Ketua Parlemen Nasional West Papua [PNWP] Buchtar Tabuni, saat berorasi Menuntut Papua Merdeka (foto, BT) |
Hak Penentuan Nasib Sendiri merupakan unsur
Hak Asasi Manusia yang patut dihormati oleh setiap bangsa dan setiap Negara di
dunia dengan berpedoman kepada tujuan-tujuan
dan prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta memiliki
tanggungjawab yang penuh teradap terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang
ditanggung oleh Negara-negara sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pengakuan dan
penghormatan atas hak-hak politik bangsa yang belum berpemerintahan sendiri
dalam deklarasi akan memperluas rasa keadilan bagi bangsa yang masih hidup
dibawah penjajahan dan meningkatkan keharmonisan hubungan bangsa-bangsa
berdasarkan Standart Hak Asasi Manusia, Demokrasi, prinsip-prinsip Hukum
Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa ;
Pemerintah Kerajaan
Nederland melalui Gouverneur Nederlands
Nieuw Guinea telah mengumumkan Hak Penentuan Nasib Sendiri bangsa Papua dan
mengibarkan bendera Negara West Papua “Bintang Fajar” disebelah kiri dan
bendera Kerajaan Nederland disebelah kanan bendera Perserikatan Bangsa-bangsa
dalam posisi sejajar pada satu tiang yang dilakukan dalam suatu upacara resmi
kenegaraan pada tanggal 1 Desember 1961 di seluruh teritori West Papua ;
Tidak ada wakil resmi
masyarakat West Papua dalam Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan tidak menjadi
bagian dalam kesepakatan Perjuangan Pembentukan Negara Republik Indonesia ;
Maklumat Persiden
Negara Republik Indonesia Ir. Soekarno telah mengeluarkan Tri Komando rakyat (TRIKORA) pada tanggal 19 Desember
1961 sebagai bukti kejahatan dan pelanggaran terhadap hak penentuan nasib
sendiri bangsa Papua ;
Perjanjian
Internasional (New York Agreement) yang ditandatangani oleh Pemerintah Kerajaan
Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus 1962 di New York
tidak menghormati rakyat West Papua karena tidak melibatkan Nieuw Guinea Raad
sebagai Lembaga Politik Representative Bangsa Papua di West Papua dalam proses
pembuatan perjanjian ;
Hak politik rakyat West
Papua untuk menentukan nasib sendiri telah dirampas oleh kekuasaan pemerintah
asing Republik Indonesia guna kepentingan politik dan ekonomi mereka, maka
masyarakat West Papua berjuang mendapatkan kembali hak politiknya dan mempertahankan
integritas politk dan Ideologi rakyat
West Papua berdsarkan Standart Hak Asasi Manusia, Demokrasi, Prinsip-prinsip
Hukum Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa ;
Kekuasaan Pemerinta
Negara Kesatuan Republik Indonesia di teritori West Papua adalah Pemerintahan
Penjajah dan rakyat dan wilayah West
Papua masih berada dibawah administrasi pemerintah penjajah ;
Pemerintah Republik
Indonesia telah melakukan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan
membunuh rakyat West Papua secara sistematik sejak menerima kekuasaan
administrasi penjajah dari Pemerintah Kerajaan Nederland melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa tanggal 1 Mei 1963 berdasarkan perjanjian internasional yang
ditanda tangani oleh pemerintah Kerajaan Nederland dan pemerintah Republik
Indonesia di New York pada tanggal 15 Agustus 1962 ;
Presiden Republik
Indonesia Ir. Soekarno telah menerbitkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia, Nomor : 8/Mei/1963 yang menyatakan : “ Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di
Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat
umum, pertemuan umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-pengumuman,
penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambar-gambar atau
foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk
oleh Presiden Republik Indonesia.“ ;
Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia, Nomor : 8/Mei/1963 adalah bukti pelanggaran
terhadap pasal 22 ayat 1 perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962 yang
ditanda tangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Nederland ;
Pemerintah Republik
Indonesia mengambil keputusan keluar dari keanggotaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 7 Januari 1965, sebagai siasat untuk membatasi dan
menghalangi tanggung jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memberi bantuan dan
mengawasi pelaksanaan penentuan pendapat rakyat West Papua yang dilakukan sendiri oleh Militer Indonesia
di West Papua;
Pelaksanaan penentuan
pendapat rakyat pribumi West Papua/Act of free Choice 1969 di West Papua tidak
sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dan disepakati dalam perjanjian
internasional antara pemerintah Kerajaan Nederland dan pemerintah Republik
Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York (New York Agreement 1962) ;
Jumlah penduduk West
Papua yang tercatat pada tahun1969 sebnyak ± 809.327 (delapan ratus sembilan
ribu tiga ratus dua puluh tujuh) orang menurut laporan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia (Mr. Amir Machmud) ;
Pemerintah Republik
Indonesia telah merekayasa pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)1969
dengan memilih 1.026 (seribu dua puluh enam) orang mewakili, yang terdiri dari
: orang pribumi West Papua sebanyak 40% (empat puluh persen) atau 400 (empat
ratus) orang unsur adat dan 60% (enam puluh persen) orang kebangsaan Indonesia
yang masuk ke West Papua pada tahun 1963 ;
95% (sembilan puluh
lima persen) orang pribumi West Papua yang mempunyai hak pilih/menyampaikan
pendapat diteror, ditangkap dan disiksa, dipenjarakan dan orang pribumi yang
bersuara keras untuk demokrasi dan kemerdekaan West Papua dibunuh oleh militer
Indonesia sejak 1 Mei 1963 sampai pelaksanaan PEPERA (Act of Free Choice) 1969
dan tindakan pembunuhan sistematik oleh militer dan Polisi Republik Indonesia
telah lebih dari empat puluh lima tahun ;
Belum dilaksanakan Hak
Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat West
Papua berdasarkan Pasal 18 d Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang ditanda
tangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia ;
Resolusi Perserikatan
Bangsa-Bangsa nomor 2504 tahun 1971 telah memberikan legitimasi kepada
pemerintah asing Republik Indonesia untuk menjajah dan melakukan pelanggaran
Hak Asasi Manusia di West Papua tanpa didasari suatu pelaksanaan Referendum
yang sejati menurut praktek Internasional ;
Pemerintah Republik
Indonesia telah menetapkan teritori West Papua sebagai Daerah Operasi Militer
(DOM) dan telah membunuh lebih dari seratus ribu orang pribumi West Papua tanpa
alasan kesalahan dibawah legitimasi Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor
2504 tahun 1971 ;
Untuk itu Parlemen Nasional West Papua dalam
Resolusi Parlemen Nasional West Papua atas nama Rakyat West Papua pada tanggal
5 April 2012 itu menetapkan ;
“ Status Kedudukan Pemerintah Republik
Indonesia di teritori West Papua bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea dalah Penjajah dan Illegal
Hormat Saya,
Sumber : http://infopnwp.blogspot.com/2014/08/pers-release-buchtar-tabuni-pnwp.html?spref=fb