Pages

Pages

Jumat, 05 September 2014

AJI INDONESIA : BEBASKAN DANDOIS DAN BOURRAT, DEPORTASI KEMBALI KE PERANCIS

Thomas Charles Dandies dan Loise Maria Vallentine Baurrat (Jubi/Indrayadi)
Jayapura, 5/9 (Jubi) – Penangkapan dua jurnalis Arte TV asal Prancis, Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat oleh Kepolisian Daerah Papua di Wamena, Papua 6 Agustus 2014 menambah daftar panjang kegagalan Pemerintah RI di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjaga kebebasan pers di seluruh wilayah Indonesia. Peristiwa ini sekaligus menjadi bukti ketidakterbukaan Papua dalam hal akses informasi, termasuk akses keselamatan kerja jurnalis, seperti selama ini banyak disuarakan.

Sebagaimana kronologi yang ditelusuri oleh AJI Indonesia bersama AJI Jayapura kehadiran Dandois dan Valentine ke Indonesia adalah semata-mata menjalankan tugas jurnalistiknya di Papua. Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat memasuki Indonesia melalui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta, ibukota Republik Indonesia. Dandois menggunakan passport bernomor 14CP82311 (berlaku sampai 5 Mei 2020) dan mendapatkan VISA on Arrival (VOA) pada 28 Juli 2014. Sementara Valentine berbekal passport nomor 09FD72946 (berlaku sampai 15 Juli 2019) dan memperoleh VISA izin kunjungan (bukan VISA jurnalis) yang berlaku 60 hari sejak hari kedatangannya di Indonesia.

Pada 30 Juli 2014, keduanya berangkat dari Jakarta menuju Sorong, salah satu kota di Provinsi Papua Barat. Kedua jurnalis ini juga sempat mampir ke Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat, dan sempat mendokumentasikan keindahan alam disana. Pada 3 Agustus Dandois dan Valentine berangkat dari Sorong menuju Jayapura, ibukota Papua. Setelah dua hari menginap di Jayapura, pada 5 Agustus, keduanya melanjutkan perjalanan menuju Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya. Di Bandar Udara Wamena, Dandois dan Valentine dijemput oleh Domi Sorabut. Domi Sorabut adalah aktivis Dewan Adat Papua, dan pernah dipenjara dengan tuduhan berupaya memerdekakan Papua dan Papua Barat dari Republik Indonesia.  Domi ini pula yang mempertemukan kedua jurnalis itu dengan Aki Logo, penerjemah lokal di Papua.

Keesokan harinya, 6 Agustus, bersama Aki, Dandois dan Valentine bertemu sejumlah Nara sumber untuk diwawancarai, mulai dari isu keamanan hingga tema budaya seperti Festival Lembah Baliem. Usai pertemuan itu, Dandois dan Valentine ditangkap aparat kepolisian dari  Resor Jayawijaya. Alasan penangkapan keduanya ialah penyalahgunaan VISA. Polisi juga menyita passport dan peralatan kerja jurnalistik milik Dandois dan Valentine, seperti kamera, laptop, recording, dan barang-barang pribadi kedua jurnalis.

Polisi Papua menahan Dandois dan Valentine atas dasar menyalahgunakan Visa kunjungan ke Indonesia, sebagaimana diatur Pasal 122 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi. Penahanan berlanjut pada 7 Agustus, saat keduanya dipindahkan dari Wamena ke Jayapura, dan ditahan di rumah tahanan Kepolisian Daerah Papua. Dalam prosesnya, pemeriksaan kepada keduanya dilakukan tanpa didampingi pengacara. Aparat Polda Papua juga melarang jurnalis di Jayapura menemui Dandois dan Valentine, meskipun sekadar menengok kondisi kesehatan mereka.

Pada 8 Agustus Kabid Humas Polda Papua, Kombes Sulistyo Pudjo menetapkan Dandois dan Valentine sebagai tersangka UU Keimigrasian, Pasal 122. Keduanya diancam hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta. Peralatan jurnalistik yang digunakan Dandois dan Valentine ditetapkan sebagai barang bukti. Informasi yang kami terima, Polisi bahkan berupaya mengkaitkan-kaitkan kedua jurnalis Prancis itu dengan kegiatan “makar” atau spionase, hanya karena keduanya bertemu aktivis Dewan Adat Papua di Wamena.

Atas kejadian di atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan hal-hal sebagai berikut :

1. Mengecam penahanan dua jurnalis Arte TV Perancis, Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat. AJI menilai tindakan penahanan terhadap kedua jurnalis itu tidak sesuai dengan iklim kebebasan pers yang terus didengungkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono

2. Menuntut Polri dan Imigrasi segera membebaskan kedua jurnalis dan mengembalikan property milik keduanya sesuai kondisi semua. AJI mengingatkan, pengambilan atau penghapusan sebagian atau seluruh hasil liputan jurnalistik dapat dikenai dakwaan melakukan penyensoran dan penghalangan tugas jurnalistik.

3. Terkait masalah penyalahgunaan visa kunjungan oleh Dandois dan Valentine, AJI mendesak pihak Polri dan atau Imigrasi Indonesia agar mendeportasi keduanya dari wilayah Indonesia tanpa syarat, sebagaimana beberapa kasus jurnalis asing lainnya beberapa waktu lalu.

4. AJI menuntut pemerintah Indonesia agar memperjelas proses pemberian izin peliputan jurnalis secara bebas di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Papua, terutama untuk pers asing. Ini penting agar anggapan sebagian kalangan pers bahwa Papua adalah wilayah yang terisolir dan “bermasalah” bisa ditepis.

5. AJI mengingatkan pemerintah Indonesia, khususnya Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, agar menyelesaikan masalah dua jurnalis Prancis ini secara elegan dan bermartabat. Di akhir masa jabatan, AJI berharap tidak ada “keributan yang tidak perlu” dari komunitas pers internasional, termasuk kemungkinan campur tangan badan internasional ke dalam kasus ini. (Jubi/Victor Mambor)

Sumber :  www.tabloidjubi.com