Pages

Pages

Senin, 07 Juli 2014

BOIKOT PILPRES, TPN/OPM LANNY JAYA ANCAM SERANG KOTA DI WILAYAH PEGUNUNGAN

Erimbo Enden Wanimbo bersama pasukannya di Hutan Pirime (Grab video, Jerry Omona)
Jayapura, 6/7 (Jubi) – Jelang Pemilu Presiden (Pilpres),  Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Pirime, Kabupaten Lanny Jaya dibawah pimpinan Panglima Divisi VII Lapago, Erimbo Enden Wanimbo mengancam akan melakukan penyerangan dalam kota di wilayah Pegunungan Tengah.

Penyerangan ini guna memboikot pesta demokrasi Indonesia saat Pilpres (9/7) mendatang berlangsung. Erimbo mengatakan penyerangan terhadap sejumlah obyek vital dan markas dari aparat keamanan, mulai dilakukan pada hari ini, Minggu (6/7).

Kami menyerukan untuk memboikot Pilpres, kami hanya meminta referendum,” kata Erimbo kepada wartawan di Markasnya di Pirime, Lanny Jaya, Sabtu (5/7).

Menurutnya, rencana penyerbuan berkaitan erat dengan perjuangan TPN OPM dalam menuntut kemerdekaan bagi Papua. Selama ini, dikatakan Erimbo, pemerintah Indonesia tak pernah memberikan kesempatan bagi Papua untuk berkembang. Indonesia telah mengambil alam Papua dan mengeruk sumber daya alam (SDA) yang maha dashyat serta hanya meninggalkan sedikit bagi mereka.

Papua bukan milik Indonesia, Indonesia juga melakukan pelanggaran HAM, mengambil tanah kami, merusak hutan kami, dan ini saatnya, kami mau meminta itu semua, kami mau merdeka dan berdiri sendiri,” ujarnya.

Persoalan pelanggaran HAM dimulai sejak pemerintah, kata Erimbo, dan tentara memasuki wilayah pesisir dan pegunungan di Papua. Pada saat bersamaan, dilaksanakan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang jauh dari adil dan jujur.

Orang Papua dibunuh pada waktu Pepera, kami tidak bisa melawan, tapi sekarang, kami, dengan panah, akan melawan Indonesia dengan senjata, kita akan lihat siapa yang menang,” tegasnya.

Pepera 1969 dilaksanakan sebagai bagian dari perjanjian New York. Pepera digelar dalam tiga tahap. Pertama dilangsungkan konsultasi dengan dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera. Kedua, pemilihan Dewan Musyawarah Pepera.

Ketiga, pelaksanaan Pepera dari Merauke hingga Jayapura. Hasil Pepera kemudian dibawa ke sidang umum PBB dan disetujui pada tanggal 19 November 1969. “Pepera itu tidak sah. Kami menuntut referendum ulang,” kata Erimbo lagi.

Erimbo adalah salah satu dari tiga ‘penguasa’ tentara Papua Merdeka di Pegunungan Tengah. Dua lainnya yakni, Purom Wenda dan Goliath Tabuni. Erimbo mengklaim sebagai pejuang muda yang memiliki ratusan prajurit di daerah Pirime hingga Bolakme. Tentaranya memegang senjata otomatis dan kerap mengganggu sejumlah pos militer.

Aksi besar yang dilakukan Erimbo bersama anak buahnya yaitu ketika menyerang kantor Kepolisian Sektor Pirime, Kabupaten Lanny Jaya pada 27 November 2012. Tiga anggota Polisi tewas ketika itu. Diantaranya Kepala Polsek Pirime Inspektur Dua Rolfi Takubessy, Brigadir Jefri Rumkorem, dan Brigadir Satu Daniel Makuker.

Aksi kelompok Erimbo yang meresahkan juga ketika menghadang rombongan Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Tito Carnavian dan Asintel Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Napoleon pada Rabu 28 November 2012. Rombongan yang saat itu hendak menuju Tiom, ibu kota Kabupaten Lanny Jaya Papua, diberondong kelompok Erimbo. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Dalam wawancara tertutup ini, Erimbo yang dikawal puluhan prajuritnya kembali menegaskan dengan menolak rencana dialog antara Jakarta dan Papua. Ia mengutuk setiap aktivitas yang mengatasnamakan orang Papua dan menyerukan sebuah perundingan damai antara Indonesia dan Papua. “Kami tidak memerlukan itu, kami butuh referendum. Kalau dialog, itu hanya menghabiskan waktu,” katanya.

Penilaiannya soal ‘dialog’ dapat dipolitisir oleh para elit. “Rakyat tidak butuh dialog, kalau ada jaringan OPM yang mendorong perundingan atau dialog, kami dengan tegas menolaknya, itu tidak sejalan dengan misi kami sebagai pejuang Papua,” tegas Erimbo lagi.

Erimbo mendesak pemerintah Indonesia dan dunia internasional segera menggelar referendum bagi Papua. Menurutnya, didalam UUD Indonesia tertera kalimat “Sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Dengan dasar itu, kami menuntut hak penentuan nasib sendiri melalui mekanisme Referendum yang sah,” ujarnya.

Menanggapi ancaman tersebut, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII Cenderawasih, Mayor Jenderal (TNI) Crhistian Zebua mengaku sedih jika ada kelompok bersebrangan yang tewas ditembak prajuritnya.

Jika mereka sudah angkat senjata, tentu kami akan membalasnya dan tidak segan-segan untuk menumpas. Kami sudah siap untuk hal ini. Silahkan saja jika mereka mau menyerang aparat keamanan, pasti akan ada ucapan selamat datang dari kami,” kata Pangdam dalam telekonference yang digelar di Makodam XVII Cenderawasih, Minggu (6/7). (Jubi/Indrayadi TH)

Sumber :  www.tabloidjubi.com