku penikaman terhadap saudari Anun Siregar beberapa waktu yang lalu," tutur Korain. (Mateus Ch. Auwe/MS)
Menurut Frederika Korain, kasus kriminalisasi terhadap Gustaf Kawer bermula saat dirinya sebagai kuasa hukum penggugat melakukan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura agar menunda persidangan karena saat yang bersamaan Gustaf mendampingi kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, namun permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak Panitera dan sidang tetap dilanjutkan untuk pembacaan putusan.
Pengacara HAM dari masyarakat adat tersebut dituduh melakukan pengancaman dan penghinaan terhadap pejabat negara dalam melaksanakan tugas setelah peristiwa tersebut dilaporkan ke Polda Papua.
"Sekarang mereka sedang dihadapkan dengan situasi yang sangat sulit karena mereka terus diteror dari aparat kepolisian untuk mencari dan memeriksa termasuk keluarga mereka," ungkapnya di hadapan awak media di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (19/9/2014) siang.
Jadi, lanjut Korain, "Ada informasi yang kami terima bahwa dua hari yang lalu pihak kepolisian mendatangi istri dan anak-anak dari Gustaf di rumahnya dengan maksud menghantar surat panggilan, tetapi polisi datang dengan keadaan yang tidak pantas karena dia mengenakan pakaian biasa, bukan pakai pakaian kepolisian dan datang juga di luar jam kerja yaitu pada sore hari."
Kata dia, kasus Gustaf merupakan salah satu kekerasan sekaligus kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan.
"Ini adalah salah satu kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan di Papua. Selama ini, kasus yang lain biasanya penanganannya lambat, tetapi pada kasus Gustaf ini polisi begitu cepat merespon untuk melakukan pemeriksaan. Ini sangat aneh," kesalnya.
Atas kasus tersebut, sejumlah organisasi meminta kepada kepolisian Republik Indonesia agar tidak mengkriminalkan kerja-kerja dari pada pekerja pembela HAM di tanah Papua. "Masyarakat membutuhkan tenaga mereka, membutuhkan dukungan mereka dalam membela hak-hak mereka di hadapan hukum".
Mereka minta Kapolri sebagai petinggi kepolisian agar mengambil tindakan konkret untuk mengontrol, mengawasi kerja-kerja dari aparat kepolisian di lapangan karena kejadian sejumlah kasus di Papua terjadi di luar kontrol.
"Itu yang kami minta kepada kepolisian pusat untuk mengkoordinasi dengan Polda Papua agar menghentikan kriminalisasi terhadap para pekerja kemanusiaan di Papua. Selain itu, kami juga minta segera mengungkap pelaku penikaman terhadap saudari Anun Siregar beberapa waktu yang lalu," tutur Korain. (Mateus Ch. Auwe/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com